Jumat, 31 Mei 2013

Yulio Muslim da Costa: Mualaf Hafal Alquran 30 Juz




Acara siraman rohani agama Islam yang ditayangkan televisi nasional menarik perhatiannya.

Man Jadda Wajada. Barang siapa bersungguh-sungguh, pastilah ia berhasil
Ungkapan seorang bijak yang biasa dihafal kalangan santri itu benar-benar diamalkan Yulio Muslim da Costa, seorang mualaf asal Timor Timur.
Berkat kerja keras dan kesungguhannya, Yulio Muslim pun akhirnya mampu menghafal Alquran sebanyak 30 juz.

Sebelum memeluk Islam, ia bernama Yulio da Costa Freitas. Yulio terlahir dari keluarga yang amat sederhana, 33 tahun silam, tepatnya 5 Januari 1977 di Dusun Baruwali, Lautem, Timor Timur, kini Timor Leste.
Ia adalah seorang penganut Katolik yang aktif. Selain taat dengan keyakinannya, ia juga dipercaya sebagai pembantu pastor dalam setiap kegiatan rutinitas gereja, terutama dalam setiap acara misa mingguan.

Seiring waktu, keimanannya mulai goyah. Setelah tiga tahun membantu pastor di gereja, Yulio mengaku sering mendengar bisikan di antara teman-temannya yang ragu akan kebenaran agama yang dipeluknya.

Terlebih, sanak saudaranya banyak yang memeluk Islam. Hati Yulio pun semakin gundah. Perlahan-lahan keyakinannya terhadap agama Katolik yang dianutnya mulai meluntur.

Yulio pun mulai melirik agama Islam. Acara siraman rohani agama Islam yang ditayangkan televisi nasional mulai menarik perhatiannya.

Jalan menuju Islam akhirnya terbuka. Suatu hari, Ustaz Zakaria Fernandes, salah satu pamannya yang menjadi dai di Lautem, mulai mendekati dan mengajaknya masuk Islam.

Yulio pun tertarik dengan ajakan sang paman. Terlebih, dengan masuk Islam ia memiliki kesempatan untuk bersekolah di Pulau Jawa.

Tekadnya memeluk Islam sempat terbentur keluarga. Kedua orang tua dan sebagian keluarganya menentang niat Yulio pindah agama.

Namun, halangan itu tak menyurutkan tekad bulatnya menjadi seorang Muslim. Keseriusannya untuk berpindah akidah akhirnya mendapat restu dari kedua orang tuanya.

Sebelum Yulio mengucapkan dua kalimat syahadat, jumlah pemeluk Islam di kampung halamannya masih bisa dihitung jari. Ia mengaku pernah menyaksikan perayaan Idul Fitri di kampungnya hanya diikuti tak lebih dari 20 orang. 
Berjudi, berdansa, meminum sopi (minuman keras), dan memakan daging babi merupakan kebiasaan non-Muslim di kampung halamannya.

Yulio akhirnya hijrah dari tanah kelahiran dan agama yang dulu dianutnya. Bersama Ustaz Zakaria, ia berangkat ke Kota Dili, ibu kota Timor Leste sekarang.
Sebelumnya, mereka sempat singgah di Kota Bau Kau. Di kota itulah, Yulio masuk Islam dan mengucap dua kalimat syahadat di depan Ustaz Zakaria.

Peristiwa penting bagi kehidupan Yulio itu terjadi pada 28 Juni 1993, beberapa saat sebelum waktu Maghrib tiba.

Sejak itu, ia hanya ingin dipanggil dengan nama Muslim, karena namanya telah berubah dari Yulio da Costa Freitas menjadi Yulio Muslim da Costa.

Setelah menjadi Muslim, ia sempat bertanya kepada sang paman, apa yang harus dilakukan di awal keislamannya? Sang paman pun hanya berujar singkat agar Muslim tak terbebani, Ikuti saja apa pun yang imam lakukan dalam shalat.

Sejak saat itu, Muslim selalu mengikuti setiap gerakan yang dilakukan imam, bahkan di saat shalat dan imam selesai, kemudian sang imam berzikir sambil menggerak-gerakkan bibirnya.

''Padahal, saat itu saya tak tahu apa yang diikuti itu. Terkadang kalau mengingat kenangan itu, saya selalu menertawakan diri sendiri,'' ungkapnya tersenyum mengenang awal hijrahnya menjadi Muslim.

Sebelum berangkat ke Pulau Jawa, hampir dua pekan lamanya ia tinggal di Kota Dili. Muslim mengaku sempat gelisah karena temen-temennya dari Kabupaten Moro mulai berdatangan. Belum ada satu pun yang tahu di antara mereka kalau dirinya telah pindah keyakinan.

Untuk menutupinya, ia berusaha bersikap biasa terhadap mereka. Bahkan karena ajakan teman-temannya, ia sempat tergoda kembali untuk melakukan judi.

Satu hari sebelum keberangkatan ke Pulau Jawa pun ia masih sempat bermain judi di Pasar Bekora, sampai sedikit bekal dari keluarganya pun habis. Akhirnya, Muslim pun berbohong dan mengaku kecopetan.

Kapal Kalimutu membawanya ke Pulau Jawa. Ia lalu tinggal di salah satu Pondok Pesantren Paciran, Lamongan, Jawa Timur, tempat Ustaz Zakaria pernah menimba ilmu beberapa tahun yang lalu.

Di Paciran, Muslim sempat menimba ilmu sambil menunggu jemputan dari Pondok Pesantren Taruna Alquran Yogyakarta pimpinan KH Umar Budihargo.

Setibanya di Pondok Pesantren Taruna Alquran Yogyakarta, Muslim mengisi hari-harinya dengan mempelajari agama Islam. Berbekal semangat tinggi, ia akhirnya mampu membaca tulisan Arab.

Hanya dalam hitungan tiga pekan, Muslim sudah menamatkan buku Iqra. Setelah bisa membaca tulisan Arab, sedikit demi sedikit ia mulai menghafal surat-surat pendek.

Ketekunannya menghafal Alquran berbuah manis. Selama di pesantren itu ia mampu menghafal sembilan juz Alquran.

Melihat semangat Muslim yang begitu tinggi, KH Umar Budihargo mengirimnya ke salah satu pondok pesantren khusus tahfiz selama enam bulan.

Sekembalinya dari pondok tahfiz, Muslim mengikuti ujian SMP, dan dia lulus dengan hasil yang memuaskan. Sering kali dalam shalat-shalat malam, Muslim menangis mensyukuri hidayah Allah.

Muslim juga kadang sering berdoa meminta kepada Allah SWT agar tetapistiqamah untuk belajar agama Islam lebih mendalam lagi.

Doanya terkabul. Muslim menjadi salah satu santri yang ditunjuk untuk mengikuti tes seleksi melanjutkan studi ke kota Nabi saw, yaitu Madinah al-Munawarah.

Tanpa sengaja, Muslim sempat bertemu dan berbincang-bincang langsung dengan salah satu syekh penguji dari Madinah. Bermodalkan bahasa Arab sebisanya, Muslim memberanikan diri menceritakan sebagian dari kisah hidupnya.

Sang syekh sangat tertarik dengan cerita kehidupan mualafnya. Ulama dari Madinah itu meminta Muslim untuk membawa ijazah dan ingin mengujinya langsung.

Sembari menunggu pengumuman hasil tes penerimaan dari Madihah, KH Umar Budihargo memberi amanah kepada Muslim memegang pondok di Gunung Kidul, Karangmojo, Yogyakarta pada 1997.

Setahun kemudian, pengumuman hasil tes itu keluar. Ia menjadi salah seorang peserta yang terpilih untuk menimba ilmu di Kota Madinah. Pada Ramadhan tahun 1999, ia sempat pulang ke Tanah Air. Ia bermaksud untuk mengajak kedua orang tua dan adik-adiknya memeluk Islam.

Saat itu pascareferendum keluarganya sedang mengungsi di Kupang, NTT. Muslim pun bertemu dengan keluarganya, dan ia menyampaikan ajakannya itu. Namun, hidayah hanya milik Allah SWT. Saat itu, keluarganya belum merespons dakwahnya untuk memeluk Islam.

Ia akhirnya kembali dengan hati yang sedikit kecewa. Meski begitu, Muslim tak pernah berhenti berdoa agar keluarganya segera dibukakan pintu hatinya untuk menerima Islam. Doanya akhirnya dikabulkan.

Pada 2003, keluarganya berkunjung ke Yogyakarta, dan pada pertengahan tahun itu pula kedua orang tua dan empat adiknya bersyahadat dan memeluk Islam.

Yulio Muslim da Costa tak pernah berhenti bersyukur. Hidayah Allah SWT yang menuntunnya menjadi seorang Muslim, menjadi berkah bagi kehidupannya.

Muslim mengaku begitu besar nikmat yang diberikan sang Khalik kepada dirinya setelah memeluk Islam. Salah satu nikmat yang dirasakannya adalah pemahaman ilmu agama Islam.

Tujuh tahun lamanya Muslim menimba ilmu di kota Rasulullah saw, Madinah al Munawwarah Arab Saudi. Ia belajar di kota itu sejak 1998 hingga 2005 yang mengantarkannya menjadi sarjana syariah.

Ilmu itu digunakannya sebagai modal dan bekal dakwah Islam. Sampai saat ini ia selalu aktif mengader anak-anak dari kampungnya belajar di pesantren di daerah Jawa dan sekitarnya, dan mengajak orang-orang untuk masuk agama Islam.

Setelah menyelesaikan studinya, Muslim memilih berjuang bersama orang-orang Islam di bumi pertiwi, karena orang-orang Islam Indonesia memiliki semangat juang yang tinggi.

Muslim kembali ke Yogyakarta dan dipercaya KH Umar Budihargo memegang pondok tahfiz putra dan taklim bahasa Arab yang berada di Gunung Sempu, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lika-liku kehidupannya yang berawal dari nol sampai sekarang telah membuatnya belajar banyak hal. Selama 13 tahun meniti hidup di Kota Gudeg, ia selalu dipertemukan Allah SWT dengan kawan-kawan yang berjuang di jalan Allah.

Sampai akhirnya, berniat karena Allah semata, Muslim hijrah dengan mencari suasana baru di Kota Bogor, tepatnya Ciawi, beserta keluarga yang selalu mendukung setiap langkahnya sampai sekarang.

Pada 2006, Muslim diberi amanah dan kepercayaan oleh Yayasan Bina Duta Madani untuk memegang pondok tahfiz putra dan studi bahasa Arab di Pondok Pesantren Bina Madani, Bogor, Jawa Barat.

Pesantren ini bertujuan mencetak para hafiz yang mengamalkan dan mendakwahkan ilmunya. Muslim selalu berdoa semoga Allah senantiasa memberikan keistiqamahan dalam agama Islam, dan diberikan sebaik-baik penerus yang bermanfaat.

Ayah tiga putra: Yasir Muslim Dacosta, Ayub Muslim Dacosta, dan Saad Muslim Dacosta berniat mengembangkan dakwah di tanah kelahirannya Timor Leste dengan mendirikan pesantren tahfidz.
''Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memudahkan jalan. Sehingga semakin banyak yang mempelajari Alquran,'' ungkapnya kepadaRepublika penuh optimisme.



Allah Tak Menyapa



Imam An-Nawawi dalam Riyadhus-Shalihin (hal. 616). menukil sebuah riwayat dari Abu Hurairah ra., bahwa Nabi saw  berpesan kepada para sahabatnya: “Tsalaatsatun laa yukallimuhumullahu yaumal qiyamah wa laa yuzakkihim wa laa yandzuru ilaihim wa lahum ‘azabun aliim”. (Ada tiga golongan manusia pada Hari Kiamat tidak disapa, tidak disucikan, tidak ditatap dan akan ditimpakan azam pedih). (HR. Muslim).
  
Pertama ; Syaikhun zaanin (orang tua yang berzina). Allah benci kepada siapa pun yang berzina, tapi lebih benci kepada orang tua bangka yang berzina. 

Kenapa? Karena seorang yang sudah lanjut usia mestinya menjadi sumber kearifan, melindungi dan panutan masyarakatnya. Menjaga keharmonisan sosial dan keluarga serta semakin taqarrub ilallah. 

Sama halnya dengan seorang tua yang menikah (poligami) lebih dari empat wanita atau menikahi dua orang bersaudara dalam waktu bersamaan. Allah melarang mendekati atau memfasilitasi perzinahan apalagi melakukannya, baik tersembunyi maupun terang-terangan. (QS. 17:32, 24:2).

Kedua ; Malikun kadzdzaabun (penguasa yang berdusta). Allah SWT beci kepada siapa pun yang berdusta (baik kata maupun laku), tapi  lebih benci lagi kepada penguasa pendusta. Kenapa? Karena ia akan merugikan orang banyak (rakyat). 

Ia mengambil hak mereka (zhalim) dan membuat kebijakan yang merugikan, khianat dalam kepemimpinannya. Ia memperkaya diri dan keluarganya, sementara rakyat mengalami kelaparan dan kebodohan. 

Kalau orang biasa yang dusta, dampaknya hanya untuk diri dan keluarganya. Allah tidak suka kepada dusta (kemunafikan). (QS. 39:32,29:3,16:116).

Ketiga ; ‘Aailun mustakbirun (orang miskin yang sombong). Allah benci kepada orang kaya yang sombong, tapi lebih benci lagi kepada orang miskin yang sombong. Kenapa? Karena tidak ada yang patut disombongkan. 

Jika orang kaya sombong, masih bisa dimengerti. Meskipun, hakekatnya ia juga miskin, karena yang didapatkan bukan miliknya, tapi milik Allah. 

Orang yang miskin harta, ilmu, kontribusi, ibadah dan lain-lain, namun sombong, itu namanya terlalu. Hanya Allah yang patut sombong (al-mutakabbir) dan Ia tidak suka kepada orang sombong lagi bangga diri. (QS. 4:36,31:18, 57:23, 29:39,17:37).

Nabi saw pernah berkisah, kelak di Hari Pembalasan akan datang orang yang mengalami kebangkrutan pahala (muflis),  karena seluruh pahala ritualnya  terkuras untuk membayar dosa sosialnya. 

Bahkan, jika pahala  ritualnya habis, sementara dosa sosialnya masih ada, maka dosa-dosa dari orang yang diperlakukannya buruk, akan ditimpakan kepadanya hingga ia masuk ke dalam neraka. (HR. Muslim).

Islam menekankan ibadah dalam dimensi sosial jauh lebih besar daripada dimensi ritual dengan tiga alasan: Pertama, ciri-ciri orang beriman atau bertakwa lebih banyak ibadah sosialnya. (QS. 23:1-11). 

Kedua, jika ibadah ritual bersamaan dengan ibadah sosial, maka didorong untuk mendahulukan yang sosial. Misalnya, Nabi saw pernah melarang seorang imam membaca surat panjang dalam shalat berjamaah (HR. an-Nasa’i). 

Nabi saw juga pernah memperpanjang sujudnya karena cucunya bermain dipundaknya. (HR. Jamaah). Ketiga, kalau ibadah ritual cacat,  dianjurkan untuk berbuat sesuatu yang bersifat sosial. 

Misalnya melanggar larangan puasa harus ditebus dengan memberi makan fakir miskin.  Sebaliknya, jika ibadah sosial yang rusak, tidak bisa diganti dengan ibadah ritual. 

Misalnya, durhaka kepada orang tua dan dzalim kepada tetangga tidak bisa diganti dengan puasa, zikir atau membaca al-Qur’an. 

Ketiga golongan manusia yang tidak disapa Allah SWT tersebut di atas, adalah orang-orang yang melakukan dosa sosial, bukan dosa individual. 

Perbuatan buruk mereka telah merugikan dan menghinakan orang lain, baik secara moril, material maupun masa depan. 
Jika dosa individual, ampunannya hanya berkaitan dengan Sang Khalik. Tapi, dosa sosial tidak terampuni jika orang-orang yang telah dianiaya (al-madzlum) belum memaafkan. 

Oleh karena itu, patutlah jika Allah tak berkenan menegur sapa, menyucikan, menatap bahkan mengazab di Hari Pembalasan. Naudzubillahi mindzalik.   Allahu a’lam bish-shawab.


Oleh: Ustaz Hasan Basri Tanjung MA



Isra Mi'raj, Kapankah?



Isra Mi'raj adalah peristiwa bersejarah nan agung. Rangkaian kejadian yang terjadi selama proses Isra Mi'raj merupakan bentuk akselerasi pengukuhan Muhammad SAW sebagai rasul dan nabi terakhir. Banyak pelajaran penting dan berharga yang bisa diambil dari Isra Mi'raj.

Akan tetapi, kata Syekh Abdul Qadir bin Muhammad bin Abdurrahman al-Junaid, muncul perbedaan di kalangan ulama soal kapankan Isra Mi'raj berlangsung. Penjelasan Syekh Abdul Qadir itu tertuang dalam makalahnya berjudul “al-Ikhtilaf fi Ta'yin al-Isra' wa al-Mi'raj”. Penegasan adanya selisih pandang di kalangan ulama ini pernah pula ditulis oleh sejumlah cendekiawan.

Sebut saja, Imam al-Qurthubi dalam kitab /at-Tamhid, Abu al-Faraj Ibn al-Jauzi dalam kitab al-Wafa' Bita'rif Fadhail al-Musthafa, Imam as-Sakhawi yang bermazhab Syafii juga menyatakan adanya perbedaan itu di karyanya yang berjudul al-Ajwibah al-Mardhiyah fima Suila as-Sakhawi 'anhu min al-Ahadits an-Nabawiyyah, dan Imam al-Harawi al-Makki al-Hanafi di kitab as-Syifa Bita'rif Huquq al-Musthafa.  

Meskipun terdapat kontroversi kepan Isra Mi'raj terjadi, tetapi Syekh Abdul Qadir menggarisbawahi bahwa para ulama sepakat kebenaran peristiwa yang membawa Rasulullah SAW menerima perintah shalat itu. Ada banyak ragam pendapat soal waktu berlangsungnya Isra Mi'raj, salah satu pendapat menyebutnya ada 10 opsi. Tetapi, mengurucut pada tujuh opsi.
                                                                 ****
Pendapat yang pertama menyatakan bahwa Isra Mi'raj terjadi pada Rajab. Pendapat ini dirujuk oleh Ibn al-Jauzi, al-Madisi yang bermazhab Hanbali, dan Imam an-Nawawi di satu riwayat. Opsi ini mendapat sanggahan dari sejumlah kalangan, antara lain, dari Ibn Dihyah al-Kalbi, Abu Syamah al-Maqdisi, dan Ibn Hajar al-Asqalani. Riwayat yang menyatakan Isra Mi'raj terjadi pada Rajab, dinyatakan lemah, bahkan tak sedikit perawinya terindikasi berbohong.

Pendapat yang kedua, yakni waktu terjadinya Isra Mi'raj ialah pada Rabiul Awwal, tepatnya 27 malam. Opsi ini pilih oleh Abu Ishaq al-Harbi, Ibn Dihyah al-Kalbi al-Maliki, an-Nawawi di satu riwayat. Oleh al-Qadhi Ibn al-Munir al-Iskandari al-Maliki, opsi ini dinilai sebagai pandangan terkuat dari sekian pendapat yang pernah ada.
                                                                           ****
Sedangkan, opsi yang ketiga, tak jauh beda dengan kelompok kedua, yaitu terjadi pada Rabiul Awwal. Hanya saja, tanggal kejadiannya bukan 27 melainkan 17 malam. Imam as-Sakhawi dalam kitab Uyun al-Atsar memaparkan, opsi yang ketiga ini lah yang paling populer. Pandangan ini merupakan pendapat beberapa sahabat, antara lain, Ibn Abbas, Abdullah bin Amar bin al-Ash, Ummu Salamah, dan Aisyah. 

Opsi keempat, peristiwa ini terjadi pada Sabtu malam, 17 Ramadhan. Ini seperti dinukilkan oleh Ibn Sa'ad di kitab at-Thabaqat yang mengutip riwayat dari Abu Bakrah. Riwayat ini dinilai lemah, menyusul keberadaan Muhammad bin Umar al-Waqidi yang dinyatakan lemah.

Kelima, seperti yang disebutkan oleh Imam al-Mawardi, peristiwa ini waktunya pada Syawwal. Keenam terjadi pada Dzulqa'dah, seperti dinukilkan oleh Ibn Katsir dalam kitab al-Bidayah wa an-Nihayah. Pada kitab yang sama, Ibn Katsir juga mengindikasikan waktu kejadian yang lain, yaitu Isra Mi'raj terjadi pada 12 Rabiul Awwal. Ketujuh, Isra Mi'raj ada pada 27 malam Ramadhan. Pendapat ini disinyalkan oleh Imam al-Qasimi dalam kitab Mahasin at-Ta'wil.   

Ragam pandangan ini, jelas Syekh Abdul Qadir, tidak berarti utuh untuk mempercayai Isra Mi'raj. Bagaimanapun, seperti kaidah fikih al khuruj min al khilaf mustahab, singkirkan sejenak hiruk pikuk perbedaan itu. Fokus saja pada penyelaman hikmah dan pelajaran berharga di balik Isra Mi'raj. Dengan saling berbagi wasiat perihal nilai-nilai penting itu maka Isra Mi'raj menjadi momentum berharga untuk mengajak umat kembali memperteguh keimanan. “Kapan pun itu, baik di Rajab atau bulan-bulan lainnya,” katanya. 


Oleh: Nashih Nashrullah

Siapa Yusya' bin Nun dan Khidir AS?



Siapakah murid yang menemani Musa sewaktu bertemu hamba Allah yang saleh itu? Siapa pula hamba Allah yang saleh tersebut?

Dalam beberapa keterangan, murid Musa yang menemaninya itu adalah Yusya' bin Nun. Nama lengkapnya Yusya' bin Nun bin Ifrosun bin Yusuf AS bin Ya'kub AS bin Ishaq AS bin Ibrahim AS. Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa Yusya' bin Nun adalah salah seorang Nabi yang meneruskan risalah kenabian Musa AS. Ia dimakamkan di Yordania.

Sementara itu, berdasarkan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, hamba Allah yang saleh itu adalah Nabi Khidir AS. Dalam berbagai riwayat, Khidir adalah seorang nabi yang diutus Allah untuk menyerukan kaumnya kepada tauhid dan keimanan terhadap para nabi, rasul, dan kitab-kitab mereka.
Salah satu tanda kenabian atau mukjizatnya adalah setiap kali ia duduk di atas kayu kering atau tanah gersang, berubahlah tempat yang didudukinya menjadi hijau (akhdlor). Itulah alasan mengapa dia dipanggil dengan sebutan Khidir atau 'Yang Hijau.'

Jalaluddin as-Suyuthi dalam tafsir ad-Dur al-Mantsur menukil hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas menyatakan, ''Sesungguhnya, Khidir disebut demikian lantaran setiap shalat di atas hamparan kulit putih, hamparan itu tiba-tiba berubah menjadi hijau.'' Imam Bukhari mengatakan, Musa dan muridnya menemukan Khidir di atas sajadah hijau di tengah-tengah lautan.

Dalam riwayat lain, namanya adalah Talia bin Malik bin Abir bin Arfakhsyad bin Sam (atau Shem) bin Nuh.

Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan Khidir. Sebagian mereka mengatakan bahwa ia seorang wali dari wali-wali Allah SWT. Sebagian lagi mengatakan bahwa ia seorang nabi. Bahkan, ada yang mengatakan, Khidir akan hidup sampai hari kiamat. Dalam beberapa riwayat, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan Nabi Khidir.

Sementara itu, warga Anthakia (Syam) meyakini bahwa Khidir adalah manusia biasa yang diangkat menjadi seorang nabi. Ia pun telah wafat. Makamnya, menurut warga Anthakia, terletak di daerah mereka. Sami bin Abdullah menyatakan, dirinya pernah berkunjung ke lokasi tersebut, namun ia tak berani mengambil kesimpulan. Wa Allahu A'lam. 


 Oleh Syahruddin El-Fikri 

Small Is Complicated



Salah satu karakter yang tetap identik dengan orang-orang bodoh adalah sikapnya yang gampang meremehkan segala sesuatu termasuk penemuan ilmiah baru. Sikap tersebut sama dengan sikap orang-orang kafir, karena kebodohan dan kekafiran pada hakekatnya serupa. 

Kebodohan berkaitan dengan tidak sampainya akal pikiran pada hakekat ilmu penetahuan. Kekafiran tidak sampainya akal pikiran pada hakekat keimanan.

Ketika Allah yang Maha Agung menyampaikan bahwa sesungguhnya diri-Nya tidak segan membuat perumpamaan  dengan seekor nyamuk atau bahkan yang lebih kecil dari nyamuk (QS. Al-Baqarah: 26), orang-orang kafir berkata:"Apa maksud Allah membuat perumpamaan sekecil itu?". Sementara orang-orang beriman dengan dasar keimanan dan  pemikirannya yang mendalam berkata: "Jika berasal dari Allah, maka tentu ada kebenaran dan hikmah yang terkandung di dalamnya."

Dua sikap yang bertolak belakang ini pada satu sisi menggambarkan sikap meremehkan sesuatu yang kemudian berimplikasi negatif karena didasarkan pada cara berpikir negatif yang pada akhirnya memalukan diri sendiri sebab kebenaran ilmiahnya pada waktu tertentu menjadi nyata. 

Sementara di sisi lain menggambarkan sikap hati-hati, sikap yang harus menghargai sebuah penemuan sekecil apapun, apalagi datangnya dari Dzat yang Maha Benar yang dipastikan memiliki makna kebenaran dan perlu diselidiki isyarat kebenaran yang ditunjukkan-Nya.

Nyatanya dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi trendnya menuju ke bentuk yang semakin mengecil. Dulu di awal kemunculannya, komputer hadir dengan bentuk body dan CPU yang serba besar, lalu berkembang menjadi sederhana, terus mengecil dan bahkan semakin kecil saat ini. Mobil, radio, jam, handphone dan semua alat-alat elektronik mengalami proses dan perkembangan serupa. Demikian pula yang terjadi dalam teknologi lain. 

Berubahnya bentuk produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi ke arah yang lebih kecil dengan tanpa mengurangi kecanggilannya menunjukkan bahwa justru semakin kecil semakin complicated, semakin rumit, semakin canggih dan semakin simple. Bukan sebaliknya. 

Pada saat yang sama perubahan tersebut menjungkirbalikkan sikap dan perilaku orang-orang bodoh yang dulu menertawakan perumpamaan yang dibuat Tuhan, maka sekaranglah giliran mereka ditertawakan oleh zaman, generasi karena keterbatas ilmu pengetahuan mereka. 

Sesungguhnya secara alamiah, semakin banyaknya penduduk di bumi, ukuran manusia yang dulu tinggi dan besar telah berubah menjadi pendek dan kecil. Tidak mungkin manusia tidak berevolusi pada perubahan yang lebih kecil karena alam menuntut keseimbangan hukumnya. Maka demikian pula lah yang terjadi pada trend produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia akan bergerak ke arah yang lebih canggih, lebih kecil, lebih simple, lebih complicated sejalan dengan hukum alam yang diberlakukan Tuhan.

Maka berhati-hatilah dalam semua sikap yang mengandung unsur meremehkan dan menertawakan pihak lain, jangan-jangan karena keterbatasan pengetahuan kita hari ini, pada suatu saat nanti giliran kita yang ditertawakan oleh zaman. Berhati-hatilah dalam ucapan, sikap dan perbuatan karena tidak ada kerugian sedikitpun bagi mereka yang senantiasa berhati-hati. Wallahu A'lam.


Oleh Dr Muhammad Hariyadi, MA , dosen Pasca Sarjana PTIQ Jakarta.
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/13/05/31/mnn98v-small-is-complicated

Nasihat Arab Badui



Seorang Arab Badui pulang dari pengembaraannya. Tidak lama kemudian, Abu Ja’far al-Manshur, seorang Khalifah Abasiyah, memanggilnya. Arab Badui ini diminta untuk bercerita tentang kesan perjalanannya. Khalifah pemoles Baghdad ini bermaksud untuk memastikan bahwa tiada yang semegah Baghdad. 

“Benar!” demikian kesan lelaki Badui yang polos ini. “Baghdad megah, tapi angker. Rajanya sulit ditemui!” Dilanjutkanlah kisah perjalanannya itu dengan membandingkan Chang-an, ibu kota Cina, di mana ia sempat sangat lama berkunjung. “Kotanya rapi, kaisarnya sudah tua namun bijaksana.”

Dengan bersemangat, si Arab Badui ini terus melanjutkan kisahnya. Ketika semakin uzur, kaisar ini mulai kehilangan daya dengar. Dia mulai tuli dan teramat sedih yang mendalam. Para menteri menghiburnya. “Aku sedih bukan meratapi diri, wahai para menteriku,” ujar Kaisar, “aku menyesal sebab kini tidak lagi bisa mendengar langsung keluhan rakyat.”

Sejak saat itu, Sang Kaisar rajin bertandu mengelilingi dan blusukan ke tempat-tempat yang tak terjangkau. Sementara urusan pemerintahan diserahkan kepada salah seorang menteri terbaiknya yang lalu diangkat menjadi perdana menteri (Chen Xiang). Lalu apa yang dikerjakan Sang Kaisar tua ini?

Sang Kaisar semakin tak terkendali dalam “aksi unik”-nya ini. Ia masuk kampung keluar kampung. Rajin dia mendengar keluhan rakyat sekaligus menyemangati mereka. Karena pendengarannya lemah, Kaisar menitahkan agar yang ingin mengajukan masalah, mengenakan pakaian merah dan menuliskannya dalam secarik kertas. 

Atas titahnya, tim khusus kekaisaran segera menindaklanjuti setiap aduan sesuai tingkat pengambil kebijakan, desa hingga pusat. Atas perbuatan kaisar ini, terilhamilah rakyat; baca tulis meningkat, kinerja semakin bersemangat, pemerintahan tertata, dan pada akhirnya Dinasti Tang semakin jaya.

Nah, kesimpulan si Badui ini pada al-Manshur, “Amirul Mukminin tentu lebih berhak melakukan semua hal indah itu dari pada Kaisar Cina. Sebab, Kaisar itu melakukannya demi kemaslahatan dunia. Sementara engkau adalah pemimpin yang dibimbing Alquran dan sunah, di dunia hingga akhirat.”

Seperti kita tahu, Baghdad di masa Abu Ja’far adalah kota terbesar di dunia dengan penduduk tiga juta jiwa. Terbesar kedua setelah Chang-an, ibu kota Dinasti Tang. Puncak Baghdad, tempat tinggal sang penguasa, menjulang tinggi di tengah kota; untuk sampai ke ruang Sang Khalifah, harus melewati 40 lapis penjaga. 

Sementara kepribadian Abu Ja’far, tertulis dengan berlumur darah tinta sejarah. Bengis dan tidak berperikemanusiaan. “Aku takut terciprati darah Ibnu Thawus saat kami bertiga diinterogasi al-Manshour (Abu Ja’far),” ujar Imam Malik menuturkan  tentang kisahnya saat dipanggil bersama Abu Hanifah dan Ibnu Thawus al-Yamani. 

Bagaimana dengan kepemimpinan di negeri ini? Jika tidak ingin tersinggung oleh nasihat Arab Badui atau nanti kotor dalam tinta sejarah, ‘amalan’ Kaisar Chang-an boleh ditiru. Wallahu a’lam. 


Oleh Ustaz M Arifin Ilham

10 Teman Iblis



Dalam riwayat Imam Bukhari, diceritakan, suatu saat ketika sedang duduk, Rasulullah saw didatangi seseorang. Rasul bertanya kepadanya: “Siapa Anda?” Ia pun menjawab: “Saya Iblis.” 

Rasul bertanya lagi, apa maksud kedatangannya. Iblis menceritakan kedatangannya atas izin Allah untuk menjawab semua pertanyaan dari Rasulullah saw.

Kesempatan itu pun digunakan Rasulullah saw untuk menanyakan beberapa hal. Salah satunya mengenai teman-teman Iblis dari umat Muhammad saw yang akan menemaninya di neraka nanti? Iblis menjawab, temannya di neraka nanti ada 10 kelompok.

Yang pertama, kata Iblis, haakimun zaa`ir (hakim yang curang). Maksudnya adalah seorang hakim yang berlaku tidak adil dalam menetapkan hukum. Ia menetapkan tidak semestinya. 

Tak hanya hakim, dalam hal ini bisa juga para penegak hukum secara umum, seperti polisi, jaksa, pengacara, dan juga setiap individu, karena mereka menjadi hakim dalam keluarganya.

Yang kedua, kata Iblis, ghaniyyun mutakabbir (orang kaya yang sombong). Ia begitu bangga dengan kekayaan dan enggan mendermakan untuk masyarakat yang membutuhkan.
Dia menganggap, semua yang diperolehnya merupakan usahanya sendiri tanpa bantuan orang lain. Contohnya seperti Qarun.

Ketiga, taajirun kha’in (pedagang yang berkhianat). Ia melakukan penipuan, baik dalam hal kualitas barang yang diperdagangkan, maupun mengurangi timbangan. 

Bila membeli sesuatu, dia selalu meminta ditambah, namun saat menjualnya dia melakukan kecurangan dengan menguranginya.

Disamping itu, ia menimbun barang. Membeli di saat murah, dan menjualnya di saat harga melambung tinggi. Dengan begitu, dia memperoleh untung besar.
Demikian juga pada pengerjaan proyek tertentu, ia membeli barang dengan kualitas rendah untuk meraih keuntungan berlipat (mark up).

Kelompok keempat yang menjadi teman Iblis adalah syaaribu al-khamr(orang yang meminum khamar). Minuman apapun yang memabukkan, ia termasuk khamar. Misalnya arak, wine, wisky, atau minuman yang sejenisnya.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, peminum khamar (pemabuk) dikatakan tidak beriman, jika dia meninggal nanti masih terdapat khamar dalam tubuhnya.

Yang kelima, al-fattaan (tukang fitnah). Fitnah lebih berbahaya dari pada pembunuhan (al-fitnatu asyaddu min al-qatl). Lihat QS al-Baqarah [2]: 191.

Membunuh adalah menghilangkan nyawa lebih cepat, namun fitnah ‘membunuh’ seseorang secara pelan-pelan. Fitnah ini bisa pula ‘pembunuhan’ karakter seseorang. 

Fitnah itu di antaranya, mengungkap aib seseorang yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan, gosip, ghibah, dan lainnya.

Keenam adalah shaahibu ar-riya` (orang yang suka memamerkan diri). Mereka selalu ingin menunjukkan kehebatan dirinya, menunjukkan amalnya, kekayaannya, dan lainnya. Semuanya itu demi mendapatkan pujian.

Ketujuh, //aakilu maal al-yatiim// (orang yang memakan harta anak yatim). Mereka memanfaatkan harta anak yatim atau sumbangan untuk anak yatim demi kepentingan pribadi atau kelompoknya. Lihat QS al-Ma`un [107]: 1-7.

Kedelapan, al-mutahaawinu bi al-shalah (orang yang meringankan shalat). Mereka memahami perintah shalat adalah kewajiban, namun dengan berbagai alasan, akhirnya shalat pun ditinggalkan. Allah juga mengancam Muslim yang melalaikan shalat.

Kesembilan, maani’u az-zakaah (orang yang enggan membayar zakat). Mereka merasa berat untuk mengeluarkan zakat, walaupun tujuan zakat untuk membersihkan diri dan hartanya.

Teman Iblis yang ke-10 adalah man yuthiilu al-amal (panjang angan-angan). Enggan berbuat, namun selalu menginginkan sesuatu. Dia hanya bisa berandai-andai, tapi tak pernah melakukan hal itu. Wallahu a’lam.

Oleh Syahruddin El-Fikri

Kenapa sih kamu bohong..??


by Nur Hasan Achmad
 

Akhir2 ini ada fenomena menarik yg muncul di masyarakat kita…yaitu “bohong berjamaah”…lah apa pula itu..?? Begini…kalau beberapa tahun silam bapak reformasi Amien Rais melontarkan istilah “korupsi berjamaah” yaitu tindak pidana korupsi yang direncanakan dan dilakukan bersama2 oleh sekelompok orang secara sistematis…maka saat ini di kala korupsi bukannya makin habis tetapi malah makin merajalela (salah satu indikator kegagalan reformasi nih..) muncul kebiasaan baru yaitu bohong rame2 yg dilakukan oleh orang2 yg terjerat korupsi...

Coba lihat.. begitu salah seorang dinyatakan sbg tersangka oleh KPK sebut saja AF (sekedar contoh lho..), maka orang2 yg terkait..atau takut dikait2kan dengan perbuatan AF tsb, langsung rame2 berbohong…Si A bilang “saya nggak kenal tuh sama AF”..si B bilang “saya nggak pernah ketemu koq sama AF”..lantas si C bilang “saya sama sekali nggak tahu apa yg dilakukan AF”…padahal si A/B/C tersebut sebelumnya berkawan akrab..sering runtang-runtung bareng..publik pun tahu kalau mereka berkawan dan sering “ketemuan”…

Nah, karena kasus korupsi ini diliput secara massif oleh media cetak & televisi..maka tak ayal, hal ini menjadi tontonan yang “menggelikan” bagi masyarakat... Kenapa menggelikan..?? yah.. karena tidak lama setelah org2 itu berbohong, lantas ditunjukkan dimuka sidang pengadilan tentang bukti2 berupa foto bahwa mereka ketemuan..atau berupa rekaman (hasil sadapan KPK) percakapan mereka..atau rekaman CCTV yang memperlihatkan kegiatan mereka..belum lagi saksi2 yg menguatkan bahwa mereka memang bersekongkol…langsung deh…org2 itu “mati kutu” dan dengan malu2 akhirnya mengakuinya…dus...kebohongan mereka terungkap…

Sandiwara kebohongan ini terkait dengan gonjang-ganjing kasus2 besar seperti
kasus cek pelawat..Hambalang..kuota impor daging sapi..simulator SIM..pengadaan Al-Qur’an dll..dan tragisnya kebohongan ini dilakukan oleh org2 yg tadinya dimata rakyat sangat “kredibel”..berwibawa dan “dihormati”…bagaimana tidak.?? diantara mereka ada yg menjabat Deputi Senior Gubernur BI..Menteri..Ketua Umum/Presiden Partai..anggota DPR..Jenderal Polisi..dll. Dilihat dari tingkat pendidikan..hampir semua sarjana..bahkan beberapa bergelar Doktor..sedangkan dilihat dari pemahaman/pengamalan agama...rata2 mereka adalah org2 yg dikenal “alim” rajin beribadah..bahkan ada yg “ustad” yg tentu saja ketinggian ilmu agamanya tidak diragukan lagi…

Lantas timbul pertanyaan di benak saya:”Kenapa sih mereka mau berbohong..?? bahkan kadang2 melakukannya dengan enteng se-olah2 tanpa beban..” bukankah mereka tahu kalau berbohong itu “dosa”…ya pasti tahu lah..!!..apakah mereka nggak takut dosa..?? ataukah bohong dianggap perkara kecil..?? nah ini yg membuat saya jadi penasaran..kenapa sih..?? kenapa siih..??...

Dari pengamatan saya, biasanya org berbohong karena beberapa sebab:

Pertama; org berbohong karena ingin menutupi kekurangan/kesalahannya. Biasanya org yang punya kekurangan atau kesalahan, tidak ingin kekurangan/kesalahannya itu diketahui oleh org lain..sehingga dengan berbagai macam cara/alasan dia berusaha menutupi kekurangan/kesalahan tsb meskipun dia harus berbohong…jadilah di mata org lain dia tetap bersih..Contohnya, ya yg dilakukan oleh org2 yg terjerat kasus korupsi diatas…dia tidak ingin diketahui terlibat… maka mati2an dia membantah dan berbohong…

Kedua; org berbohong karena takut menghadapi sangsi/akibat dari perbuatannya. Biasanya org yang berbuat sesuatu yg bisa berakibat buruk bagi dirinya..dia akan berusaha mati2an agar perbuatannya tsb tdk terbongkar, krn dia takut mengahadapi sangsi yg akan diterimanya… Contoh, seorang suami yg berselingkuh..dia akan selalu bohong sama isterinya..karena kalau terbongkar..akan ribut dan bisa berakibat perceraian yg akan membuat malu keluarga.. Sehingga kalau pulang larut malam..dia bohong dgn alasan lemburlah..meetinglah..dll. Demikian pula yg dilakukan oleh org2 yg terjerat kasus korupsi diatas...dia takut menghadapi sangsi pidana (penjara bro..) maupun sangsi sosial (nama baik keluarga hancur..) maka mati2anlah  dia membantah dan berbohong…

Ketiga; org berbohong karena kebiasaan. Org yg biasa berbohong..tidak merasakan lagi bahwa perbuatannya tersebut salah atau berdosa..sdh jadi kebiasaan lah.. Nah kebiasaan berbohong ini terbentuk melalui proses panjang dan ber-ulang2 dalam kehidupan se-hari2. Contoh sederhana yg sering kita lakukan dirumah..kalau ada telepon berdering..sedang kita tidak ingin menerimanya..maka kita suruh anak kita atau pembantu utk berbohong dengan mengatakan bahwa kita lagi tidur..atau lagi mandi..atau lagi keluar kota..dsb. Nah kebohongan “kecil” semacam ini kalau dilakukan berulang-ulang akan menjadi kebiasaan…yg secara tidak langsung sebetulnya mengajarkan kepada anak dan anggota keluarga kita utk berbohong…. Demikian pula yg dilakukan oleh org2 yg terjerat kasus korupsi diatas..dengan enteng dia berbohong…ya karena sudah biasa berbohong..he..he...

Kebiasaan bohong di lingkungan masyarakat kita sudah sedemikian marak…sebaliknya tingkat kejujuran sedemikian rendahnya..sungguh sangat memprihatinkan..sampai2 KPK getol mengkampanyekan slogan “Berani jujur hebat”.. Tak tanggung2..tidak hanya gedungnya sendiri yang diberi spanduk raksasa “Berani Jujur Hebat”, KPK juga memasang spanduk itu di institusi2 lainnya.. Kenapa KPK sedemikian getolnya..? Ya, karena jujur adalah langkah awal berantas korupsi..!! yang memang menjadi misi utama KPK…

Lalu apa sih untungnya berbohong..?? tidak ada..!! Loh bukannya dengan bohong, org jadi tdk ketahuan salahnya..shg nggak kena sangsi/hukuman..iya sih, tapi itu hanya sementara..suatu saat akan terbongkar..dan malunya itu loh..gak ketulungan.. Yang ada hanya rugi..rugi..dan rugi..belum lagi ancaman hukuman diakherat kelak..

Lantas bagaimana seharusnya kita menyikapi fenomena “kebiasaan bohong” ini..?? Sebagai org yg beriman tentu kita harus merujuk ke Al-Qur’an dan As-Sunah sebagai pedoman hidup kita…  

Allah Azza Wajalla mengancam orang yg berbohong dengan siksa yg pedih.. sebagaimana firman-Nya di dalam QS. Al-Baqarah:10 yg artinya:” Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”…

Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita agar berpegang teguh pada kejujuran dan membuang jauh2 sifat pembohong, karena “kebohongan adalah pangkal segala kejahatan”. Beliau bersabda:”Sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada Al-Birr (kebaikan), sedangkan kebaikan itu mengantarkan ke dlm surga. Dan sesungguhnya Al-Kadzib (kebohongan) itu mengantarkan pada kejahatan, sedangkan kejahatan akan menjerumuskan ke dlm Neraka” (HR. Bukhari)…

Rasulullah SAW sendiri adalah “ikon” kejujuran..dari kecil beliau sudah dijuluki “Al-Amin” oleh masyarakat Arab..yg artinya “terpercaya”..karena beliau memang sangat jujur dan tidak pernah bohong…

Saya jadi teringat pelajaran guru agama saya waktu di SMA-1 Solo dulu (namanya Pak Wahyudi)..suatu hari dia bercerita tentang seorang penjahat (pemabok/perampok/pembunuh/pezina..pokoknya biang maksiat lah) yg baru saja masuk Islam, lalu dia minta nasehat kepada Rasulullah:”Wahai Rasulullah apa yg harus saya lakukan setelah saya masuk Islam..?” lalu Nabi menjawab singkat:”Jangan bohong.!!”…hanya itu ya Nabi..? ya hanya itu.. Wah ringan amat dan gampang bener nih kalau cuman begini...dia pikir akan disuruh yg berat2 seperti sholat, puasa, zakat dll… lantas dia kembali ke aktivitasnya se-hari2… Nah dasar penjahat, begitu ada kesempatan nyolong..tergeraklah dia mau nyolong.. tapi kemudian terngiang nasehat Nabi..jangan bohong.!! seketika dia berfikir..gimana ya kalau nanti Nabi bertanya, apakah kamu masih mencuri..? Apa pulak jawabanku.?? kalau aku jujur..tentu jadi malu aku..koq masih juga mencuri..tapi kalau aku bohong berarti aku melanggar nasehat Nabi..wal hasil dia urungkan niat mencuri.. Begitu seterusnya..setiap ada niat melakukan kejahatan..selalu teringat nasehat Nabi..untuk jangan bohong..lalu urunglah kejahatan itu dilakukan. Akhirnya tidak pernah lagi dia berbuat jahat..dan dengan bimbingan Rasulullah dia menjadi orang yg sholeh…Coba lihat…hanya dengan “tidak berbohong” dia menjadi orang sholeh…subhanallah..!! 

Rasulullah juga mengajarkan kepada kita bahwa bohong adalah salah satu sifat orang “munafik”.. Beliau bersabda:” “Pertanda orang yang munafiq ada tiga: apabila berbicara bohong, apabila berjanji mengingkari janjinya dan apabila dipercaya berbuat khianat” (HR Bukhari dan Muslim).. Anda tahu apa ancaman buat orang munafik..??  Orang munafik adalah salah satu penghuni kerak neraka..ya neraka yg paling bawah..  Coba simak firman Allah di dalam  QS. An-Nisaa:145 yang artinya:“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka”..

Sahabatku yg budiman…jelas sudah bahwa “bohong” adalah pangkal kejahatan yg harus kita tinggalkan jauh2.. Sebaliknya “jujur” adalah sifat mulia yang harus kita tumbuhkan dan pupuk terus menerus.. Yuuk kita mulai dari diri kita sendiri dulu..lalu keluarga kita..lingkungan sekitar kita..yang akhirnya ke masyarakat dan seluruh bangsa kita..

Memang nggak gampang siih..!! bahkan “berat sekali” menghilangkan kebiasaan bohong yg sudah “berkarat” ini..jujur hrs saya akui bahwa saya sendiri kadang2 masih suka berbohong dengan berbagai alasan..terutama kalau telat meeting..alasannya kena macet di jalan.. padahal sih nggak macet..lalu kalau lagi di-kejar2 orang..suka pesan ke sekretaris agar bilang kalau saya nggak ada di kantor atau sedang meeting..padahal tidak..wah buka kartu nih..ya iya lah..kan katanya kita harus mulai dari diri kita sendiri dulu..dan saya yakin koq, hampir semua orang pernah melakukannya...ngaku aja deh..iya kan..he..he..he..

Nah, justru dengan pengakuan dan kesadaran diri itulah... yuuk kita bertekad utk menghilangkan “kebiasaan bohong” ini..kalau nggak bisa seketika..ya secara bertahap lah..kurangi..kurangi dan kurangi.. sampai akhirnya hilang sama sekali.. Sebaliknya, yuuk kita bertekad untuk “jujur” dan selalu mengatakan yg sebenarnya..walaupun kadang2 terasa pahit...tapi mulia akhirnya.. insyaallah kalau ini terjadi..impian kita menjadi masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan..baldatun toyyibatun wa robbun ghafur (masyarakat yang  aman, adil makmur dan mendapatkan ampunan Illahi) bisa tercapai..

Ya Allah yang Maha Perkasa..berilah hamba kekuatan untuk menghilangkan “kebiasaan bohong” ini...dan bimbinglah hamba untuk selalu berlaku “jujur”..agar hamba selamat di dunia ini..dan di akherat kelak...sungguh, tanpa hidayah dan pertolongan-Mu..hamba akan menjadi org-2 yang celaka.. Kabulkanlah permohonan hamba Ya Allah.. Ya Mujibassailiin..Amin Ya Robbal Alamiin…

Wallahu ‘alam bissawab.. Semoga bermanfaat..khususnya buat saya pribadi…

Salam,
NHA

Nur Hasan Achmad [nurhasanachmad0858@gmail.com]

Rabu, 29 Mei 2013

Manifestasi Shalat untuk Perubahan


Kesalehan shalat mestinya termanifestasikan secara baik di kehidupan sehari-hari.

Seorang bijak, Luqman, seperti terabadikan di Surah Luqman ayat 17, pernah berwasiat kepada anak-anaknya. Nasihat itu adalah seruan untuk mendirikan shalat dan menjadikannya sebagai daya dorong mengajak ke arah kebajikan dan mencegah mungkar.

Ini pertanda kuat, kesalehan spiritual shalat semestinya tidak terpisahkan dari kesalehan sosial. Makna itu, kata Ustaz Abdul Rojak, akan tampak jelas dengan merujuk hadis Rasulullah saw: “Laa shalaata li man la tanhaahu shalatuhu 'anil fakhsya'i wal mungkar (Tak melakukan shalat orang-orang yang shalatnya tak menghindarkannya dari kekejian dan kemungkaran).”

Jadi, kata Ustaz Abdul Rojak kepada Republika, Rabu (22/5), alih-alih sebagai jaminan bahwa orang yang shalat pasti tercegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ayat tersebut mesti dipahami sebagai definisi shalat yang sesungguhnya.

Menurutnya, shalat yang benar akan termanifestasikan dalam kebaikan akhlak. Shalat merupakan anugerah Allah SWT untuk manusia sebagai penghalang dan pemisah dari keburukan.

Siapa yang ingin mengetahui sejauh mana manfaat shalatnya, hendaklah ia memperhatikan apakah shalatnya mampu menjadi penghalang dan pemisah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar.

Shalat yang tak memiliki sifat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, tak memiliki nilai sebagai shalat yang benar, sehingga ia tertolak, sekalipun ia tetap shalat terus menerus selama 50 tahun.

Selama tak berbuah apa pun di kehidupan sehari-hari, maka sangat disayangkan. “Allah tidak menerima satu pun shalatnya,” tegas Rojak dengan mengutip sebuah hadis.  

Wakil Pimpinan Pondok Pesantren Baitul Arqam, Jember, Jawa Timur, KH Izzat Fahd, menyatakan, khusyuk bermakna kesadaran penuh akan kerendahan kehambaan sebagai manusia di hadapan keagungan Tuhan.


Sikap khusyuk timbul sebagai konsekuensi kecintaan sekaligus ketakutan kepada Zat Yang Mahakasih dan Mahadahsyat. Orang yang memiliki sikap seperti ini akan berupaya memusatkan seluruh pikiran--seluruh keberadaannya--kepada Kehadiran-Nya dan membersihkannya dari apa saja yang selain Allah.

Maknanya adalah kehadiran hati. Tanpa kehadiran hati, shalat kehilangan nilainya. Rasulullah bersabda: “Shalat yang diterima adalah sekadar hadirnya hati.”

Diriwayatkan pula, “Dua rakaat shalat orang yang khusyuk lebih bernilai ketimbang 1000 rakaat shalat orang yang tak peduli.”

Kepada Abu Dzar, Rasulullah saw mengajarkan: “Dua rakaat shalat pendek yang disertai dengan tafakur adalah lebih baik dari shalat sepanjang malam dengan hati yang lalai.”

Izzat menyatakan, khusyuk dan kehadiran hati masihlah kurang. Shalat masih harus dibarengi dengan zakat. “Shalat tidak sempurna melainkan dengan zakat.” Inilah kiranya hikmah di balik penjajaran ibadah shalat dengan membayar zakat di banyak ayat-ayat Alquran.

Dapat disimpulkan, shalat yang benar memiliki baik dimensi individual maupun sosial. Banyak orang menunjuk kenyataan, shalat dimulai dengan takbir dan ditutup dengan salam menyimbolkan kedua dimensi ini.

Takbir yang dihayati merupakan perwujudan khusyuk, yakni kesadaran penuh bahwa Allah Mahaagung dan bahwa kita adalah hambanya yang rendah dan kecil.

Sedangkan salam, khususnya salam kepada manusia, adalah simbol bagi keharusan menjalankan fungsi kekhalifahan manusia untuk menyebarkan rahmat bagi seluruh bagian alam semesta.



Oleh: Erdy Nasrul
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/05/30/mnkpnb-manifestasi-shalat-untuk-perubahan-bagian2-habis