Rabu, 06 Mei 2009
Agama Itu Nasihat
Oleh Ali Farkhan Tsani
Begitu pentingnya nasihat, hingga Rasulullah SAW mengatakan, ''Agama itu adalah nasihat.'' Kami (para sahabat) bertanya, ''Untuk siapa Wahai Rasulullah?''Beliau menjawab, ''Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh umat Islam.'' (HR Muslim).
Memberi dan menerima nasihat, sejatinya berlaku untuk segenap manusia, siapa pun orangnya, apa pun jabatannya, tanpa terkecuali. Nasihat yang berdasarkan Allah SWT dan Rasul-Nya, berlaku untuk para pemimpin umat Islam dan masyarakat pada umumnya. Ini mengingat manusia tidak luput dari lupa dan salah.
Kata nasihat berasal dari akar kata nasaha yang artinya menjahit atau menambal pakaian yang sobek. Maka, orang yang mau menerima nasihat, pada hakikatnya adalah dirinya siap untuk ditambal lubang kekurangannya, dijahit atau ditutup sobekan kesalahan pada dirinya.Sebaliknya, orang yang tidak mau menerima nasihat menunjukkan bahwa dirinya merasa telah sempurna, merasa tidak ada lubang-lubang kesalahan sedikit pun, serta merasa tidak punya celah kekurangan.
Memberi nasihat kepada orang lain berupa teguran positif dan saran konstruktif berarti menepati sunah Rasulullah SAW. Nabi SAW sendiri memberikan teladan bagaimana beliau bersikap terbuka menerima input (saran masukan) dari kalangan sahabat-sahabatnya yang memberikan pandangan, terutama dalam persoalan yang bukan wahyu.
Sebagai contoh, betapa keterbukaan baginda Nabi SAW ketika bersedia menerima pandangan seorang sahabat biasa yang memberikan saran agar Nabi SAW mengubah lokasi pasukan ke tempat yang lebih strategis di dekat mata air. Saran ini diterima oleh Nabi SAW demi kemaslahatan perjuangan.Berkenaan dengan itu, Imam Malik menegaskan bahwa salah satu persyaratan untuk menjadi pemimpin umat adalah adanya kesediaan dan keterbukaan menerima teguran umat dengan ikhlas karena Allah SWT.
Memang, menerima nasihat, saran, dan teguran tidaklah mudah, karena di samping rasa malu, kekurangannya terlihat orang banyak, juga perasaan gengsi atau menjaga wibawa. Padahal, dengan tidak mau disempurnakan itulah, bisa jadi sobekan kekurangannya akan bertambah lebar.
Bersyukurlah kita sebagai umat beragama yang masih mau menerima nasihat kebaikan dari orang lain. Hal itu adalah bagian dari penyempurnaan keagamaan kita sebagai makhluk Allah SWT.
Dengan saling menasihati di antara sesama, maka kita akan banyak memperoleh mutiara-mutiara hikmah yang sangat bermanfaat dalam kehidupan pribadi, keluarga, bermasyarakat, dan berbangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar