Jumat, 28 Agustus 2015

Agar Ekonomi Stabil, Dunia Disebut Butuh 3 Mata Uang sebagai Acuan



Meski menjadi acuan nilai tukar mata uang seluruh negara di dunia, dollar AS ditengarai tak mampu memberikan stabilitas ekonomi dunia. Menurut mantan Menteri Keuangan era Orde Baru, Fuad Bawazier, setidaknya dibutuhkan dua mata uang lagi untuk mendampingi dollar AS sebagai acuan utama.

“Untuk kestabilan, saya punya keyakinan sekurang-kurangnya perlu tiga mata uang. Kalau mau stabil, dunia itu perlu punya tiga mata uang internasional. Jangan hanya dollar AS,” kata Fuad ditemui usai diskusi di Jakarta, pada Rabu malam (26/8/2015).

Lantas mata uang negara manakah yang layak dampingi dollar AS? Fuad mengatakan, setidaknya negara tersebut memiliki produk domestik bruto (PDB) yang besar seperti negeri Abang Sam (AS).

“Kelebihan dollar AS itu karena dia satu negara dengan PDB di atas 20 persen PDB dunia. Yang seperti ini lagi adalah RRC,” ucap Fuad.

Memang belakangan isu Renminbi (RMB atau yuan) menjadi mata uang internasional santer mengemuka. Salah satu alasan kuatnya, sambung Fuad, RRC sebagaimana AS telah menjadi negara adidaya yang memberikan pengaruh besar terhadap perekonomian global.

Satu mata uang lagi, yang menurut Fuad potensial mendampingi dollar AS adalah Euro. Namun, untuk yang satu ini dia memberikan catatan, syaratnya adalah ekonomi di zona Eropa harus stabil terlebih dahulu.

Fuad menuturkan, mata uang Euro sebagai alat tukar yang diterima internasional pernah dicoba. Namun, upaya itu gagal karena masalah internal di zona tersebut.

“Jadi jangan cuma dollar AS. Berat untuk AS-nya dan berat untuk kita semua. Syukur Euro bisa stabil. Jadi ada tiga mata uang dunia, dollar AS, Renminbi, dan Euro,” tutur Fuad.

Jika dunia memiliki tiga mata uang internasional, keuntungan yang bisa dirasakan Indonesia adalah minimal ada diversifikasi cadangan devisa. “Cadangan devisa kita tidak hanya satu mata uang,” ucapnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar