Sabtu, 11 Juli 2009

Jangan Anggap Enteng Sakit Perut...............


Anda tentu panik bila melihat Si Kecil tiba-tiba menangis menahan sakit sambil memegang perutnya. Belum lagi, bila anak jadi tak mau makan dan malah muntah-muntah.

Biasanya, penyebab sakit perut tidak fatal. Masuk angin, salah makan, intoleransi susu, atau terlambat makan merupakan penyebab umum sakit perut yang kerap terjadi. Namun, sakit perut juga bisa menjadi pertanda sakit serius, seperti usus buntu, kolik, atau infeksi saluran kemih. Jadi, penting bagi para orangtua untuk lebih peka mengenali gejala sakit perut, sehingga bisa tepat menanganinya sebelum menjadi hal yang fatal!

Akan tetapi, memberikan pertolongan pertama pada kasus sakit perut anak tak bisa sembarangan. Tetap dibutuhkan observasi dan petunjuk dari gejala lain yang menyertainya. Spesialis anak dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Hermina Jatinegara, Jakarta, dr. Nia Niasari, Sp.A menerangkan, sakit perut bisa dikenali dari gejala penyerta, usia anak, sampai gejala sakit perutnya itu sendiri. Sakit perut, papar Nia, berdasarkan penyebabnya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga golongan, yaitu organik, disfungsional, dan psikogenik.

Organik

Sakit perut organik adalah nyeri yang diakibatkan gangguan organ, baik di luar maupun di dalam organ pencernaan. Pada beberapa kasus, sakit perut organik disertai demam tinggi dan hilang nafsu makan. Misalnya, infeksi pada usus halus lalu menyebar ke selaput usus, hingga mengenai selaput yang menempel di dinding perut. Pada area ini terdapat banyak syaraf, sehingga timbul nyeri. Nyeri yang diakibatkan gangguan organik bersifat terlokalisasi. Biasanya, anak yang lebih besar bisa menunjukkan di mana letak sakitnya. Pada anak yang lebih kecil sakit perut organik terkadang menyebabkan ia terbangun tiba-tiba di malam hari.

Kebanyakan sakit perut organik memang menimbulkan rasa sakit luar biasa, sehingga anak akan menangis dan rewel. Sakit perut tipe organik umumnya timbul secara tiba-tiba, disertai muntah, diare, konstipasi, perdarahan dari pencernaan, berkemih tak lancar, air kencing keruh, volumenya kurang, atau terasa nyeri, dan lainnya. Bisa juga disebabkan luka di lambung, terjadi infeksi bakteri, virus (rotavirus), atau parasit di usus kecil maupun usus besar. Kasus sakit perut organik juga bisa dipicu radang pada pankreas. Namun sakit perut akibat radang pankreas jarang terjadi.

Disfungsi

Sakit perut disfungsional bisa disebabkan berbagai variasi fisiolog (kinerja organ pencernaan) yang normal. Misalnya, intoleransi laktosa dan konstipasi (sembelit). Pada kasus intoleransi laktosa, organ tak bisa mencerna karbohidrat susu (laktosa) sehingga terjadi diare. Sedang pada konstipasi, usus besar yang dipenuhi kotoran teregang hingga menstimulasi syaraf di sekelilingnya. Ini menyebabkan syaraf mengirim sinyal dan menyebabkan sakit perut.

Pada kasus lain seperti kolik, rasa sakit bisa disebabkan usus halus atau usus besar terpelintir. Biasanya didahului oleh gangguan pencernaan lain seperti konstipasi. Atau disebabkan sumbatan, misalnya pada saluran ginjal ke kandung kemih.

Sakit perut tipe disfungsi biasanya berlangsung kurang dari satu jam. Rasa sakitnya hilang-timbul dan tak disertai gejala lain seperti demam atau muntah. Dan tak ada hubungannya dengan buang air besar, aktivitas, atau makanan yang baru dikonsumsi. Sakit perut bisa timbul mendadak, misalnya di area perut atau perut bawah.

Psikogenik

Sakit perut juga bisa disebabkan kondisi psikis yang tertekan. Misalnya, pada tipe anak yang mudah stres, atau anak yang selalu ingin tampil sempurna. “Sakit perut psikogenik ini bukan merupakan kasus klinis, tapi lebih ke psikologis,” ujar Nia.

Sakit perut psikogenik bisa timbul berulang di saat tertentu ketika anak akan beraktivitas. Tanpa disertai gejala lain seperti diare, konstipasi, mual, muntah, hilang nafsu makan, atau karena mengonsumsi makanan tertentu. Hanya, gejalanya berulang pada situasi psikis anak sedang terganggu, misalnya saat akan berangkat sekolah atau akan menghadapi ujian. Jika penyebabnya sudah bisa dilewati atau relatif tenang, akan hilang sendiri.

Sakit perut juga bisa dibedakan berdasarkan usia. Pada anak usia di bawah 4 tahun atau di atas 15 tahun, sakit perut sebagian besar disebabkan faktor organik. Waspadai macam-macam infeksi maupun riwayat ulcers (luka lambung) pada keluarga. Ingat, yang paling penting waspadai gejala usus buntu!
Pada anak usia di atas 5 tahun hingga 14 tahun, sakit perut biasa disebabkan faktor disfungsional. Waspadai pola makan anak atau konsumsi susunya. Bila ditengarai ada riwayat alergi dalam keluarga atau frekuensi buang air besar berkurang, segera konsultasikan ke dokter anak.

Rawat tepat di rumah

1. Istirahat cukup. Ajak anak tidur dengan kepala di bawah untuk memudahkan gas di perut keluar. Atau, posisikan anak di posisi paling nyaman saat sakit perut.

2. Perhatikan asupan makan. Anak sakit perut disertai muntah terus-menerus biasanya kesulitan menelan makanan padat. Berikan sedikit makanan, tapi sering agar tak mudah muntah.

3. Beri cukup cairan. Jika muntah berlangsung berat, anak akan kehilangan cairan tubuh. Jangan hanya diberi air putih, karena tak mampu mengatasi gangguan keseimbangan elektrolit tubuh. Berikan cairan rehidrasi yang bisa dibeli di apotek tanpa resep. Pada anak yang lebih besar, berikan minuman jahe atau sup kaldu ayam/ daging.

4. Hindari susu, jus buah, minuman bersoda, kopi, dan minuman isotonik pada kasus diare. Pencernaan bisa saja tak mampu menoleransi cairan ini.

5. Berikan obat untuk menurunkan gejala penyerta sakit perut anak, misalnya asetaminofen untuk demam (bukan aspirin). Tetapi, jangan memberikan antibiotik, kecuali ada resep dokter. Hindari pemberian obat herbal, terutama jika belum berkonsultasi ke dokter anak.

Laili Damayanti
Jumat, 10 Juli 2009 | 16:46 WIB
KOMPAS.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar