Senin, 31 Mei 2010

Wasiat Seikat Sapu Lidi



Perempuan paruh baya itu, datang tergopoh ke madrasah sederhana di bilangan Jakarta Selatan. Ia menemui pengelola madrasah, sambil menenteng seikat sapu lidi. Tak banyak kata, ia langsung menyerahkan sapu lidi itu. “Saya sudah tua, belum bisa beramal banyak. Saya hanya bisa memberi sapu lidi ini untuk meyapu sampah”, wasiatnya, sembari menolak im balan dari pengurus madrasah.

Kejadian ini agak tak lazim. Sang nenek datang dari jauh, hanya untuk menyerahkan seikat sapu lidi. Di bawah cuaca terik siang itu, ia membagikan tiga ikat sapu lidi, di tiga sekolah yang berbeda. Sembari menyeka peluh, orang tua itu mengurai sebab ia sedekah sapu lidi.

Andaikan kaya, ia ingin mewakafkan tanah untuk masjid dan sekolah, serta menunaikan zakat tiap bulan. Jika ia penguasa, ingin berbuat adil, memihak yang lemah dan menolong yang menderita. Tapi, hingga senja menjelang, Allah belum mengabulkan niat-niat mulia itu. Maka, ia mewujudkan dengan caranya sendiri.

Dengan tenaga yang tak lagi muda, dia minta beberapa lembar daun kelapa ke tetangganya. Dirautnya satu persatu daun kelapa itu, hingga menjadi tiga ikat sapu lidi. Ikatan sapu lidi itu, ia maknai sebagai bentuk persatuan umat. Sapu lidi juga untuk membersihkan sampah, wujud dari gerakan menyapu sampah masyarakat, seperti maling, koruptor, dan penyakit sosial lainnya yang merugikan kehidupan bermasyarakat.

Ia memilih sekolah, harapannya sapu lidi dipahami maknanya. Sebuah generasi yang baik ditempa di sekolah yang mendidik murid-muridnya taat pada kebersihan. Sampah hanyalah simbol kotor yang sejatinya juga melekat pada diri manusia. Sapu lidi dalam diri manusia, adalah bentuk istighfar, evaluasi diri, dan pikiran-pikiran positif yang menuntun manusia menjadi manusia sesungguhnya. Manusia yang taat pada Tuhan, memanusiakan manusia lainnya, tidak berlaku kotor dan berusaha adil.

Seikat sapu lidi, adalah bentuk persatuan umat. Sebuah generasi harus dipahamkan, bahwa perjuangn mencapai kejayaan, tidaklah mampu seorang diri. Berjamaah, itulah kenapa Islam jaya dan membumi sebagai agama samawi di bumi ini. Sifat suka tercerai-berai, bukti sebuah bangsa yang rapuh. Mudah diadu domba dan terjajah.

Dengan bahasa dan sudut pan dang nya itulah, orang tua itu memberikan sapu lidi ke sekolah. Dilihat wujudnya, memang tidak istimewa. Tapi, wasiat yang menyertai sapu lidi itu, ruh yang membuat nasihat dalam seikat sapu lidi menjadi hidup. Ia hanya orang biasa, tapi ia ingin menutup usia dengan makna hidup yang luar biasa.

Setelah menyerahkan sapu lidi, perempuan tua itu pamit. Ia telah menunaikan niat mulianya, dengan cara yang diyakininya sampai tujuan. Ini pelajaran hidup yang bisa dilakukan oleh semua kita. Membuat perubahan positif dari cara-cara sederhana. Mari, kita coba sekarang.

http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/05/26/117184-wasiat-seikat-sapu-lidi

Menjadi Diri Sendiri


Manusia di ciptakan oleh Tuhan dengan di berikan anugerah yang sama, disamping itu setiap orang di ciptakan dengan membawa maksud dan tujuannya masing-masing. Manusia di ciptakan dengan ke-unik-an, bakat dan minatnya masing masing. Tidak ada seorangpun yang sama persis walaupun mereka di lahirkan secara kembar.


Dalam bukunya The Seven Habits of Highly Effective People, Stephen R.Covey, menyebutkan bahwa Tuhan telah memberikan empat anugerah yang ada di dalam diri setiap orang yaitu : Kesadaran Diri, Imajinasi, Nurani, dan Kehendak Bebas.
Manusia harus menyadari bahwa dirinya dapat hidup lebih layak, lebih baik, lebih sukses, lebih bahagia. Dengan kesadaran ini seseorang akan bergerak untuk maju. Dia akan berusaha untuk memperbaiki dirinya terus menerus untuk tujuan perkembangan dan kemajuan. Hasrat untuk maju telah ada di dalam diri setiap orang, dia akan selalu mengusik seseorang untuk bergerak maju. Hasrat inilah yang kita kenal dengan Kesadaran. Tanpa kesadaran diri yang keluar dari dalam dirinya, tak ada seorangpun yang dapat memaksanya untuk berbuat sesuatu untuk merubah diri. Oleh karena itu kesadaran adalah bersifat pribadi dan tidak bisa di paksakan.

Bila seseorang memiliki “ Kesadaran untuk sukses “. Dengan sendirinya dia akan berupaya merubah keadaan dirinya sendiri. Kesadaran ini yang akan menggerakkan dirinya untuk berupaya memperbaiki diri, dan melakukan transformasi diri.
Kesadaran ini sangat penting bagi seseorang, sebab kesadaran ini sesungguhnya merupakan Juru Selamat bagi diri mereka.

Seandainya anda tidak sadar bahwa anda bisa sukses, anda akan duduk diam dan merenungi nasib saja. Seandainya anda tidak sadar bahwa anda bisa bahagia, maka anda tentu akan menyerakah kebahagiaan anda kepada orang lain. Dengan memiliki kesadaran, sebetulnya anda bisa menentukan nasib anda sendiri, sebaliknya bila anda tidak memiliki kesadaran, anda akan cenderung untuk menyerahkan nasib anda kepada tangan-tangan orang lain. Dan hidup seperti ini sangatlah tidak enak. Tidak membahagiakan.

Mulai hari ini amati diri anda, dan sadari keberadaan anda, apakah keberadaan anda saat ini sudah sesuai dengan keinginan anda ?
Anda adalah manusia bebas, tidak ada seorang pun yang bisa membatasi kebebasan anda. Sebab kita telah di berikan kebebasan oleh yang menciptakan kita, berupa Kehendak bebas, oleh karena itu, manusia bebas menentukan pilihan-pilihan untuk dirinya sendiri, anda bebas memilih kehidupan yang anda inginkan. Tidak ada seorang pun yang dapat mempengaruhi pilihan anda, tujuan anda, kecuali apa bila anda menyerahkan hak pilih anda kepada orang lain untuk mengatur hidup anda.

Adalah suatu kebahagiaan bila kita bisa memilih jalan hidup kita sendiri, dan menjalani dengan suka-cita. Pilihlah untuk hidup sukses, bahagia, sehat dan berlimpah. Bila anda dengan sadar memilih yang ini, dan anda meyakininya dengan sangat kuat, maka kehidupan anda akan berubah menjadi seperti yang anda inginkan.

Bila anda sekarang sudah menyadari bahwa anda bisa sukses dan bahagia, lanjutkan dengan memanfaatkan Imajinasi yang sudah terpasang di dalam diri anda, untuk membayangkan kehidupan yang anda inginkan, sukses seperti apa yang anda inginkan, bahagia seperti apa yang anda inginkan. Gambarkan sukses dan bahagia seperti keinginan anda. Ciptakan tujuan akhir yang ingin anda capai, dengan menggunakan imajinasi buatlah gambaran yang jelas, spesifik dan pasti tentang gambar akhir dari tujuan anda. Anda harus membuat gambaran yang pasti tentang kehidupan anda, sebelum anda menjalaninya. Sebab gambaran yang anda buat di dalam pikiran anda, akan menuntun anda di sepanjang jalan menuju pencapaian sasaran atau tujuan hidup anda. Tanpa gambaran yang pasti anda akan kesulitan menentukan arah kemana anda harus melangkahkan kaki.

Sebagai analogi, bila anda ingin mempunyai rumah, anda tentunya harus terlebih dahulu membayangkan seperti apa rumah yang anda inginkan, anda tentunya membayangkan gambaran itu sangat jelas, kemudian anda buatkan gambaran itu tercetak di selembar kerta. Dan setelah gambaran itu tercetak pada selembar kerta, maka berdasarkan gambar itu, anda mulai memanggil tukang bangunan untuk mengerjakannya. Dan dalam pengerjaan rumah itu, anda tetap mengacu pada gambaran yang sudah anda buat itu. Anda pasti senantiasa mencocokan pengerjaan fisik bangunan itu dengan gambarnya. Kalau pengerjaan fisik bangunan itu tidak cocok dengan gambar, sudah pasti anda akan meminta untuk merombaknya, bukan ?

Dalam menjalani hidup ini, hampir sama seperti itu, kita senantiasa melihat pada gambaran mental yang telah kita bentuk, dan selalu menocokan apakah langkah-langkah kita menyimpang dari gambaran mental itu atau tidak.
Oleh karena itu, sangatlah penting bahwa seseorang untuk memiliki gambaran yang jelas tentang hidup yang ingin jalaninya, dan apa saja yang ingin di capainya. Bila tidak, anda akan ke sasar ke tempat-tempat yang tidak anda inginkan.

Nurani ( conscience ) mempunyai kemampuan untuk membedakan mana yang baik , mana yang buruk , mana yang benar dan mana yang salah. Nurani selalu memberikan bimbingan kepada kita. Dia adalah kompas kehidupan kita.
Nurani selalu memberikan sinyal-sinyal dalam bentuk perasaan. Suatu saat anda merasa senang, suatu saat anda merasa gelisah atau takut, itu semua adalah sinyal yang memberitahukan tentang keberadaan anda saat ini. Bila anda merasa takut atau kawatir, itu menunjukkan kepada anda bahwa ada suatu pikiran di dalam diri anda yang bertentangan dengan keinginan anda.

Untuk mengatasi ini anda harus terlebih dulu peka terhadap perasaan-perasaan yang muncul itu. Kemudian anda harus berusaha mencari apa yang sedang anda pikirkan, yang membuat munculnya perasaan takut atau kawatir itu. Anda tidak bisa melawat perasaan ini, sebab semakin anda lawan, perasaan ini akan muncul lebih kuat lagi. Anda harus mengakui keberadaan perasaan itu dan berusaha menemukan penyebabnya dan melakukan perubahan.

Sesungguhnya perasaan negatif itu bukanlah jelek atau buruk, dia hanya berupa sinyal yang mengingatkan anda bahwa anda sedang berada pada jalan yang salah. Maka baliklah pada jalan yang benar.
Bila anda balik pada jalan yang benar, maka anda akan di dampingi oleh perasaan-perasaan positif – misalkan gembira, percaya diri , semangat dll.
Dalam menjalani hidup ini, kita di tuntut untuk senantiasa peka terhadap perasan-perasaan kita sendiri, karena hanya kitalah yang bisa merubah perasaan tidak nyaman menjadi gembira. Jadi, anda sesungguhnya bertanggung jawab terhadap perasaan-perasaan anda sendiri.

Tidak ada hal lain yang lebih membahagiakan kecuali anda hidup di dalam anugerah Tuhan ini. Manfaatkanlah semua anugerah ini untuk kebaikan diri anda. Untuk mengakhiri tulisan ini izinkanlah saya mengutif kalimat yang di sampaikan oleh Wallace D. Wattles, penulis buku The Schience of Getting Rich, yang berbunyi :
Sukses dalam hidup adalah menjadi apa yang anda inginkan “.

Salam Bahagia dan Sejahtera

http://soegiantohartono.blogspot.com/2010/05/menjadi-diri-sendiri.html

Bahagia Adalah HAK ANDA



Setiap hari adalah campuran dari yang baik dan yang jahat, tak ada hari atau keadaan yang 100 % baik. Unsur-unsur dan fakta fakta di dunia ini dan di dalam kehidupan pribadi anda selalu dapat membenarkan, entah pandangan yang pesimistik dan menggerutu atau pandangan yang optimistis serta bahagia, terpulang kepada kita sendiri.

Ini adalah pilihan, perhatian dan keputusan. Itu juga bukan soal jujur atau tidak jujur secara intelektual. Baik itu adalah sama nyatanya seperti jahat.Persoalannya hanyalah yang mana yang kita pilih perhatikan – dan pikiran-pikiran apa yang kita pikirkan.

Kita tidak pernah hidup, melainkan hanya berharap hidup, dan selalu menanti nantikan agar kita bahagia, sehingga kita tidak pernah bahagia. Demikianlah yang di ungkapkan oleh Pascal tentang kehidupan yang banyak orang jalani sehari-hari.

Ketidak-bahagiaan disebabkan : Karena kebiasaan menafsirkan kejadian tertentu sebagai pukulan terhadap harga diri kita. Kita cenderung bereaksi dengan amarah, kebencian, mengasihi diri sendiri / merasa tidak nyaman / senang.

Menurut pendapat George Bernard Shaw : Penyebab utama ketidak-bahagiaan adalah terlalu mengambil hati hal-hal yang sesungguhnya tidak pribadi sifatnya.
Sedangkan menurut pendapat Epictetus : Manusia itu “ Terganggu “, bukan oleh hal hal yang terjadi ( fakta ) , melainkan oleh opini / pendapat mereka sendiri tentang hal hal yang terjadi.

Menurut Dr.John A.Schindler : Kebahagiaan adalah ” Kondisi pikiran dimana kebanyakan pikiran kita menyenangkan “.

Kebahagiaan adalah kebiasaan mental, sikap mental, dan kalau tidak dipelajari dan dilatih mulai sekarang, kebahagiaan itu tidak pernah dialami.Kebahagiaan itu tidaklah dapat dicadangkan untuk nanti, setelah memecahkan masalah eksternal tertentu. Ketika masalah yang satu terpecahkan, timbul lagi masalah lainnya. Kehidupan ini adalah serangkaian masalah. Kalau anda ingin bahagia, anda harus bahagia – titik ( . ) – “ bukan bahagia karena……… “.

Pandangan Spinoza terhadap kebahagiaan adalah “ Kebahagiaan bukanlah Imbalan atas kebajikan, melainkan merupakan Kebajikan itu sendiri “.

Menyenangkan hanya kalau anda menjadikannya menyenangkan. Kita bisa menciptakan kebahagiaan kita sendiri sebab kita bisa memilih pikiran pikiran kita dan bahkan memilih citra diri kita, dan kita sebaiknya melakukannya daripada tergantung kepada orang lain untuk melakukannya.

Ketika Kita Bahagia, kita berpikir lebih baik, berprestasi lebih baik, merasa lebih baik dan lebih sehat, demikian juga organ-organ pengindera kita akan bekerja lebih baik. Sebetulnya Penyakit yang kita alami merupakan akibat dari Kondisi tidak bahagia yang kita alami.

Kebiasaan-kebiasaan kita secara harafiah adalah pakaian yang dikenakan oleh kepribadian kita. Kebiasaan konsisten dengan citra diri kita dan keseluruhan pola kepribadian kita.

Citra diri kita dan kebiasaan kita cenderung sejalan. Ubahlah yang satu maka otomatis anda ubah yang lain. 95 % dari perilaku kita, perasaan kita, dan respons kita adalah karena kebiasaan. Sikap kita, emosi kita dan kepercayaan kita cenderung menjadi kebiasaan.
Kebahagiaan adalah kebiasaan mental yang dapat dikembangkan. Kebahagiaan itu murni Internal.

Kebahagiaan itu dihasilkan bukan oleh objek, melainkan oleh ide-ide, pikiran pikiran, dan sikap sikap yang dapat dikembangkan serta dibangun oleh kegiatan kegiatan individu yang bersangkutan, terlepas dari lingkungannya. Demiian pendapat dari Dr.Matthew N Chappell.

Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang terjadi pada anda. Kebahagiaan adalah sesuatu yang anda lakukan sendiri dan anda tentukan sendiri. Kalau anda nantikan kebahagiaan menyusul anda, terjadi begitu saja, atau dibawakan bagi anda oleh orang lain, kemungkinan besar anda harus menunggu lama sekali. Tak seorang pun dapat memutuskan bagaimana pikiran anda selain anda sendiri. Kalau anda tunggu hingga keadaan membenarkan anda memikirkan pikiran pikiran yang menyenangkan, kemungkinan anda juga akan menunggu selamanya.

Bahagia dapat anda ciptakan sendiri, dengan menciptakan keadaan pada saat-saat tentu, tidak peduli apa yang sedang terjadi di sekeliling anda.
Kebahagiaan atau kebanyakan memikirkan hal hal yang menyenangkan itu, bisa secara di sengaja dan secara sistematis dikembangkan dengan latihan.
Di bawah ini saya sajikan cara untuk mendapatkan kebahagiaan setiap hari dan Ikuti latihan dibawah ini serta lakukan setiap hari :

1. Relaksasi 15 - 30 menit setiap hari.
Luangkan waktu untuk memasuki keheningan, masuki kesadaran saat ini dalam keheningan. Lepaskan semua pikiran-pikiran anda, maksudnya tidak memikirkan pikiran apa pun.

2. Renungkan dan bayangkan diri anda yang terbaik yang anda inginkan, biarkan gambaran ini meresap kedalam diri anda.

3. pilihlan pikiran-pikiran yang menyenangkan dan bayangkan ide-ide atau kenangan-kenangan yang menyenangkan itu. Dapatkan perasaan damai dan tenang ketika anda membayangkan ini.

4. Membayangkan sasaran-sasaran anda.

Setiap orang tentu mempunyai tujuan atau sasaran dalam hidupnya, pikirkan sasaran-sasaran anda, temukan solusi-solusi untuk mencapai sasaran anda itu. Ketika pikiran anda terserap pada upaya mencapai sasaran, dengan sendirinya anda akan merasakan kebahagiaan.

Agar anda mengalami bahagia, anda harus rela berkorban :
Anda harus bersedia untuk melepaskan semua pikiran-pikiran negatif yang selama ini anda pegangi, karena semua pikiran negatif itu tidak akan bisa membuat anda merasakan kebahagiaan.

Pikiran positif adalah sumber kehidupan, kalau anda mengisi pikiran anda dengan pemikiran-pemikiran positif, maka anda akan hidup lebih nyaman, lebih bahagia dan mempu mengekspresikan diri secara bebas. Oleh karena itu hapuskan dan lepaskan pikiran dan sikap negatif seperti tersebut di bawah ini :

• Menghilangkan sikap ragu-ragu.
• Menghilangkan kebiasaan reaktif.
• Menghapuskan kebiasaan marah.
• Menghilangkan sikap takut, khawatir , cemas dan gelisah.
• Menghilangkan sikap sinis, iri hati , dendam dan kebencian.
• Menghilangkan kebiasaan dan kepercayaan lama yang membelenggu.


Pembaca yang budiman, anda adalah nahkoda bagi kehidupan anda sendiri, demikian juga anda bertanggung jawab terhadap kebahagiaan anda sendiri. Kebahagiaan adalah pilihan dan merupakan sikap mental atau kebiasaan yang bisa anda kembangkan sendiri.
Kalau anda ingin mengalami kebahagiaan sepanjang masa, anda harus belajar dan berlatih untuk mengarahkan pikiran dan mengembangkan sikap mental positif.

Salam Bahagia dan Sejahtera.

http://soegiantohartono.blogspot.com/2010/05/bahagia-adalah-hak-anda.html

Minggu, 30 Mei 2010

Kebahagiaan dengan kekuatan sendiri

Rekan – rekan yang saya sayangi

Tuhan tidak pernah menciptakan manusia sebagai "produk gagal".
Tuhan menciptakan manusia dengan misinya masing-masing !

Kita mempunyai nilai yang sangat besar di hadapan Tuhan.
Kita harus sering merenungkan dan membayangkan tentang siapa diri kita ini. Tanpa tindakan ini kita tidak mungkin bisa menemukan diri kita sendiri. Kita harus melakukan eksplorasi diri, mengamati diri secara seksama, dan mengenali apa saja yang kita miliki bukan apa yang belum kita miliki.
Ketika kita telah memutuskan tentang diri kita ini siapa ? Maka kita harus berani menerima diri sendiri apa adanya. Dengan menerima diri sendiri, Kita tidak akan lagi merasa rendah diri serta merasa iri dan cemburu dengan orang lain.

Sesungguhnya salah satu pintu masuk menuju kebahagiaan adalah, ketika kita menjadi diri kita sendiri. Keyakinan kita dengan potensi, bakat, kekuatan dan karakteristik yang ada pada diri kita, membuat kita merasakan keistimewaan dan keunikan yang kita miliki.

Seburuk apapun karya kehidupan kita dan sekecil apa pun prestasi kehidupan kita, maka hargailah itu ! Sebab semua itu kita peroleh dari hasil kerja keras kita, hasil kejeniusan otak kita, dan hasil kreativitas diri kita.

Sungguh, alangkah berbahagianya orang yang mencari ridha hanya kepada Allah semata.
Allah sendiri telah berfirman: “Kebanyakan manusia tiada mengetahui.” Artinya hanya sedikit saja manusia yang dapat memahami kebenaran. Namun, bukan berarti bahwa dirinya lebih hebat dan lebih suci dari orang lain. Dia telah mendengar firman Allah yang berbunyi:
“Janganlah kalian mengklaim diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui siapa yang bertakwa.” (QS. 53: 32).

“Kita yang bahagia” adalah ketika Kita yang menerima “diri sendiri “ dengan perasaan senang, dan berjuang untuk berdiri dengan kekuatan diri sendiri dalam melayani kehidupan. Untuk itu, pastikan bahwa kita merasa merdeka dan tidak dikendalikan orang lain. Pastikan bahwa kita merasa mampu menjalani hari-hari kita dengan kreatifitas tak terbatas. Pastikan bahwa kita menjalani hidup dengan gairah, antusiasme, dan mampu mewujudkan kehendak dengan sebaik-baiknya serta hanya mencari ridha kepada Allah semata .

“Kebahagiaan Kita” menjalani hidup dengan kekuatan diri sendiri adalah sebuah keharusan di dalam meraih semangat hidup. Sebab, ketika Kita menerima diri sendiri apa adanya, dan memutuskan untuk menjalani kehidupan kita melalui kekuatan kemandirian diri sendiri, Kita akan menjadi majikan untuk kehidupan kita sendiri, dan selalu akan mendapatkan kekuatan semangat di dalam perjalanan hidup kita. InsyaAllah Kita selalu mendapat berkah, hidayah dan rahmat dari Allah SWT, amin

Salam

Resep Berani Menghadapi Mati vs Mengenal Tiga Tanda Kematian

Resep Berani Menghadapi Mati

Inna lillahi wa inna ilaihi raji`un. Indonesia kembali berduka. Dalam satu minggu terakhir ini bangsa dan negara Indonesia kehilangan dua orang putra dan putri terbaiknya. Pertama, Gesang Martohartono, sang maestro atau komponis kawakan Indonesia pada Kamis (20/5).

Kedua, mantan ibu negara, Ny Hasri Ainun Habibie, almarhumah istri tercinta mantan presiden ketiga RI, Bacharuddin Jusuf Habibie, yang wafat pada Sabtu (23/5). Kematian merupakan suatu keniscayaan, yang pasti akan datang menjemput setiap makhluk yang bernyawa. Dan ketika jadwal kematian telah tiba, tidak ada seorang pun yang dapat menundanya.

"Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian." (QS Ali Imran [3]: 183). "Maka apabila telah tiba ajal mereka (waktu yang telah ditentukan), tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mereka dapat mendahulukannya." (QS An-Nahl [16]: 61).

Kematian bukanlah cara Allah SWT untuk menimpakan sesesuatu yang menyakitkan kepada umat manusia. Tetapi, kematian adalah undangan Allah, agar hamba-hamba-Nya yang beriman untuk segera datang menjumpai-Nya.

Imam al-Ghazali menuturkan, ketika Malaikat Izrail datang hendak mencabut nyawanya, Nabi Musa AS, berkata, "Bagaimana mungkin Sang Kekasih akan tega menyakiti kekasih yang dicintai dan disayangi-Nya?"

Mendengar pertanyaan tersebut, Malaikat Izrail segera menghadap Allah guna memohon petunjuk-Nya untuk menjawab pertanyaan kritis Nabi Musa itu. Allah SWT memerintahkan Malaikat Izrail untuk kembali lagi menemui Nabi Musa. Ketika Nabi Musa mengajukan pertanyaan yang sama, malaikat Izrail menjawab, "Kekasih mana yang tidak sudi bertemu Kekasihnya, ketika Kekasihnya itu memintanya untuk segera menemuinya?" Mendengar jawaban itu, dengan penuh keceriaan, Nabi Musa mengikhlaskan nyawanya kembali ke hadirat-Nya.

Dari narasi tersebut jelas tergambar bahwa pada hakikatnya kematian merupakan undangan Allah, supaya orang-orang beriman yang dikasihi-Nya, segera datang menjumpai-Nya. Karena itu, pada suatu pagi, ketika dikunjungi Malaikat Izrail di saat sakit, Nabi Muhammad SAW dengan bertanya kepada Malaikat Izrail, "Maksud kedatanganmu ke rumahku pagi ini, hanya untuk berziarah ataukah untuk mencabut nyawaku?"

"Aku datang untuk berziarah sekaligus juga untuk menjemputmu, bila engkau mengizinkannya. Tapi aku akan segera kembali, bila engkau keberatan kujemput hari ini. Ya, Rasul Allah, sampaikanlah kepadaku, apa yang kau ingin kulakukan untukmu hari ini," pinta Malaikat Izrail. "Pertemukanlah aku dengan Tuhanku sekarang juga!" jawab Nabi SAW tanpa ragu.

Orang yang bertakwa kepada Allah, tak perlu merasa takut dengan kematian. Sebab, saat itu pasti akan tiba. Dan saat kematian datang, maka mereka akan tersenyum bahagia, kendati ia akan dilepas dengan derai air mata oleh orang-orang yang menyayanginya.

Bagi orang yang bertakwa, kematian merupakan kesempatan terbaik untuk bertemu dengan Allah. Karena, itulah kebahagiaan yang sesungguhnya. "Sesungguhnya akhirat itu lebih baik untukmu daripada dunia" (QS Al-Dhuha ;93]: 4).


Mengenal Tiga Tanda Kematian


Dikisahkan bahwa malaikat maut (Izrail) bersahabat dengan Nabi Ya'kub AS. Suatu ketika Nabi Ya'kub berkata kepada malaikat maut. "Aku menginginkan sesuatu yang harus kamu penuhi sebagai tanda persaudaraan kita."

"Apakah itu?" tanya malaikat maut. "Jika ajalku telah dekat, beri tahu aku." Malaikat maut berkata, "Baik aku akan memenuhi permintaanmu, aku tidak hanya akan mengirim satu utusanku, namun aku akan mengirim dua atau tiga utusanku." Setelah mereka bersepakat, mereka kemudian berpisah.

Setelah beberapa lama, malaikat maut kembali menemui Nabi Ya'kub. Kemudian, Nabi Ya'kub bertanya, "Wahai sahabatku, apakah engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?"

"Aku datang untuk mencabut nyawamu." Jawab malaikat maut. "Lalu, mana ketiga utusanmu?" tanya Nabi Ya'kub. "Sudah kukirim." Jawab malaikat, "Putihnya rambutmu setelah hitamnya, lemahnya tubuhmu setelah kekarnya, dan bungkuknya badanmu setelah tegapnya. Wahai Ya'kub, itulah utusanku untuk setiap bani Adam."

Kisah tersebut mengingatkan tentang tiga tanda kematian yang akan selalu menemui kita, yaitu memutihnya rambut; melemahnya fisik, dan bungkuknya badan. Jika ketiga atau salah satunya sudah ada pada diri kita, itu berarti malaikat maut telah mengirimkan utusannya. Karena itu, setiap Muslim hendaknya senantiasa mempersiapkan diri untuk menghadapi utusan tersebut.

Kematian adalah kepastian yang akan dialami oleh setiap manusia sebagaimana yang telah ditegaskan dalam firman Allah SWT, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati." (QS Ali Imran [3]: 185).

Karena itu, kita berharap agar saat menghadapi kematian dalam keadaan tunduk dan patuh kepada-Nya. "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS Ali Imran [3]: 102).

Tidaklah terlalu penting kita akan mati, tapi yang terpenting adalah sejauh mana persiapan menghadapi kematian itu. Rasulullah SAW mengingatkan agar kita bersegera untuk menyiapkan bekal dengan beramal saleh. "Bersegeralah kamu beramal sebelum datang tujuh perkara: kemiskinan yang memperdaya, kekayaan yang menyombongkan, sakit yang memayahkan, tua yang melemahkan, kematian yang memutuskan, dajjal yang menyesatkan, dan kiamat yang sangat berat dan menyusahkan." (HR Tirmidzi).

Bekal adalah suatu persiapan, tanpa persiapan tentu akan kesulitan dalam mengarungi perjalanan yang panjang dan melelahkan. Oleh karena itu, "Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa." (QS Al-Baqarah [2]: 197).

Teruntuk Ibu Hasri Ainun Habibie. Selamat Jalan, Ibu ….


NB :

1.Resep Berani Menghadapi Mati
Oleh Dr H Mujar Ibnu Syarif Mag
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/05/29/117607-resep-berani-menghadapi-mati

2.Mengenal Tiga Tanda Kematian

Oleh Imam Nur Suharno
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/05/27/117369-mengenal-tiga-tanda-kematian

Sabtu, 22 Mei 2010

Etos Kerja Dalam Islam


“Dialah Yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. al-Mulk:15)

Islam menghendaki setiap individu hidup di tengah masyarakat secara layak sebagai manusia, paling kurang ia dapat memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang dan pangan, memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahliannya, atau membina rumah tangga dengan bekal yang cukup. Artinya, bagi setiap orang harus tersedia tingkat kehidupan yang sesuai dengan kondisinya, sehingga ia mampu melaksanakan berbagai kewajiban yang dibebankan Allah serta berbagai tugas lainnya. Untuk mewujudkan hal itu, Islam mengajarkan, setiap orang dituntut untuk bekerja atau berusaha, menyebar di muka bumi, dan memanfaatkan rezeki pemberian Allah SWT.

Kata “bekerja” dalam ayat di atas mengandung arti sebagai suatu usaha yang dilakukan seseorang, baik sendiri atau bersama orang lain, untuk memproduksi suatu komoditi atau memberikan jasa. Kerja atau berusaha merupakan senjata utama untuk memerangi kemiskinan dan juga merupakan faktor utama untuk memperoleh penghasilan dan unsur penting untuk memakmurkan bumi dengan manusia sebagai kalifah seizin Allah.

Ajaran Islam, menyingkirkan semua faktor penghalang yang menghambat seseorang untuk bekerja dan berusaha di muka bumi. Banyak ajaran Islam yang secara idealis memotivasi seseorang, seringkali menjadi kontra produktif dalam pengamalannya. Ajaran “tawakkal” yang seringkali diartikan sebagai sikap pasrah tidaklah berarti meninggalkan kerja dan usaha yang merupakan sarana untuk memperoleh rezeki. Nabi Muhammad SAW, dalam sejumlah hadits, sangat menghargai “kerja”, seperti salah satu haditsnya yang berbunyi, “Jika kalian tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, Allah akan memberi kalian rezeki seperti Dia memberi rezeki kepada burung yang terbang tinggi dari sarangnya pada pagi hari dengan perut kosong dan pulang di sore hari dengan perut kenyang.”

Hadits di atas sebenarnya menganjurkan orang untuk bekerja, bahkan harus meninggalkan tempat tinggal pada pagi hari untuk mencari nafkah, bukan sebaliknya pasrah berdiam diri di tempat tinggal menunggu tersedianya kebutuhan hidup. Hal ini dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah SAW yang berdagang lewat jalan darat dan laut dengan gigih dan ulet. Mereka bekerja dan berusaha sesuai dengan kemampuan dan keahliannya masing-masing.

Dalam beberapa ayat di Al Qur’an, Allah telah menjamin rezeki dalam kehidupan seseorang, namun tidak akan diperoleh kecuali dengan bekerja atau berusaha, antara lain pada Surah Al-Jumu’ah ayat 10, dinyatakan; “Apabila telah ditunaikan Shalat, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

Hal ini menunjukkan bahwa Islam menghendaki adanya etos kerja yang tinggi bagi umatnya dalam memenuhi keinginannya, bukan semata-mata hanya dengan berdoa. Bahkan untuk memotivasi kegiatan perdagangan (bisnis), Rasulullah SAW bersabda: “Pedagang yang lurus dan jujur kelak akan tinggal bersama para nabi, siddiqin, dan syuhada.” (HR Tirmidzi). Dan pada hadits yang lain Rasulullah SAW menyatakan bahwa: “Makanan yang paling baik dimakan oleh seseorang adalah hasil usaha tangannya sendiri.” (H.R. Bukhari)

Islam juga mengajarkan bahwa apabila peluang kerja atau berusaha di tempat tinggal asal (kampung halaman) tertutup, maka orang-orang yang mengalami hal tersebut dianjurkan merantau (hijrah) untuk memperbaiki kondisi kehidupannya karena bumi Allah luas dan rezeki-Nya tidak terbatas di suatu tempat, sebagaimana Firman Allah SWT: “Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak…...” (QS. an-Nisa’:100)

Ajaran Islam, sangat memotivasi seseorang untuk bekerja atau berusaha, dan menentang keras untuk meminta-minta (mengemis) kepada orang lain. Islam tidak membolehkan kaum penganggur dan pemalas menerima shadaqah, tetapi orang tersebut harus didorong agar mau bekerja dan mencari rezeki yang halal sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang berbunyi, “Bila seseorang meminta-minta harta kepada orang lain untuk mengumpulkannya, sesungguhnya dia mengemis bara api. Sebaiknya ia mengumpulkan harta sendiri.” (H.R. Muslim). Oleh karena itu, Islam, memberikan peringatan keras kepada yang meminta-minta (mengemis), sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Qayyim, bahwa mengemis kepada orang lain adalah tindakan zalim terhadap Rabbul’alamin, hak tempat meminta, dan hak pengemis itu sendiri.

Tindakan zalim terhadap hak Rabbul’alamin artinya meminta, berharap, menghinakan diri, dan tunduk kepada selain Allah. Ia meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, mempersembahkan sesuatu bukan kepada yang berhak, dan berlaku zalim terhadap tauhid dan keikhlasan. Berlaku zalim terhadap tempat meminta artinya menzalimi orang yang diminta sebab dengan mengajukan permintaan, ia menghadapkan orang yang diminta kepada pilihan sulit antara memuhi permintaannya atau menolaknya. Jika orang itu terpaksa memnuhi permintaanya, ada kemungkinan disertai dengan rasa dongkol. Namun bila tidak memberi, orang itu akan merasa malu. Sedangkan berlaku zalim terhadap diri sendiri artinya seorang pengemis menghina diri sendiri, menghamba bukan kepada Sang Pencipta, merendahkan martabat diri, dan rela menundukkan kepala kepada sesama makhluk. Ia menjual kesabaran, ketawakkalan, dan melalaikan tindakan mencegah diri dari mengemis kepada orang lain.

Islam menuntun setiap orang untuk mendayagunakan semua potensi dan mengarahkan segala dayanya, betapa pun kecilnya. Islam melarang seseorang mengemis sedangkan ia mempunyai sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk membuka peluang kerja yang akan mencukupi kebutuhannya.

Islam mengajarkan, bahwa semua usaha yang dapat mendatangkan rezeki yang halal adalah sesuatu yang mulia, walaupun rezeki itu diperoleh dengan susah payah daripada mengemis dan meminta-minta kepada orang lain. Islam membimbing seseorang agar melakukan pekerjaan sesuai dengan kepribadian, kemampuan, dan kondisi lingkungannya, serta tidak membiarkan si lemah terombang-ambing tanpa pegangan.

Masyarakat Islam, baik penguasa maupun rakyat, diminta untuk mengerahkan segenap potensinya untuk menghilangkan kemiskinan. Mereka harus memanfaatkan semua kekayaan, sumber daya manusia maupun sumber daya alam sehingga akan meningkatkan produksi serta berkembangnya berbagai sumber kekayaan secara umum yang akan berdampak dalam pengentasan umat dari kemiskinan.

Umat Islam diminta bergandengtangan menghilangkan semua cacat yang dapat merusak bangunan masyarakatnya. Masyarakat Islam dituntut menciptakan lapangan kerja dan membuka pintu untuk berusaha (berbisnis). Di samping itu, juga harus menyiapkan tenaga-tenaga ahli yang akan menangani pekerjaan tersebut. Hal ini merupakan kewajiban kolektif umat Islam. Namun, realitas yang ada di masyarakat Islam saat ini sangat jauh dari idealisme yang diajarkan Islam dalam memotivasi seseorang untuk menjadi berhasil dalam kehidupannya.

Faktor utama untuk kembali kepada ajaran motivasi Islam yang berorientasi kepada falah oriented, yakni menuju kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat, adalah membangkitkan kembali semangat ukhuwah islamiyah di antara kita. Hal ini merupakan tugas kita semua secara bersama-sama sebagai umat Muslim yang peduli terhadap keluarga kita umat Islam di seluruh jagad raya agar tidak tertinggal dan dapat “duduk sama rendah berdiri sama tinggi” dengan umat lainnya di muka bumi ini. Dan, terakhir, perlu kita sadari, bahwa Allah SWT tidak akan mengubah nasib kita tanpa kita sendiri mengubah nasib kita, dan oleh karena itu kita harus menjaga dan meningkatkan etos kerja kita agar kita tidak tertinggal oleh yang lain, sebagaimana firman Allah SWT:
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehinga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri………” (QS.13/ ar-Ra’d: 11)

http://baitul-maal.com/artikel/etos-kerja-islam.html

Etos Kerja


Dan katakanlah : "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan" (QS At-Taubah, 9 : 105)


Seburuk-buruk tempat adalah pasar, sebaik-baik tempat adalah masjid
(Nabi Muhammad Saww.)


Secara sekilas membaca hadis tersebut, kita seolah-olah masuk pada suatu dikotomi atau pertentangan yang ekstrem antara kedua tempat tersebut yakni pasar versus masjid. Namun tulisan ini tidak berupaya untuk menajamkan perbedaan pada kedua kutub tersebut Alih-alih untuk memisahkan keduanya, penulis mencoba memadukannya dengan meminjam pandangan dunia Muslim tradisional, sebuah tawaran pandangan yang acapkali digagas oleh Seyyed Hossein Nasr dalam karya-karyanya.

Mengomentari hadis tersebut, Kuntowijoyo, dalam karyanya Dinamika Perjuangan Umat Islam Indonesia, menyebutkan bahwa kedua tempat itu sebetulnya merupakan suatu simbol aktivitas dalam dunia kehidupan Muslim.

"Penafsiran"
Kunto yang didasarkan pada pendekatan sosiologis memaknai "pasar" sebagai simbol aktivitas kerja secara khusus, sedangkan "masjid" dimaknai sebagai wilayah beribadah atau belajar (ta'lim) secara khusus pula.
Memang, bila "kerja" dibatasi maknanya pada matra ekonomi dan sosial belaka, seakan-akan mengesankan adanya dikotomi antara yang profan-duniawi (pasar, kerja) dengan yang sakral-ukhrawi (masjid, belajar). Celakanya, kesan seperti itu tampak begitu kuat di kalangan Muslim sendiri.

Dalam realitanya, cakrawala pandang kaum Muslim modern atas dunia kehidupannya terbagi pada dua kelompok yakni, pertama, kelompok yang lebih terfokus pada urusan "pekerjaan". Mereka sudah mencoba menampilkan kinerja yang profesional, tapi motivasi bekerjanya sangat rapuh, yakni sekadar mencari uang semata. Akibatnya, dari motivasi yang kurang lurus tersebut, keinginannya untuk berderma di jalan Allah amat minim. Ia merasa tidak pantas untuk mengeluarkan sedekah, infak, zakat ataupun khumus karena toh yang bekerja adalah dirinya sendiri. Bukan orang lain. Ia merasa bahwa kekayaan yang ia raih bukanlah anugrah dari Allah, namun dari jerih payahnya sendiri. Jadi, dalam mencari nafkah, mereka begitu punya semangat yang tinggi dan etos yang kuat. Akan tetapi, untuk urusan ilmu atau belajar mereka mencukupkan diri dengan pengetahuan yang sudah terakumulasi sebelumnya.

Kelompok kedua adalah mereka yang memfokuskan diri pada urusan keilmuan/"ibadah". Kelompok ini amat gandrung pada urusan yang sifatnya "intelektual-ritual", namun kurang bisa menampilkan sikap yang profesional dalam bekerja. Artinya, pekerjaan yang mereka tunaikan kualitasnya amat rendah, tidak tepat waktu, dan kurang cita rasa seni. Yang penting, selesai bung ! adalah motto mereka. Dalam mengejar ilmu atau melakukan ibadah ritual, mereka memang "jago"-nya. Namun dalam urusan pekerjaan, mereka tidak punya sikap yang sama. Itu kan duniawi, kilah mereka.

Tafsir sosiologis dari Kunto tentang "pasar" dan "masjid" tampaknya mendekati kenyataan yang menimpa pada kaum Muslimin sendiri. Ideologi "kaum pasar" semakin diperkuat dengan serbuan pandangan materialisme Barat yang sangat memuja benda atau materi. Materilah yang menjadi standar apakah orang ini pantas atau tidak untuk dihormati, dihargai, atau diakrabi. Bahkan dikawini. Andil budaya massa seperti televisi, majalah, koran, ataupun radio semakin memperteguh lagi akan pandangan dunia yang sebetulnya asing, dan tidak berakar pada nadi kehidupan kaum Muslim.
Sedangkan "kaum masjid" seolah-olah muncul di atas ketidakberdayaan dalam menghadapi arus zaman. "Sufisme" menjadi suatu lahan eskapis bagi mereka untuk menghindari kenyataan. Dan, mereka berlindung di bawah istilah-istilah "sabar", "zuhud", "doa", "ziarah", dan sebagainya.

Etos Kerja dalam Islam


Sesungguhnya dikotomi antara "kerja" dengan "belajar" tidak perlu terjadi. Karena, apabila kita menghayati ikrar kita secara mendalam pada proposisi "Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in" dalam surat Al-Fatihah, maka dunia kehidupan kaum Muslimin bernuansa ibadah yang sangat kental. Dalam firman-Nya yang lain, Allah mengatakan, "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah," (QS Adz-Dzariyat, 51 : 56). Sehingga, jelas-jelas tidak ada pemisahan antara yang sakral dengan yang profan, yang duniawi dengan yang ukhrawi.

Ketika mengomentari ayat, "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad (perjanjian) itu" (QS Al-Ma'idah, 5 :1), Raghib Isfahani, sebagaimana dikutip Seyyed Hossein Nasr (1994) mengatakan bahwa perjanjian-perjanjian itu meliputi perjanjian-perjanjian antara Tuhan dan manusia, yakni kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan; [perjanjian antara manusia dan dirinya sendiri; dan [perjanjian] antara individu dan sesamanya.,Dengan demikian, perjanjian (uqud) yang dirujuk pada ayat tersebut berkisar antara pelaksanaan shalat sehari-hari sampai menjual barang dagangan di bazaar, dari sembah sujud hingga kerja mencari penghidupan.

Berangkat dari pandangan dunia tradisional tersebut yang tidak mendikotomikan antara yang sakral dan yang profan, maka etos kerja kaum Muslim selayaknya memperhatikan kualitas pekerjaannya. Ini artinya, dalam bekerja karakteristik spiritual tetap terjaga dan terpelihara yakni pekerjaan itu dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Tanggung jawab terhadap kerja berarti kesiapan untuk bertanggung jawab di hadapan Yang Mutlak karena kerja adalah saksi bagi semua tindakan manusia. Dalam ushuluddin disebut-sebut perihal konsep ma'ad atau qiyamah yang bila diterjemahkan dalam keseharian akan sangat mendukung sekali terhadap profesionalisme dalam bekerja. Di sini konsep ma'ad atau qiyamah bukanlah suatu konsep di langit-langit Platonik melainkan sesuatu yang hidup, membumi.

Penghayatan yang mendalam terhadap prinsip ma'ad akan berimplikasi positif dan konstruktif terhadap perkembangan kepribadian kaum Muslim. Setidaknya dengan menghayati prinsip tersebut, pemuda Muslim tidak mengenal istilah pengangguran.
Konon, praktik shalat wajib di kalangan Syi'ah yang mencakup shalat fajr, shalat siang hari (Zhuhur dan 'Ashar), dan shalat malam hari (Maghrib dan 'Isya), merupakan refleksi etos kerja mereka yang begitu tinggi dan manifestasi produktivitas dalam berkarya. Artinya, bila kaum Syi'ah selesai melaksanakan shalat siang hari, maka setelah selesai shalat dan zikir, mereka akan kembali bekerja dengan semangat yang tetap terjaga. Bukan meneruskannya dengan aktivitas yang kurang produktif dan tidak bermanfaat.

"Kerja berkaitan erat dengan doa dan hidayah bagi semua masyarakat tradisional dan kaitan ini dirasakan dan diaksentuasikan dalam Islam," tulis Nasr (1994). Dengan mengamati lafaz adzan Syi'ah, dengan formulasi hayya 'ala al-shalah, hayya 'ala al-falah, dan hayya 'ala khair al-'amal, Nasr menyimpulkan bahwa shalat dan kerja memiliki keterkaitan yang prinsipal. "Di sana hubungan antara shalat, kerja, dan amal saleh selalu ditekankan," lanjutnya.

Perspektif Islam yang padu, menolak membedakan antara yang sakral dan yang profan, yang ukhrawi dan yang duniawi, yang religius dan yang sekular atau, secara lebih spesifik, antara shalat dan kerja. Implikasi praktisnya adalah bahwa sebagaimana kita mencoba khusyu dalam shalat, maka begitu pula dalam bekerja kita mencoba untuk meng-khusyu'-kan diri. Dalam bahasa bisnisnya, berusaha bersikap lebih profesional.
Lebih jauh, sebagaimana ketakutan pada Tuhan dan tanggung jawab kepada-Nya dalam ekspresi shalat kita, maka demikian pula kita dalam pekerjaan kita. Karena, "Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu." [ ]

http://aljawad.tripod.com/arsipbuletin/etoskerja.htm

Riba dan Dampak-dampak Ekonominya

Riba dalam Islam hukumnya haram, karena mengandung unsur ketidak-adilan dan pengambilan harta orang lain dengan cara batil. Inilah yang dipahami umat di awal sejarah Islam.

Al-Qur’an menjelaskan bahwa hak seseorang itu terbatas pada harta pokoknya, tidak lebih. Kelebihan yang diambil sebagai kompensasi kredit adalah zhalim, dimana kezhaliman itu hukumnya jelas-jelas haram. Allah berfirman, ‘Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.’ (Qs Al-Baqarah: 279)

Menurut Ibnu ‘Abbas, maksud dari tidak menganiaya dan tidak dianiaya adalah: kalian tidak mengambil melebih hak dengan cara yang bati, dan hak kalian tidak dikurangi.

Allah sebenarnya telah mengharamkan riba kepada Yahudi, namun mereka mempraktikkan riba dengan berbagai intrik, dan mengambil harta orang lain dengan cara yang batil. Allah berfirman, ‘Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.’ (Qs An-Nisa’: 161)

Pada hari ini, para pakar ekonomi memahami lebih banyak lagi bahaya riba mengikuti perkembangan praktik-praktik ekonomi. Di antaranya adalah: buruknya distribusi kekayaan, kehancuran sumber-sumber ekonomi, lemahnya perkembangan ekonomi dan permodalan, pengangguran, dan lain-lain. Semua itu menunjukkan bahwa aturan syariat ini sarat dengan mukjizat, dan bahwa al-Qur’an ini bersumber dari Allah, bukan dari Muhammad saw.

Distribusi Kekayaan secara Tidak Adil:

Praktik kredit dengan bunga hanya terpusat pada individu-individu yang mampu memberi jaminan pelunasan hutang dan bunganya, dan hal itu mengakibatkan konsentrasi kekayaan negara pada sejumlah kecil individu.

Hal ini ditegaskan Dr. Hjalmer Schacht, warganegara Jerman mantan direktur Reichsbank, ‘Dengan praktik yang simultan tampak bahwa seluruh kekayaan dunia ini lari kepada sejumlah pemodal, karena pemodal selalu untung dalam setiap bisnis. Sementara kreditur beresiko rugi atau untung. Karena itu, semua kekayaan ini pada akhirnya secara matematis akan mengalir kepada pihak yang selalu beruntung.’
Fenomena lain distribusi kekayan yang tidak adil adalah subordinasi profesionalisem terhadap kapitalisme. Produksi sesungguhnya berpijak pada dua unsur: keahlian dan modal. Keahlian-lah yang seharusnya menjadi fundamen, karena keahlian menghasilkan kekayaan, dan implikasinya adalah kedua unsur itu sama-sama menanggung untung-rugi.

Manhaj Islam dalam hal ini adalah mendistribusikan kekayaan secara merata kepada masyarakat dan memutar kekayaan di antara mereka. Karena itu, alasan Islam membagi-bagikan harta rampasan—sebagai salah satu sumber kekayaan dalam Islam—kepada orang-orang yang berhak adalah agar kekayaan itu tidak terpusat pada tangan orang-orang kaya saja, melainkan berputar di antara masyarakat. Allah berfirman, ‘Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.’ (al-Hasyr: 7)

Yang menjadi perhatian Islam adalah agar individu-individu yang menjalankan bisnis itu adalah individu-individu yang memiliki sifat amanah, kapabilitas, dan komitmen. Hal inilah yang mendorong realisasi keadilan sosial dalam distribusi kekayaan dan penghasilan di tengah masyarakat.

Hancurnya Sumber-Sumber Ekonomi

Kredit sistem bunga lebih membidik program-progam yang tidak memiliki manfaat yang hakiki bagi kehidupan manusia, sehingga pada akhirnya mengakibatkan kehancuran sumber-sumber ekonomi. Bukti mencolok yang kita saksikan hari ini adalah banyak orang yang meminjam uang bank hanya untuk membeli perabotan rumah yang sifatnya, seperti kulkas, mesin cuci, televisi, atau barang-barang konsumsi seperti makanan dan minuman, dan benda-benda lain yang sifatnya untuk hiburan.

Pembiayaan dengan sistem bunga mengakibatkan kemudahan hutang-piutang, tanpa ada kaitan dengan kegiatan ekonomi yang konkret, dan hal ini pada gilirannya mengakibatkan dua hal:

Pertama, prosentase yang besar dari pinjaman individual itu lebih dialokasikan pada kebutuhan-kebutuhan jangka pendek daripada kebutuhan-kebutuhan jangka panjang. Hal ini menunjukkan kesemrawutan cara belanja di tengah masyarakat, sehingga mengakibatkan individu-individu lebih bergantung pada hutang untuk menjalankan kehidupannya sehari-hari.

Contoh, kalau seseorang membeli secara kredit kulkas dengan harga satu juta rupiah, maka manfaat dari kulkas itu sebanding dengan margin laba yang ditetapkan dalam jual-beli tempo. Ini adalah kegiatan ekonomi yang konkret. Tetapi jika seseorang meminjam uang 1 juta dan mengembalikan 1.5 juta, maka manfaat dari seratus lima ratus ribu itu ada kalanya sebanding dengan kelebihan nilai karena berlakunya pembayaran tempo, dan ada kalanya tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh kreditur. Bisa jadi uangnya itu habis untuk melunasi hutang, atau membiayai keluarga, atau membeli barang-barang konsumtif secara berlebih.

Dengan contoh tersebut, kita bisa membedakan antara margin laba dan riba sebagai berikut:

1. Kelebihan dalam jual beli itu merupakan kompensasi pengadaan barang, sedangkan kelebihan dalam riba merupakan kompensasi terhadap pembayaran tempo semata.

2. Kelebihan dalam jual beli adalah kelebihan dalam barter yang sah antara dua benda yang berbeda bentuknya. Sedangkan kelebihan dalam hutang tidak, karena pembayarannya dengan satu jenis, dimana tidak boleh ada kelembihan dan kekuarangan di dalamnya.

3. Barang yang dijual itu diambil keuntungannya satu kali, dan meski demikian manfaatnya berlangsung, baik lama atau singkat. Hal itu berbeda dengan riba, dimana hutang diserahkan satu kali, tetapi ribanya atau manfaatnya berlangsung tanpa terputus.

4. Jual beli mengandung resiko dari dua segi: Pertama, resiko penurunan harga atau keausan barang ketika akan dijual. Kedua, resiko kerusakan saat barang itu masih ada di tangan penjual. Sementara harta riba itu tidak terkena resiko, melainkan sebagai pinjaman yang terjamin dan wajib dikembalikan.

Islam memberi setiap jenis modal itu keuntungan yang sesuai. Islam memberi modal SDM (pekerjaan) upah tetap atau saham (saham pekerja, misalnya), memberi keuntungan kepada modal asumtif berupa saham, bukan gaji tetap, dan memberi modal value berupa upah tetap, bukan saham, seperti sewa alat produki.

Lemahnya Peningkatan Ekonomi dan Investasi

Di antara tujuan sistem keuangan Islam dan lembaga perbankan Islam adalah kemitraan dalam pembangunan, membiayai proyek-proyek positif dengan sistem kerjasama, sesuai kaidah untung-rugi ditanggung bersama. Akad-akad dalam Islam—seperti mudharabah, musyarakah, istishna’, murabahah, dan lain-lain—memiliki keistimewaan karena ia berinteraksi dengan barang (produksi) untuk melahirkan sejumlah kegiatan ekonomi yang menyerap lebih banyak tenaga kerja dan membantu mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

Di antara tujuan sistem keuangan Islam dan lembaga perbankan Islam adalah kemitraan dalam pembangunan, membiayai proyek-proyek positif dengan sistem kerjasama, sesuai kaidah untung-rugi ditanggung bersama. Akad-akad dalam Islam—seperti mudharabah, musyarakah, istishna’, murabahah, dan lain-lain—memiliki keistimewaan karena ia berinteraksi dengan barang (produksi) untuk melahirkan sejumlah kegiatan ekonomi yang menyerap lebih banyak tenaga kerja dan membantu mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

Sistem bunga menghambat pertumbuhan ekonomi karena faktor-faktor berikut:

1. Besarnya jaminan pinjaman berbunga sehingga tidak ada yang bisa memenuhinya selain orang-orang kaya, dan ini menghalangi para profesional dari kalangan menengah ke bawah untuk berbisnis karena tidak adanya jaminan yang cukup.

2. Perhatian kreditur untuk mengembalikan pembayaran hutang pokok dan bunga itu lebih besar daripada perhatian mereka terhadap kesuksesan proyek.

3. Adanya beban produksi yang lebih sehingga mengakibatkan penurunan laba bersih, dan ini pada gilirannya tidak mendorong investasi.

4. Upaya menjaga legal reserve setiap bank sentral mengakibatkan banyak dana tidak tersalur untuk ivestasi dan produksi.

Inflasi:

Arti inflasi berkisar pada peningkatan jumlah uang yang mengakibatkan tingginya barang. Inflasi adalah fenomena yang ditunjukkan oleh menurunnya daya beli masyarakat disebabkan naiknya harga barang, yang secara garis besar dipicu faktor-faktor sebagai berikut:

1. Peningkatan peredaran mata uang di pasar yang salah satunya diakibatkan sistem kredit dengan bunga, sehingga pada gilirannya mengakibatkan peningkatan harga barang. Karena itu, berbagai otoritas moneter di sebagian besar negara berkembang menaikkan suku bunga sebagai bagian dari program penahanan laju inflasi, dan untuk menekan angka permintaan kreditur terhadap kredit, karena pembatasan kredit itu menjadi salah satu faktor penahanan laju inflasi.

2. Peningkatan suku bunga mengakibatkan peningkatan harga, dan herannya penurunan suku bunga juga mengakibatkan peningkatan harga barang. Jadi, harga akan terus naik selama sistem bunga berlaku, dan harga tidak akan stabil kecuali dengan hilangnya bunga.

Pengangguran:

Dua masalah terbesar yang dihadapi ekonomi kapitalis adalah pengangguran dan inflasi. Meningkatnya angka pengangguran itu korelatif dengan peningkatan inflasi, karena peningkatan harta tanpa dibarengi kenaikan gaji yang cukup akan mengakibatkan penurunan demand terhadap barang, dan pada gilirannya akan mengurangi volume investasi dan produksi, dan hali tu memicu meningkatnya angka pengangguran.

Sistem bunga mendorong munculnya satu kelompok pengangguran yang mapan, yang para nasabah bank yang duduk ongkang-ongkang kaki namun memperoleh masukan tetap dari bunga simpanannya. Demikian pula, para pemilik modal lebih memilih meminjamkan kekayaan mereka dengan sistem riba daripada menginvestasikannya untuk mendirikan proyek-proyek industri atau pertanian atau perdagangan. Karena itu ia memperkecil lapangan kerja, sehingga pengangguran tersebar di tengah masyarakat yang menganut sistem riba.

Gagasan ini dikemukakan oleh ekonom Kenzi, ‘Full employment (nol pengangguran) adalah kewajiban pertama negara, dan itu tidak terealisir kecuali jika suku bunga diturunkan hingga nol atau mendekati nol. Full employment berarti setiap pencari kerja memperoleh peluangnya.’

Jadi, Kenzi berpandangan bahwa solusi terhadap masalah pengangguran adalah dengan menghapus bunga atau menurunkannya hingga batas paling rendah. Ini adalah pendapat seorang pakar ekonomi non-muslim, yang menunjukkan bahwa Islam sarat mukjizat berkaitan dengan masalah riba. Kita tahu bahwa negara Jepang telah menerapkan konsep bunga nol persen sejak 15 tahun yang lalu, sehingga memicu ekonominya berkembang pesat. Alasannya adalah bunga mengakibatkan peningkatan harga barang, dan itu mengakibatkan permintaan terhadap barang berkurang dan konsumsi menurun, dan itu memicu kelebihan produksi. Terkadang untuk menekan harga barang produsen mengambil langkah penurunan standar gaji pekerja atau mem-PHK sebagian dari mereka.

Dr. Abdul Majid Diyah

http://efrialdy.wordpress.com/2009/09/10/riba-dan-dampak-dampak-ekonominya/

Tanda-tanda Kekuasaan Allah pada DNA


Pertanyaan tentang eksistensi Allah yang dilontarkan kaum atheis selama kurun waktu yang lama itu roboh dengan sendirinya. Hukum perubahan dan darwinisme, apabila dihadapkan pada penemuan-penemuan baru di alam semesta dan pada anatomi tubuh manusia, akan menjadi sesuatu yang menggelikan, selayaknya klaim-klaim yang tidak bisa dipertahankan dan sepatutnya ditutup dalam arsip sejarah sebagai sesuatu yang tidak pernah terbukti dan sekaligus kontradiktif.

Segala sesuatu mulai dari atom hingga galaksi didesain untuk kebaikan bagi umat manusia. Penemuan DNA, unsur-unsur pokoknya, serta bagiamana ia bekerja, menghasilkan serangan hebat yang lain terhadap hukum perubahan. Allah di dalam al-Qur’an berfirman, “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?”
(Qs Fushshilat: 53)

Allah juga berfirman, “Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini.” (Qs Al-Jatsiyah: 4)

Bruce Alberts, presiden National Academy of Sciences, mengatakan, ‘Seluruh sel dapat dilihat sebagai pabrik yang berisi jaringan elaboratif untuk menyabungkan garis-garis pertemuan, dimana masing-masing terdiri dari satu set mesin protein yang besar.’

Bahkan sel-sel yang paling sederhana itu membuat decak kagum dengan mesin high-tech-nya. Di sisi luar, permukaannya dipenuhi dengan berbagai sensor, gerbang, pompa, dan pengidentifikasi.

Di bagian dalam, sel-sel itu dikemas dengan pembangkit tenaga, tempat kerja yang otomatis, dan unit-unit daur ulang. Monorel-monorel miniatur mengangkut berbagai Artikelal dari satu lokasi ke lokasi yang lain.

Pabrik modern yang paling maju dan otomotis, dengan berbagai komputer dan robotnya yang seluruhnya terkoordinasi dengan jadwal waktu yang presisi saja masih kurang kompleksnya dibanding pekerjaan-pekerjaan di dalam satu unit sel.

‘Suatu bakteri jauh lebih kompleks dibanding setiap sistim yang mati yang dikenal manusia. Tidak ada suatu laboratorium di dunia yang dapat menyaingi aktivitas biokimia organisme hidup yang paling kecil. Satu sel lebih rumit dibanding komputer paling besar yang yang pernah dibuat manusia.’ (Sir James Gray, Cambridge University)

DNA itu seperti suatu bahasa di dalam inti sel, suatu pesan molekular, satu set perintah yang menceritakan sel itu bagaimana caranya ia membangun protein—lebih menyerupai perangkat lunak yang diperlukan untuk menjalankan komputer. Lebih dari itu, banyaknya keterangan DNA sangat mengejutkan. Satu sel dari tubuh manusia berisi informasi tiga atau empat kali lebih banyak dibanding 30 volume Encyclopedia Britannica. Sebagai hasilnya, pertanyaan tentang asal-muasal hidup yang sekarang harus diredifinisi, sebagaimana pertanyaan tentang informasi biologis yang orisinal. Dapatkah informasi itu muncul dari alam sendiri? Atau apakah itu memerlukan suatu ‘intelligent agent’?

DNA terdiri dari bahan-bahan kimia alami (basis, gula, fosfat, yang bereaksi menurut hukum alam). Apa yang membuat DNA berfungsi sebagai suatu pesan itu bukan bahan kimia itu sendiri, tetapi lebih merupakan sekuen mereka, pola mereka. Bahan kimia dalam DNA dikelompokkan ke dalam molekul-molekul (yang disebut nukleotida) yang bertindak seperti surat-surat di suatu pesan, dan mereka harus di dalam perintah tersendiri jika pesan itu akan dapat dimengerti. Jika surat-surat itu campur aduk, maka hasilnya nonsense. Sehingga pertanyaan yang penting adalah apakah sekuen dari bahan kimia ‘surat-surat’ muncul sebab-sebab alam, ataukah ia memerlukan satu sumber yang cerdas? Apakah ia produk dari hukum atau produk desain?

Karena DNA berisi informasi, maka kasus itu lebih dapat dijelaskan dengan istilah-istilah teori informasi, suatu bidang penelitian yang menyelidiki bagaimana informasi-informasi itu ditransmisikan. Ilmuwan naturalistik hanya mempunyai dua cara yang mungkin untuk menjelaskan asal-muasal hidup—apakah itu chance (kebetulan) atau hukum alam. Tetapi teori informasi menyediakan suatu piranti yang tangguh untuk mendiskonto kedua penjelasan tersebut. Chance dan hukum sama-sama menjurus kepada struktur-struktur dengan isi informasi yang rendah, sedangkan DNA mempunyai suatu isi informasi yang sangat tinggi.’

Sekuen basis DNA tidak bisa dijelaskan dengan hukum alam karena tidak ada hukum kimia bahwa membuat setiap sekuen lebih mungkin dibanding yang lain. Pada waktu yang sama, sekuen-sekuan tersebut sangat rumit, sehingga ia tidak bisa dijelaskan sebagai sesuatu yang kebetulan.

‘Berdasarkan faktor-faktor kemungkinan, setiap helai DNA yang sehat mempunyai lebih dari 84 nukleotida, dan itu tidak mungkin sebagai akibat dari mutasi-mutasi yang sembrono. Pada tahap itu, kemungkinan-kemungkinan tersebut adalah 1 dari 480 x 1050. Nomor seperti itu jika dituliskan akan terbaca:
480,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000.

‘Para ahli matematik setuju bahwa suatu jumlah syarat di atas 1050, secara statistik, adalah a zero probability (nol kemungkinan). Setiap jenis yang kita kenal, termasuk bakteri sel tunggal yang paling kecil, mempunyai jumlah nukleotida lebih besar dari 100 hingga 1000. Faktanya, bakteri sel tunggal menampilkan sekitar 3,000,000 nukleotida, yang dibariskan di suatu sekuen yang sangat khusus. Ini berarti bahwa tidak ada kemungkinan matematis apapun bagi suatu spesies untuk menjadi produk dari kejadian yang acak atau bermutasi (menggunakan pernyataan favorit para evolusionis).’ (I.L.Cohen, Darwin was Wrong, 1984, hlm. 205)

Studi terhadap DNA menyediakan bukti baru yang kuat bahwa hidup adalah produk desain yang cerdas. Dewasa ini, bergantung pada harapan bahwa beberapa proses natural akan ditemukan untuk menjelaskan DNA, adalah sikap yang amat tidak logis. Proses yang susah dimengerti yang diharapkan para natularis untuk ditemukan itu sepenuhnya tidak akan ditemukan.

Meski manusia 97% dari struktur DNA mereka dengan beberapa binatang yang lebih tinggi, namun 3% yang terakhir itu sangat vital, dimaan semua peradaban manusia, agama, seni, ilmu pengetahuan, filsafat, dan yang paling penting moral mereka, tergantung padanya.

Inilah 3% yang membedakan antara pandangan theistik (rabbani) tentang asal-muasal manusia dari pandangan yang non-theistik. Seperti yang telah diperingatkan John Quincy Adams sejak dahulu, bahwa tanpa suatu kepercayaan asal-muasal yang theistik (dalam perbedaan 3% itu), manusia tidak akan memiliki nurani. Ia lebih tidak memiliki hukum dibandingkan harimau dan ikan hiu.’

Allah berfirman di dalam al-Qur’an, “Dan katakanlah, “Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (Qs An-Naml: 93)

(Sumber : www.islam-guide.com)
http://efrialdy.wordpress.com/2009/10/10/tanda-tanda-kekuasaan-allah-pada-dna/

PERBEDAAN PENDAPAT YANG DIBENARKAN



Islam membenarkan perbedaan pendapat apabila berhadapan dengan isu-isu cabang (furu’) dengan syarat pokoknya (ushul) berdiri di atas sesuatu yang disepakati. Pokok atau ushul yang dimaksudkan adalah al-Qur’an dan al-Sunnah. Al-Qur’an dan al-Sunnah saja tidak cukup, karena sejarah telah membuktikan kehadiran banyaknya individu atau aliran menyeleweng yang tetap merujuk kepada al-Qur’an dan al-Sunnah.

Kenapa mereka bisa menyeleweng? Karena mereka menafsirkan ke dua sumber tersebut berdasarkan penafsiran versi mereka sendiri. Oleh sebab itu penafsiran perlu ditambah dengan syarat-syaratnya yaitu berdasarkan pemahaman para sahabat (karena merekalah yang paling memahami tujuan, konteks dan cara mempraktikkan al-Qur’an dan al-Sunnah) dan menggunakan kaidah-kaidah ilmu yang telah ditetapkan oleh ilmuwan Islam.

“Kaidah-kaidah ilmu”, yang dimaksudkan adalah ilmu Ushul al-Tafsir, ilmu Takhrij Hadith, ilmu Ushul al-Fiqh dan sebagainya. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

* Ilmu Ushul al-Tafsir antara lain melingkupi bentuk penyusunan ayat, kategori ayat antara Makkiyyah dan Madaniyyah, antara Muhkamat dan Mutasyabihat, Nasikh dan Mansukh dan berbagai metode dalam menafsirkan sebuah ayat.

* Ilmu Takhrij Hadith adalah mengambil sebuah hadis daripada kitabnya yang asal, menelusuri sanad-sanad atau jalan-jalan periwayatannya, menyimak kedudukan para perawinya dari sudut al-Jarh wa al-Ta’dil dan akhirnya menilai derajat hadis tersebut apakah sahih, hasan, dhaif dan seterusnya.

* Ilmu Ushul al-Fiqh adalah ilmu yang menggariskan metode-metode untuk mengeluarkan hukum daripada nas al-Qur’an dan al-Sunnah. Selain itu hukum juga boleh dikeluarkan melalui metode lain seperti ijma’, qiyas, istihsan, istihlah, qaul shahabah dan sebagainya.

Mungkin ada yang bertanya, jika pokok atau ushulnya adalah sesuatu yang disepakati, kenapa hasil yang muncul adalah berbeda-beda?

Jawabannya adalah sebagai berikut:

1. Sebagian nas, yakni ayat al-Qur’an atau al-Sunnah, ada yang memiliki satu maksud (Qath’ie), manakala sebagian lainnya ada yang memiliki beberapa maksud (Dzanni). Terhadap nas yang memiliki satu maksud, memang tidak dibenarkan adanya perbedaan pendapat. Akan tetapi bagi nas yang memiliki beberapa maksud, perbedaan pendapat mungkin terjadi, dan ini dibenarkan.

2. Setiap hadis perlu dinilai derajat kekuatannya sebelum dapat dijadikan sumber hukum. Akan tetapi dalam menilai kekuatan hadis, banyak pendapat yang muncul. Mungkin sebagian tokoh menilai sebuah hadis adalah sahih, sedangkan sebagian tokoh yang lain menilai hadis yang sama sebagai dhaif. Ini adalah perbedaan pendapat yang dibenarkan, asalkan tokoh-tokoh tersebut layak untuk menilai derajat hadis.

3. al-Qur’an dan al-Sunnah perlu dipahami berdasarkan pemahaman para sahabat dan kaidah-kaidah ilmu yang telah digariskan oleh para ilmuwan Islam. Namun adakalanya timbul perbedaan dalam memilih metode yang paling tepat, sehingga akhirnya menghasilkan kesimpulan hukum yang berbeda. Ini sekali lagi merupakan perbedaan yang dibenarkan asalkan dihasilkan oleh mereka yang layak untuk berijtihad.

Ada tiga cara untuk mendapatkan rahmat Allah SWT apabila berhubungan dengan pendapat-pendapat yang masuk dalam kategori ini, yaitu:

1. Menerima dan melaksanakan semua pendapat – Jika di dalam sebuah perkara terdapat perbedaan pendapat, maka hendaklah diterima dan dilaksanakan semua pendapat yang ada. Bila ini tidak dilakukan, orang awam akan menyangka bahwa hanya ada satu pendapat untuk perkara tersebut dan berkeras bahwa hanya pendapat itulah yang benar. Ini menyebabkan kejumudan dan perpecahan dalam umat Islam. Karena masyarakat akan menyangka bahwa hanya apa yang mereka praktekkan saja benar, sedangkan apa yang dipraktekkan oleh masyarakat di tempat lain adalah salah.

Sebagai contoh, jika imam membaca Basmallah dengan kuat ketika sholat Maghrib, maka hendaklah dia membaca Basmallah dengan perlahan bagi sholat Isya. Jika hari ini imam membaca doa qunut ketika sholat subuh, hendaklah keesokan harinya dia tidak membaca doa qunut. Dengan demikian masyarakat menyadari, bahwa qunut shubuh adalah masalah furu’ dan tidak patut digunakan untuk memecah belah masyarakat.

2. Memberi prioritas kepada usaha lain yang lebih penting – Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam keberagaman pendapat, seseorang mampu mengkaji dan mengunggulkan satu pendapat yang paling kuat (rajih). Akan tetapi apa yang dianggap kuat olehnya mungkin dianggap lemah (marjuh) oleh orang lain, demikian pula sebaliknya. Perdebatan masalah ini tidak akan menemukan titik akhir.

Bagi orang awam, jangan buang-buang waktu dengan perdebatan tersebut. Memerah pikiran dan tenaga untuk membedakan antara yang rajih dan marjuh tidak sepatutnya menjadi prioritas seorang Muslim yang hendak mencari rahmat Allah pada zaman ini. Banyak isu lain yang patut diberikan prioritas seperti memberantas bid’ah, membetulkan penyelewengan agama oleh golongan Islam Liberal, Syi’ah, Orientalis dan media, berdakwah kepada golongan bukan Islam, dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Oleh sebab itu hendaklah seorang Muslim melaksanakan Fiqh al-Awlawiyyat yaitu memberikan prioritas berdasarkan tempat, waktu, dan keadaan.

3. Memberi perhatian kepada pendapat yang lebih memudahkan – Seandainya dalam beragam pendapat, terdapat pendapat atau hukum yang lebih memudahkan umat islam, maka hendaklah diberi perhatian lebih kepada hukum tersebut. Contohnya terdapat dalam masalah layak atau tidaknya seseorang itu dianggap dalam keadaan musafir.

Pendapat pertama menetapkan jarak minimum dan waktu maksimum yang membolehkan seseorang itu dianggap musafir. Yang banyak dipraktekkan di Indonesia adalah untuk dianggap musafir, maka seseorang itu perlu melakukan perjalanan lebih 90 km dan kurang dari 3 hari.

Sedangkan pendapat kedua tidak menetapkan syarat apapun. Asalkan seseorang itu melakukan suatu perjalanan yang melebihi kebiasaan dan tidak berniat menetap dalam perjalanan tersebut, maka dia boleh menqasarkan sholatnya dan berbuka jika sedang berpuasa.

Jika dianalisa, pendapat kedua lebih memudahkan dan mendekati tujuan syari’at islam yang ingin menghindari kesulitan bagi seseorang yang sedang bermusafir.

Adakalanya sebagian orang keberatan untuk menyampaikan sesuatu yang memudahkan umat karena sikap berhati-hati dan khawatir kemudahan itu akan dipermainkan oleh masyarakat. Keberatan ini tidak sepatutnya timbul karena:

1. Sikap berhati-hati memang baik, namun hendaklah juga berhati-hati agar sikap tersebut tidak diletakkan di tempat yang salah. Menyembunyikan sesuatu yang mudah berart menyembunyikan Islam yang sebenarnya.

2. Orang yang mempermainkan hukum agama bukanlah mereka yang mempraktekkan kemudahan agama secara berlebih-lebihan, akan tetapi adalah mereka yang tidak melaksanakan hukum agama sama sekali. Malah yang patut dikhawatirkan adalah, kenapa sebagian masyarakat tidak melaksanakan hukum agamanya? Mungkinkah mereka selama ini dipaksa dengan berbagai hukum yang berat dan azab yang menakutkan sehingga mereka menjadi putus asa dan menjauh dari agama?

PERBEDAAN PENDAPAT YANG DILARANG

Perbedaan pendapat yang terlarang adalah apabila dihasilkan bukan dari pokok (ushul) yang disepakati. Dengan kata lain, perbedaan tersebut dihasilkan dari sumber lain selain dari al-Qur’an dan al-Sunnah, atau berdasarkan pemahaman yang berbeda dengan pemahaman para sahabat dan kaidah-kaidah ilmu.

Kesalahan-kesalahan tersebut adalah:

1. Menjadikan para tokoh agamawan seperti syaikh, imam dan ustaz sebagai sumber pokok agama sehingga menerima apa saja pendapat dan hukum yang mereka keluarkan. Ini adalah satu kesalahan karena peranan para syaikh, imam dan ustaz adalah menyampaikan al-Qur’an dan al-Sunnah berdasarkan pemahaman sahabat dan kaedah-kaedah ilmu, bukannya menggantikan al-Qur’an dan al-Sunnah dengan teori atau kaedah tersendiri.

2. Menjadikan amalan masyarakat dan tradisi sebagai hujah agama, sehingga apa yang dilakukan oleh majoriti dijadikan dalil yang mengatasi al-Qur’an dan al-Sunnah. Ini juga adalah satu kesalahan karena amalan masyarakat dan tradisi bukanlah hujah agama.

3. Menjadikan jamaah masing-masing sebagai tujuan beragama dan menganggap jamaah tersendiri adalah yang paling benar dan paling baik dibandingkan dengan jamaah yang lain. Hasilnya, setiap jamaah akan ada ciri-ciri tersendiri yang dijadikan dalil agama sehingga membelakangi al-Qur’an dan al-Sunnah.

4. Menjadikan kedudukan, kemasyhuran dan kepentingan sendiri sebagai agenda beragama, sehingga ke tahap sanggup menyampaikan pendapat atau hukum yang berlawanan dengan pemahaman yang benar terhadap al-Qur’an dan al-Sunnah.

Walaupun perbedaan pendapat jenis ini adalah dilarang, akan tetapi kita tetap berusaha mencari rahmat Allah SWT dalam berinteraksi dengannya.

Pertama : Berbaik sangka

1. Mungkin orang ini tidak tahu sedang melakukan kesalahan, dan selama ini tidak ada orang yang menerangkan bahwa itu salah.

2. Mungkin ada kesalahpahaman sehingga apa yang disandarkan sebagai kesalahan seseorang, sebenarnya tidak berasal dari orang tersebut.

3. Mungkin orang yang dianggap melakukan kesalahan sebenarnya memiliki hujah yang betul dan tidak diketahui oleh pihak yang menyalahkannya.

Kedua : Menentukan format dialog

Dialog tidak akan menghasilkan manfaat, jika tidak ditetapkan format dialognya. Format dialog yang dimaksudkan adalah mencari dan menyetujui pendapat-pendapat yang paling mendekati al-Qur’an dan al-Sunnah berdasarkan pemahaman para sahabat dan metode-metode keilmuwan dalam Islam.

Ketiga : Berdiskusi berdasarkan adab Islam

Keempat : Menjauhi perdebatan

Kelima : Bersikap adil dalam menerima hasil diskusi

Adil sebelum dialog adalah berbaik sangka, adil ketika berdiskusi adalah bersikap lemah-lembut, sedangkan adil setelah berdialog adalah:

1. Jika teman berdialog mengakui kesalahannya, maka bersyukurlah kepada Allah dan jangan mengungkit kesalahannya yang lama.

2. Jika kesalahan yang dilakukan oleh teman dialog itu telah tersebar meluas di kalangan masyarakat, hendaklah dijelaskan kepadanya tentang kesalahan tersebut. Walaupun dia tidak menerima kesalahannya, mungkin di kemudian hari dia akan mengakui kesalahannya dan kemudian bertobat.

3. Jika teman dialog kita tetap ngotot dengan kesalahannya, mungkin cara kita berdialog yang tidak tepat atau mungkin orang itu memerlukan waktu untuk berpikir.

PERSATUAN UMAT DAN KEBERAGAMAN PENDAPAT

Kebanyakan orang menyerukan umat Islam untuk meninggalkan perpedaan pendapat supaya bisa bersatu. Persatuan umat Islam memang penting, tapi ada beberapa kelemahan apabila dikaitkan dengan isu perbedaan pendapat, yaitu:

1. Apabila diseru kepada persatuan umat dengan cara menghindari perbedaan pendapat, seruan seolah-olah melarang masyarakat untuk berbeda pendapat. Ini adalah cara yang salah, karena berbeda pendapat adalah fitrah manusia dan kehendak Allah SWT. Maka cara yang benar bukan menyuruh umat untuk menghindari perbedaan pendapat, tetapi mengajar umat cara berinteraksi dengan keberagaman pendapat.

2. Perbedaan pendapat terbagi dua yaitu yang dibenarkan dan yang dilarang. Apabila berhadapan dengan perbedaan pendapat yang dibenarkan, maka persatuan umat haruslah didahulukan. Ini karena isu cabang tidak boleh diunggulkan atas isu pokok.

Sedangkan bagi perbedaan pendapat yang dilarang, dialog amat diperlukan dibandingkan persatuan umat Islam. Ini karena perbedaan pendapat jenis ini melibatkan isu pokok (ushul) agama. Jika tidak ditangani dengan baik, maka akan merusakkan pokok yang lain, yaitu persatuan umat Islam.

Sebagai contoh, aliran anti hadis, aliran Syi’ah, pemikiran islam Liberal dan amalan bid’ah tidak boleh didiamkan demi menjaga persatuan umat Islam. Jika didiamkan, dia akan menyelinap secara bertahap sehingga apa yang batil akan dianggap benar oleh umat Islam. Persatuan mungkin terpelihara, tetapi apa arti persatuan jika bercampur aduk antara kebenaran dan kebatilan?

3. Terdapat segelintir pihak yang coba menjustifikasikan perbedaan pendapat yang dilarang ke atas slogan “Demi persatuan umat Islam”. Padahal Allah SWT telah berfirman: “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali Allah (agama Islam), dan jangan kamu bercerai-berai”. (Ali-Imran 3;103). yang dimaksud dengan tali Allah adalah agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Sunnah yang shahih berdasarkan pemahaman para sahabat dan kaidah-kaidah yang telah digariskan oleh para ilmuwan Islam. Kita tidak boleh bersatu di atas “tali masyarakat”, “tali pendapat tokoh sekian-sekian”, “tali kemodrenan”, “tali pemikiran baru” atau tali apa saja selain “tali Allah”.

4. Menyampaikan kebenaran demi membetulkan amalan masyarakat tidak boleh dihalangi atas alasan ia akan merusakkan persatuan umat Islam (baca: masyarakat). Seandainya benar menyampaikan ayat-ayat Allah dan hadis-hadis Rasul-Nya akan menyebabkan perpecahan masyarakat, maka faktor perpecahan tidak boleh ditujukan kepada usaha menyampaikan. Sebaliknya hendaklah ditujukan kepada “masyarakat” yang enggan menerimanya. Ini karena jika faktor perpecahan ditujukan kepada usaha menyampaikan, kita secara tidak langsung menyalahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena usaha baginda menyampaikan risalah Islam telah juga menyebabkan perpecahan di kalangan masyarakat Arab saat itu.

Diringkas dari:
http://www.hafizfirdaus.com/ebook/BezaPendapat/

http://blog.wiemasen.com/perbedaan-pendapat-dalam-islam/