Selasa, 14 Juli 2009

Kebudayaan Tionghoa: Mengetahui Bentuk dengan Melihat Air


Mata manusia kita memiliki kemampuan meneliti banyak hal, namun selalu dari permukaan. Belum ada cara melihat bentuk sejati suatu objek. Contohnya, bila kita ingin melihat diri kita sendiri, kita harus menggunakan cermin. Bila tanpa alat tersebut, kita hanya bisa melihat wajah orang lain. Jadi bagaimana kita dapat melihat dengan benar penampilan kita dan negara Tiongkok? Untuk mengetahuinya, mari kita bereferensi pada kebijaksanaan dari kebudayaan Tiongkok kuno.

Hari ini saya membuka buku Shi Ji (Catatan sejarah) yang ditulis oleh Yi Benji (penulis sejarah kekaisaran). Pada bagian III, saya membaca dialog antara Kaisar Chen Tang dari Dinasti Shang dan pejabat seniornya Chen Yi. Kaisar Chen Tang adalah kaisar pertama dinasti Shang (1600-1046 SM). Dia terkenal karena integritas moralnya. Dia menjelaskan prinsip yang sangat sederhana: Seorang manusia dapat melihat wajahnya sendiri dengan melihat pantulan di air. Begitu juga, seseorang dapat menilai sebuah negara dengan melihat rakyatnya. Apakah mereka menderita, apakah mereka mencintai atau tidak menyukai pemerintahnya, melalui hal-hal tersebut, kita dapat menilai dengan tepat kondisi keamanan suatu masyarakat, juga kebangkitan dan kehancuran suatu negara.

Saat mendiskusikan hal ini, Chen Yi berkata: "Untuk memerintah negara, Anda harus memilih pejabat pemerintah dengan standar moral tinggi, yang Anda percayai akan berbuat yang terbaik bagi kepentingan masyarakat."

Dalam Yi Jing ("Kitab Perubahan") dikatakan "Surga menciptakan satu, satu menciptakan air, dan air menciptakan segala benda. Dalam bab VIII “Tao Te Ching”(kitab agama Tao) disebutkan: "Orang yang terbaik bagaikan air, dia bermanfaat dalam segala hal dan tak pernah bertengkar dengan siapapun. Air berada di tempat yang paling kotor sekalipun, di tempat yang tidak ada orang mau menjangkaunya. Maka ia paling dekat dengan Tao(jalan kebenaran). Diantara segala benda yang ada dalam jagad raya, Lao Zi(Pendiri Taoisme) paling menyanjung air. Dia beranggapan bahwa kebaikan air adalah yang paling mendekati Tao. Dalam dunia nyata, bila kita mengobservasi air lebih sering, maka kita dapat melihat kekurangan diri sendiri, Kita dapat dengan ketat mematut diri sendiri dan mengintrospeksi kedalam saat menghadapi masalah. Ini adalah kwalitas dari orang yang tidak egois.

Kaisar Tang dari Dinasti Shang terkenal akan sifatnya yang tidak egois. Menurut sejarah, tak lama setelah Dinasti Shang didirikan, hujan tak kunjung turun dalam waktu lama dan seluruh daerah dilanda kekeringan. Orang-orang berdoa memohon hujan, namun doa mereka tak terkabulkan. Seorang ahli nujum meramalkan untuk mempersembahkan seorang manusia sebagai tumbal agar hujan dapat kembali turun. Kaisar Tang menarik napas panjang seraya berkata: "Mengusahakan hujan adalah demi kebaikan rakyat, bagaimana boleh mengorbankan nyawa seorang rakyat?" Setelah berpikir beberapa lama, dia berkata: "Bila hanya ini jalan satu-satunya, biarlah saya saja yang menjadi tumbalnya." Dia lalu memilih suatu hari baik, mandi, memotong rambut dan kukunya, kemudian mengenakan pakaian putih yang terbuat dari kain kasar(Pakaian orang zaman dahulu di saat berkabung). Dia berlutut didepan altar persembahan dan berdoa: "Dewa, jika saya telah berdosa, tolong jangan hukum rakyat. Biarkan saya menanggung dosa tersebut; Bila mereka yang berdosa, biarkan saya juga yang menanggungnya." Tak lama kemudian petir bersahutan di langit, dan hujan deras turun ke bumi. Rakyat sangat bahagia dan mengelu-elukan Kaisar Tang yang kembali dari hutan menuju istana dengan selamat.

Sejak zaman lampau, kaisar bijaksana selalu hormat kepada Tuhan. Mereka menjunjung akhlak dan memerintah negara dengan kebaikan dan kebijaksanaan. Mereka berusaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kaisar yang bengis dan keras kepala menolak nasihat baik dan berusaha menyembunyikan kesalahannya, mereka menindas rakyat yang tak bersalah. Hanya orang dengan akhlak tinggi baru dapat sukses memerintah negara. Bagi penguasa bengis dan lalim, saat seluruh masyarakat sudah mencacinya dengan sumpah serapah, maka riwayatnya sudah menjelang ajal. (Erabaru/ch)

Guan Ming, Pureinsight
Kamis, 25 Juni 2009
Erabaru news

Tidak ada komentar:

Posting Komentar