Selasa, 14 Juli 2009

Fakta Perkembangan 30 Tahun Ekonomi Tiongkok


November 1978, ekonomi Tiongkok dimulai dengan "Reformasi Keterbukaan", semenjak saat itu, ekonomi Tiongkok berturut-turut berkembang dengan kecepatan tinggi selama 30 tahun, membuat seluruh dunia terkesima. Bulan November 2008 reformasi-keterbukaan Tiongkok ini telah genap berusia 30 tahun. Berkilas balik 30 tahun ini, barangkali di hati sebagian besar orang Tionghoa dipenuhi semacam perasaan paradoks.

Di dalam 30 tahun ini, ekonomi Tiongkok telah meningkat 9 kali dan telah berkembang menjadi badan ekonomi terbesar ke-4 di dunia. Dimana Tiongkok saat ini memiliki US $ 1,8 trilliun cadangan devisa dan telah menjadi nomer-1 sebagai negara perdagangan besar dan tujuan investasi langsung oleh investor asing. Banyak pakar teori dan perkembangan sedang mempropagandakan tentang "Model Perkembangan Tiongkok", sebuah pasar yang memiliki potensi perkembangan raksasa ini juga membuat para pebisnis menelan ludah.

Namun, saham A - Shang Hai yang biasanya dipandang sebagai indikator, dari point tertinggi pada bulan Oktober 2007 sebanyak 6.124 telah anjlok ke angka saat ini (red.: per 1 Oktober 2008, sebelum badai krisis moneter AS) yang sekitar 2.000 point, kejatuhannya mencapat 60 - 70%, waktunya yang begitu cepat dan skalanya yang begitu besar membuat orang terperanjat. 100 juta orang pemain saham di hold up dengan tuntas dan menderita kerugian parah. Pasar saham yang memiliki sebutan sebagai barometer cuaca ekonomi tersebut telah turun dengan begitu drastis, menandakan ekonomi Tiongkok telah muncul permasalahan besar.

Menurut laporan pihak pemerintahan Tiongkok, hanya pada semester I tahun ini terdapat 67.000 buah perusahaan menengah dan kecil yang bangkrut, sehingga menyebabkan 20.000.000 pekerja menganggur. Tentu saja, angka riilnya bisa jadi lebih mengejutkan. Hanya ditinjau dari bangkrutnya industri kecil dan menengah secara besar-besaran ini saja, menandakan di dalam proses perkembangan ekonomi Tiongkok telah mulai terlihat sejumlah permasalahan yang mendalam, kondisi semacam ini pasti bisa mengakibatkan reaksi berantai yang akan menghantam pula industri besar.
Maka, bagaimanakah keadaan riil ekonomi Tiongkok sesungguhnya? Apakah wajah sejati ekonomi Tiongkok ?

Paradoks Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok

Meskipun banyak orang bersikap curiga terhadap angka statistik Tiongkok, namun ekonomi Tiongkok sedang tumbuh dengan pesat adalah realitas yang tak dapat dipungkiri. Tetapi mengapa pertumbuhan ekonomi Tiongkok dapat menyebabkan begitu banyak polemik ?

Dan Weijian , presiden komisaris grup investor New Bridge - AS pada artikel majalah "Finansial" di tahun 2003 mengatakan, ekonomi Tiongkok adalah sebuah paradoks raksasa. Di satu pihak, Tiongkok adalah badan ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di dunia, pertumbuhannya sering dipertahankan 2 digit. Di lain pihak, jikalau menggunakan tolok ukur proporsi dana pinjaman bermasalah dari sistem perbankan, Tiongkok betul-betul adalah badan ekonomi yang paling tidak efisien. Ditilik dari perpektif ilmu ekonomi tradisional, ini betul-betul adalah hal muskil: Badan ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di dunia, pada waktu yang bersamaan juga adalah yang paling tidak efisien.

Dan Weijian mengatakan: "Ekonomi yang tidak efisien mungkin saja dapat merealisir pertumbuhan riil tapi harus mempunyai 2 persyaratan. Kesatu ialah angka tabungan/simpanan alami yang tinggi. Kedua ialah pengendaliaan modal dengan terencana. Umpama saja warga dikarenakan suatu sebab berhenti menabung, sewaktu bank tidak lagi mempunyai dana lebih untuk berinvestasi di industri, pertumbuhan akan terhenti. Jikalau tabungan diperbolehkan keluar dari batas negara, untuk mencari peluang investasi yang lebih baik, pertumbuhan juga akan terhenti."

Oleh karena itu, dibicarakan pada suatu makna tertentu, ekonomi Tiongkok seperti seorang juara dunia yang mengonsumsi bahan doping, bank melalui menghambur-hamburkan tabungan warga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi hal ini dibayar dengan kesehatan jangka panjang, tidak akan dapat bertahan lama.

Model perkembangan "gaya ekstensive/luas" Tiongkok semacam ini, tingkat investasi yang begitu tinggi, boros energi, biaya tinggi, pencemaran berat dan efisiensi rendah, membuat tumbal untuk keberhasilan ekonomi semakin lama akan semakin tinggi.
Penyebab Sebenarnya Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok: Tabungan Tinggi Dan Upah Rendah
Di Tiongkok, karena tidak memiliki sistem jaminan sosial yang baik dan layak, dikarenakan faktor-faktor uang pensiun dan biaya pengobatan, rakyat telah menumpuk tabungan antisipatif dalam jumlah besar. Sekaligus, reformasi sistem hunian dan reformasi sistem pendidikan telah juga membuat cukup banyak warga menabungkan dananya guna membeli rumah dan kebutuhan pendidikan anak-anak, sehingga angka tabungan Tiongkok terus di atas 40%. Sedangkan sesuai dengan angka komisi parlemen Eropa pada tahun 2005, AS, Jepang dan angka tabungan pribadi Masyarakat Eropa masing-masing sebagai 4%, 11,5% dan 11,1%.

Li Jiange, wakil direktur pusat penelitian perkembangan state departmen RRT di dalam pidatonya di World Trade Internasional pernah mengatakan, "Tiongkok memiliki angka tabungan warga negara tertinggi di dunia, ini adalah faktor pendukung penting bagi pertumbuhan pesat ekonomi Tiongkok."

Laurence J.Kotlikoff, pakar ekonomi biro penelitian ekonomi negara AS bahkan beranggapan, AS, ME, Jepang dan lain-lain ekonomi negara makmur sedang menapaki jalan kebangkrutan, kelak yang sanggup menolong terhindarnya kehancuran ekonomi dunia hanyalah angka tabungan tinggi Tiongkok.

Sebuah faktor lain pertumbuhan ekonomi Tiongkok ialah upah buruh Tiongkok yang super rendah. Pada permukaannya, upah rata-rata Tiongkok juga senantiasa tumbuh, akan tetapi sebetulnya sebagian besar telah mengalir ke pengusaha monopoli dan anggota/kroni-kroni pejabat tinggi partai, upah buruh penghasil produk langsung jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain.

CitiBank di dalam report investigasi terbarunya tentang "Tiongkok - Dilihat Secara Makro" menunjukkan, apabila tidak mempertimbangkan faktor tenaga kerja produksi Tiongkok yang jauh lebih rapat daripada di AS, modal tenaga kerja Tiongkok hanya 5%-nya AS.

Sesudah terjadi "Kasus Foxcon", perusahaan Apple-AS dan Financial Times-Inggris, secara berurutan datang melakukan penelitian di Tiongkok, 150.000 buruh wanita perusahaan Foxconn setiap hari bekerja di atas 15-jam, upah bulanannya tidak sampai US $ 50, tidak sampai menyamai upah buruh dengan pekerjaan sejenis di AS selama 2 jam saja, upah minim inipun sering-sering masih tidak bisa diterima dengan tepat waktu.

Mrs. He Qinglian, pakar ekonomi sosial terkenal menunjukkan, Tiongkok menjadi pabrik (bagi) dunia karena memiliki 2 faktor, kesatu adalah menggantungkan pada sistem pengupahan darah dan keringat buruh Tiongkok, pabrik darah/keringat Tiongkok sudah terkenal di seantero dunia, di dunia ini tak lagi dapat ditemukan tenaga kerja yang upahnya begitu rendah. Produk murah juga memiliki satu sebab lainnya, ialah mengandalkan Tiongkok memikul modal pelestarian lingkungan bagi mereka.

Misalnya di Tiongkok modal untuk memproduksi sepasang sepatu, ditambah dengan ongkos kirim dan berbagai biaya pengurusan, hanya membutuhkan US$ 3 - 4. Sedangkan di Spanyol apabila hendak memproduksi sepatu yang sama maka harus membayar kurang lebih US$ 20. Maka selisih harga tersebut pergi kemana? Selain upah tenaga kerja rendah, terutama adalah modal pelestarian lingkungan. Misalnya sepatu memerlukan kulit, sedangkan kulit adalah sebuah produksi dengan pencemaran tinggi, di luar negeri, pabrik harus mengeluarkan biaya besar untuk pembuangan limbah dan biaya penanggulangan pencemaran lainnya, sedangkan sekarang pencemaran besar-besaran ditinggalkan/diwariskan buat (generasi mendatang) Tiongkok.

Sumber Energi Dan Ekosistem Menjadi "Tumbal"

RRT adalah negara dengan badan ekonomi ke-4 terbesar di dunia, dewasa ini GDP (GDP = Gross Domestic Product)nya sekitar 5% dari dunia, namun telah menghabiskan 1/3 batu bara, baja dan kapas di seluruh dunia, serta nyaris separo dari semen dunia.
Tahun 2005, pemakaian batu bara Tiongkok (2 miliar ton) lebih banyak daripada jumlah pemakaian total dari AS, India dan Rusia: 10 tahun lalu, RRT masih sebuah negara peng-eksport BBM, tapi sekarang telah menjadi negara peng-import terbesar ke-3 di dunia dan pelahap BBM terbesar kedua di dunia.

Wang Yuqing, wakil direktorat umum pelestarian lingkungan negara, pada 10 Desember 2004 di "Seminar internasional ekosistem dan ekonomi berkelanjutan" menyatakan, pemakaian sumber daya energi GDP 10.000 Yuan RRT sama dengan 3 hingga 11 kali lipat dari level rata-rata dunia. Pertumbuhan pesat ekonomi selama 30 tahun ini dalam skala besar dibangun pada pemborosan berlebihan atas pemerasan sumber energi bahkan di atas landasan yang sangat boros, dan kadang kala diperoleh dengan mengorbankan ekosistem dan peluang generasi yang akan datang.

Mengenai dilema ekosistem yang dewasa ini dihadapi oleh RRT, direktorat umum pelestarian lingkungan negara Tiongkok mengakui: 45 macam hasil tambang utama RRT, 15 tahun lagi tersisa 6 macam saja, 5 tahun lagi 70% BBM mengandalkan import; tak peduli di dalam skala global ataupun lingkup lokal, RRT adalah salah satu pencemar lingkungan terbesar di dunia. Kepekatan bahan pencemar air dan udara termasuk yang tertinggi di dunia, ini merusak kesehatan manusia dan juga telah merugikan hasil panen di bidang pertanian. Menurut laporan terkini dari direktorat umum lingkungan hidup negara RRT dan Bank Dunia, pencemaran udara dan air telah merugikan RRT sebanyak 5,8% dari GDP.

Di antara 20 kota tercemar paling berat di dunia, 16 diantaranya ada di RRT; sebanyak 2/3 penduduk RRT menghirup udara di bawah standard kelayakan. Walaupun dimana-mana kekurangan sumber air, tetapi lebih dari separo sungai di Tiongkok tercemar berat, sebanyak 1/4 diantaranya karena pencemarannya terlalu parah sehingga tak dapat dipergunakan lagi untuk keperluan industri dan pertanian. Sekitar 300 juta rakyat Tiongkok kekurangan air minum yang bersih. Sumber daya tanah sama-sama kurangnya: 58% tanah termasuk wilayah kering atau setengah kering, hanya 1/5 dari tanah garapan yang termasuk tanah terbaik.

Journal otoritas beranggapan, investasi ekonomi Tiongkok terlalu berlebihan, angka investasi adalah 40 - 45% dari GDP, tak ada suatu sistem ekonomi manapun yang mampu menerima (beban itu). Reformasi dan keterbukaan telah berlangsung 30 tahun, ekonomi telah tumbuh 6 kali lipat, sedangkan pemakaian sumber energi telah tumbuh beberapa puluh kali lipat. Jikalau biaya ekologis diperhitungkan, pertumbuhan ekonomi RRT akan menjadi bernilai negatif. Yang dimaksud dengan "Tenaga produksi maju", betul-betul adalah sumber energi ekologi yang sudah menjelang kering kerontang masih saja terus diperas. Pertumbuhan ekonomi semacam ini, tak akan mampu bertahan lama, dunia dan anak cucu generasi kelakpun pasti tak akan mampu menahannya.

Ekonomi Tiongkok telah menggerakkan pertumbuhan segenap ekonomi global, namun hanya kesejahteraan rakyat Tiongkok yang jadi korban, bukan saja telah mengorbankan kesejahteraan generasi kali ini, yang lebih menakutkan ialah telah menguras habis sumber daya anak cucu / generasi penerus dan fondasi lingkungan hidup.

Prototipe Perkembangan Ekonomi RRT:
Prototype Perkembangan Yang Meraup Keuntungan Jangka Pendek


Pertumbuhan ekonomi Tiongkok senantiasa tergantung pada prototipe perkembangan dengan investasi tinggi, boros penggunaan energi dan pencemaran berat, oleh karena itu efisiensi ekonominya rendah, kondisi kerugian ekonomi milik negara sebagai tubuh utama juga selalu saja tidak ada perubahan.

Huang Yasheng dari Institut Teknologi Massachusetts dan professor Tarun Khanna dari sekolah bisnis Harvard pada 24 Juli 2003 mempublikasikan sebuah artikel di , disebutkan meskipun investasi luar negeri yang ditanamkan di RRT telah melebihi India sebanyak 10 kali lipat, selain itu angka tabungan warga RRT mencapai 40% dari GDP, sedangkan angka tabungan India hanya 24%, tetapi selama 10 tahun terakhir ini, angka pertumbuhan ekonomi tahunan RRT riilnya hanya sekitar 7%, sedangkan angka pertumbuhan ekonomi tahunan India adalah 6%. Ini menjelaskan bahwa dibandingkan dengan Tiongkok, penggunaan alokasi dana di India lebih efektif.

Sebenarnya permasalahannya bukan hanya terletak pada efisiensi penggunaan dana saja, prototipe perkembangan ekonomi kedua negara memiliki perbedaan yang mencolok. Pertumbuhan ekonomi RRT mengandalkan investasi asing dan eksport, padahal India hanya mengandalkan investasi dalam negeri dan kebutuhan dalam negeri. Ini telah memastikan perbedaan potensi perkembangan dan daya tahan kedua negara tersebut.

Penyumbang terbesar bagi ekonomi India adalah industri jasa yang termasuk di dalamnya industri informasi, sebanyak 50% dari GDP. Sedangkan RRT terutama mengandalkan eksport industri manufaktur untuk menopang perkembangan ekonomi, produk eksport terutama ialah komoditi produk olahan tingkat rendah yang minim kandungan technical knowhow-nya, seperti industri mainan anak, industri sepatu dan industri tenun, keunggulan yang diandalkan ialah tenaga kerja Tiongkok yang murah. Ini semua diperoleh dengan mengorbankan kepentingan rakyat, jikalau ekonomi Tiongkok tidak mampu melaksanakan transisi dan meningkatkan manfaat, produksi semakin banyak, maka orang Tiongkok semakin diperas dengan tanpa ampun.

Karena penghasilan rakyat biasa Tiongkok tidak tinggi, menyebabkan kebutuhan dalam negeri tidak cukup dalam jangka waktu lama, ekonominya mau tak mau sangat mengandalkan eksport, risiko pun bertambah. Dewasa ini ekonomi Tiongkok terhadap ketergantungan pada perdagangan asing adalah sekitar 60-70%. Tingkat ketergantungan semacam ini memiliki risiko sangat besar, karena problema faktor luar negeri bisa menyebabkan guncangan pada ekonomi Tiongkok.

Sumber Dari Segala Karma Buruk : Marketisasi Kekuasaan


Marketisasi kekuasaan adalah titik tolak pengubahan pembagian kekayaan pola distribusi Tiongkok, sekaligus sebagai sebuah kunci untuk memahami reformasi keterbukaan Tiongkok selama 30 tahun. Ia menjelujur dan merangkai: Sistem harga double track, perubahan joint stock dan pembukaan properti serta hak Enterprise Property Rights Transfer dan lain-lain di dalam segenap aktifitas ekonomi.

Marketisasi kekuasaan bagaikan seekor hewan serakah dan ganas, beberapa puluh tahun ini tiada henti sedetikpun dalam menggerogoti rasa/jiwa keadilan di dalam masyarakat Tiongkok yang pada dasarnya memang sudah menipis. Di dalam kehidupan ekonomi, seharusnya memang "kudu tunduk" pada market dan hukum ekonomi, tetapi mekanisme kontrol oleh hukum sekarang ini secara terencana dikendalikan oleh kekuasaan, sedangkan keikut-sertaan hak semacam ini pasti bisa membuat kekuasaan disalah-gunakan untuk memperoleh keuntungan.

Reformasi keterbukaan selama 30 tahun, siapa pada akhirnya adalah pemenangnya? Siapa memperoleh keuntungan dulu kerugian belakangan? Siapakah yang menjadi penderita? Boleh dibilang, reformasi keterbukaan begitu dimulai sudah kehilangan pijakan keadilannya, berbagai permasalahan kemudian yang ditimbulkannya, ditambah lagi dengan di dalam proses reformasi senantiasa mengorbankan kepentingan rakyat demi keuntungan kelompok penguasa, sehingga rasa keadilan masyarakat di Tiongkok setapak demi setapak musnah tuntas.

Tahun 2007, sebuah penelitian yang kaya dengan teori dan makna realitas yang dilakukan oleh kalangan keilmuan Tiongkok, yakni penelitian tentang hubungan kesenjangan yang semakin membesar antara penghasilan abu-abu dan penerimaan warga. Penelitian dan pemeriksaan menemukan bahwa dewasa ini penghasilan abu-abu di dalam masyarakat Tiongkok mencapai 4 - 5 trilliun RMB, terutama berasal dari 5 saluran: Persetujuan ketua (partai), kebobrokan keuangan, kebocoran dana umum, kebocoran penerimaan atas tanah dan penerimaan perusahaan monopoli.

Dewasa ini orang kaya sesungguhnya di dalam masyarakat Tiongkok berupa kaum pebisnis swasta yang mengandalkan perjuangan pribadi dan berhasil membangun kerajaan bisnisnya hanyalah minoritas belaka. Konglomerat hitam memang sungguh kaya, yakni orang yang terutama di tangannya secara langsung menguasai kekuasaan atau secara langsung dan tidak langsung berhubungan dengan kekuasaan. Justrulah itulah penyebab utama ketidak-puasan keras masyarakat terhadap kondisi pembagian penghasilan di Tiongkok dewasa ini. Saat ini problema krusial pembagian penghasilan di masyarakat Tiongkok bukannya terletak pada "Tidak merata", melainkan pada "Tidak adil".

Yang disebut reformasi di Tiongkok, realitanya misalnya reformasi pendidikan, reformasi pengobatan dan reformasi hunian, semuanya adalah melemparkan bungkusan beban kepada masyarakat, konsekwensi dan tumbal reformasi semuanya dibebankan kepada tubuh kelompok lemah di dalam masyarakat, pada akhirnya hasilnya pasti adalah si besar mengganggu si kecil, si kuat menjarah si lemah.

Adam Smith, leluhur ekonomi liberal beranggapan, apabila persaingan pasar tidak adil, seperti halnya, hukum yang berfihak pada kelompok tertentu, eksistensi perjanjian yang tidak jujur, penanganan perbankan yang tidak adil dan berkomplot dalam pengendalian/permainan harga dan lain-lain, telah menimbulkan monopoli, maka "Tangan yang tak tampak" itu tak mampu berdaya-guna dalam pembagian sumber daya ekonomi dengan efisien dan adil. Adam Smith menentang tegas berbagai monopoli dan penyalahgunaan kekuasaan sebagai hasil produk sampingannya, itu barulah makna sesungguhnya ekonomi liberal yang diimpikannya.

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok terutama berasal dari perdagangan dengan luar negeri. Tutor doktoral universitas iptek Beijing, Zhou Tianyong mengungkapkan, "perdagangan eksport-import Tiongkok sebagian besar dikendalikan dan dalam penguasaan oleh partner anak-anak pejabat tinggi yang berbisnis maupun sedang kuliah di luar negeri.

Menurut pengungkapan laporan terkait, sampai dengan akhir tahun 2005, bisnis eksport-import Tiongkok yang dikelola oleh anak-anak pejabat tinggi di luar negeri setiap tahunnya mencapai US$ 100 miliar, anak-anak dan kroni pejabat tinggi yang menetap di luar negeri yang memiliki harta kekayaan di atas US$ 600 miliar sudah melebihi 1 juta orang, diantaranya partner anak-anak pejabat ada sebanyak 200 ribu orang.

Seiring dengan semakin banyaknya kaum elit politik (kerabat), elit ekonomi dan elit iptek memasuki kewarganegaraan luar negeri, ekonomi Tiongkok khususnya ekonomi lokal bakal semakin terperosok mendalam ke dalam pengendalian investor asing."

"Kaum minoritas merampas hasil pertumbuhan ekonomi, kaum mayoritas memikul modal reformasi masyarakat" adalah akibat langsung dari ketimpangan di Tiongkok dan dari perkembangan ekonomi yang bermetamorfosa. "Bawa pergi kekayaan, tinggalkan GDP bagi Tiongkok, tinggalkan pencemaran lingkungan bagi Tiongkok dan tinggalkan perasaan events bagi rakyat Tiongkok", itulah penulisan realita tentang prototipe pemborosan sumber daya energi dan prototipe ekonomi yang importminded hasil skenario PKC.

Bendahara Dan Keuangan Yang Dikepung Krisis

Sesudah tahun 1997, PKC melalui pengedaran treasury bil dan lain-lain cara untuk melakukan pengeluaran bersifat ekspansi keuangan, menggalakkan berbagai macam "Proyek prestisius". Untuk itu, angka merah bagian bendahara pemerintah pusat dari tahun 1997 yang 56 miliar RMB meningkat menjadi 300 miliar RMB.

Jiang Zemin (mantan pimpinan PKC) di dalam pesta tahun 1999, telah menghamburkan total 180 miliar RMB. Sebuah "Gedung opera negara" telah menghabiskan dana 3 miliar RMB, untuk sebuah pesawat khusus "Angkatan Udara nomer 1" menghamburkan 900 juta. Namun proporsi dari pengeluaran umum di bidang pendidikan, higienis dan pengamanan masyarakat dari total penerimaan bendahara pemerintah malah karena rendahnya patut dikasihani, Tiongkok adalah 7,4%, AS 42%, Inggris 49% dan Kanada mencapai 52%.

Menurut penyelidikan sukarela higienis ke-3 kali dari bagian higienis, dewasa ini lebih dari 50% penduduk kota di seluruh negeri, sebanyak 87% penduduk desa tak memiliki jaminan pengobatan, di wilayah tengah dan barat sekitar 80%, karena tak punya dana untuk periksa dan opname di RS. Sebanyak 50% lebih SMP dan SD di pedesaan dana transportasi dasar sulit dijamin, 40% lebih SD menggunakan gedung dengan kondisi berbahaya, 40% SD kekurangan meja dan kursi belajar, hampir 40% SD pedesaan tak dapat membayar biaya listrik, mempunyai saluran listrik pun tak berani menyalakan lampu.

Mari kita lihat lagi 2 buah daftar nama dari sistem pengobatan dunia oleh PBB, salah satunya ialah daftar efektifitas riil sistem higienis pengobatan, terdapat 192 negara di dalam daftar, RRT berada pada urutan ke-144. Yang kedua ialah daftar sifat keadilan sistem pengobatan, Tiongkok sebagai negara sosialis, urutannya berada pada nomor 188, nomor 4 dari belakang. Boleh dibilang sistem pengobatan Tiongkok adalah paling miskin, dengan kebanyakan negara Afrika saja Tiongkok masih ketinggalan.

Ancaman terhadap bank-bank di RRT juga berlapis-lapis. Menurut penghitungan Lembaga Pemeringkat Utang Internasional Standard and Poors Rating Services dunia, proporsi bad debt bank di RRT sebanyak 45%, dengan lain kata, simpanan rakyat di bank ada separo yang terhanyut.

Radi, kepala analis dari biro penelitian The Brookings Institution terkenal dari AS memperingatkan, peningkatan hutang publik dan bad debt dari bank-bank di daratan Tiongkok sudah sampai ke taraf tak lagi dapat dipikul, kredit dan pinjaman dana pemerintah yang menunggak berjumlah besar, bakal membebani sistem keuangan negara, di daratan Tiongkok sewaktu-waktu mungkin saja terjadi bencana keuangan.
Pelarian modal adalah kelebihan unik lainnya dari sektor keuangan. Para pejabat korup telah kehilangan kepercayaan terhadap PKC, dana yang dikorup pertama-tama harus disimpan di bank luar negeri terlebih dahulu.

Angka pelarian modal adalah persentase dari dana yang dilarikan dibandingkan dengan dana investasi, angka pelarian modal Tiongkok sebelum 1993 adalah 52,3%, kemudian semakin meningkat, belakangan ini angka pelarian modal pada tahun tertentu bahkan melebihi 100%.

Zhu Rongji (mantan PM RRT) mengakui dana pelarian modal menumpuk hingga US$ 200 miliar, hanya pada tahun 2000 dana yang dilarikan ke luar negeri dalam 1 tahun mencapai AS$ 48 miliar, melebihi US$ 40,7 miliar dana investasi pebisnis luar negeri pada waktu itu.

Cadangan devisa besar yang pernah dibanggakan pada akhirnya terbukti telah menjadi kentang panas yang bisa melukai tangan. Cadangan devisa yang berjumlah triliunan US$ di dalam proses pencernaan menimbulkan bank central terpaksa mengedarkan 8 kali lipat RMB/renminbi untuk dibeli kembali, sedangkan 8 trilliun RMB melalui sistem jaringan bank niaga yang diperbesar selapis demi selapis, dana yang beberapa kali lipat dari 8 triliun RMB bagaikan air pasang menerjang masuk sistem ekonomi Tiongkok dan menimbulkan inflasi yang parah.

Harga properti dan saham melambung, air, listrik, batu bara dan lain-lain komoditi umum secara bergantian naik harganya, seiring pula GNP (Gross National Product), daya beli RMB secara riel jatuh dengan parah, sedangkan yang sungguh-sungguh dihantam oleh inflasi adalah kaum kelas berpenghasilan rendah yang sudah sulit mempertahankan hidup mereka.

Barangkali ada orang berkata, problema keuangan Tiongkok begitu parah, maka mengapa AS dan Eropa yang mengalami krisis keuangan, padahal bukankah Tiongkok masih baik-baik saja? Sebetulnya penyebab satu-satunya disini ialah angka tabungan yang tinggi di RRT, apabila rakyat RRT seperti halnya dengan orang AS yang menghentikan dana pinjaman rumahnya dan pergi berbondong-bondong mengambil uang mereka di bank, krisis moneter RRT bakal lebih parah daripada AS entah berapa kali lipat.

Tak heran ada orang yang keluh-kesah dan bergumam:

Kami kehilangan keadilan, kami tak memperoleh efisiensi;

Kami kehilangan idealisme, kami tidak memperoleh realita;

Kami kehilangan "Ikan", kami tidak memperoleh "Kail".

Apakah yang disebut "Reformasi menyeluruh" ini benarkah bisa mengatasinya?
Bagi RRT, sebetulnya apakah "Makna perkembangan ekonomi secara mendasar"?

(Luo Xinhui /Epochtimes/Whs/www.dajiyuan.com)
Era Baru - Dajiyuan Kamis, 30 Oktober 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar