Dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan seumur hidup yang terangkum dalam kalimat “minal mahdi ilal lahdi”, dari buaian hingga liang kubur. Konsep long life education ini melibatkan banyak unsur pembentuk kepribadian manusia dari sejak dia terlahir hingga akhirnya meninggal dunia. Di antara unsur-unsur tersebut adalah: orangtua, keluarga, lingkungan, sekolah, dan teman. Jika dilihat dari beberapa unsur tersebut, kita bisa melihat dengan jelas, orangtua merupakan unsur terdekat yang akan sangat mempengaruhi kepribadian seorang anak.
Rasulullah Saw mengingatkan peran penting orangtua ini dengan sabdanya:
“Setiap anak dilahirkan sesuai dengan fitrahnya, hanya kedua orang tuanyalah yang akan membuat dirinya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani atau seorang Majusi.” (HR Bukhari, Ibnu Hibban, dan Baihaqi)
Tentunya hadits ini tidak dipahami bahwa orangtua sebagai suatu unsur tunggal sebagai penentu masa depan anak. Tapi, harus disadari bahwa orangtua mempunyai peran yang sangat penting bagi masa depannya. Hal ini juga disinggung dalam sebuah peribahasa “Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya”. Keterlibatan peran orangtua bisa bersifat genetik dan non-genetik. Secara genetik, beberapa sifat yang dipunyai anak cenderung diperoleh dari sifat-sifat orangtuanya. Tapi, secara non genetik beberapa perilaku anak dipengaruhi oleh sikap orangtua. Di sinilah orangtua menjadi unsur yang sangat penting bagi pendidikan anak.
Sampai pada titik ini, kita diingatkan untuk memperhatikan dua hal penting: pertama, pendidikan sebagai suatu proses seumur hidup, dan kedua, peran sentral orangtua dalam membentuk kepribadian anak.
Lalu, kapan waktu yang tepat bagi orangtua memaksimalkan perannya dalam mendidik anak? Inilah pertanyaan yang menjadi tema pembahasan kita kali ini. Mungkin sebagian orang akan berpendapat bahwa sejak lahir anak sudah harus mendapatkan pendidikan yang baik. Atau, bahkan ada yang menyatakan bahwa sejak dari dalam kandungan, anak harus mendapatkan perhatian penuh sebagai bagian dari awal pendidikan pra-natal (sebelum kelahiran) yang mesti diterimanya.
Sekarang, cobalah tanyakan pada diri Anda sendiri, “Sudahkah saya secara total mempersiapkan diri menjadi orangtua? Adakah di dalam hati saya siap menerima amanat Allah ketika pada suatu saat nanti dipercaya menjadi orangtua dengan lahirnya seorang anak? Bagaimana saya harus bersiap diri?”
Dalam beberapa hal, keinginan menikah didasarkan pada harapan tentang hadirnya momongan yang mewarnai kehidupan rumah tangga. Hal tersebut berarti banyak pasangan yang sejak dini merasa suatu saat akan menjadi orangtua bagi putra-putrinya kelak. Bahkan, keinginan memiliki momongan tersebut diingatkan lagi oleh doa yang diajarkan Rasulullah Saw bagi pasangan suami istri yang hendak melakukan hubungan intim.
“Manakala seseorang dii antara kalian sebelum menggauli istrinya terlebih dahulu mengucapkan: Bismillahi Allahumma jannibna as-syaithan. Wa jannibis syaithana ma razaqtana. (Dengan nama Allah, Ya Allah, hindarkanlah kami dari gangguan setan dan hindarkan pula anak yang Engkau anugerahkan kepada kami dari gangguan setan), kemudian dilahirkanlah dari keduanya seorang anak, niscaya selamanya setan tidak akan dapat mengganggunya.’ (Muttafaq Alaih)
Doa ini mengajarkan bahwa dasar dari pemenuhan kebutuhan biologis sifatnya adalah rabbani, bukan setani. Diharapkan janin yang dihasilkan dari hubungan tersebut memiliki sifat-sifat rabbaniyah dan dijauhkan dari sifat-sifat syaitaniyah. Kesadaran seperti ini dibangkitkan kembali bagi setiap calon orangtua yang melakukan hubungan suami-istri. Ini adalah salah satu bentuk pendidikan awal bagi anak yang diajarkan oleh Rasulullah, bahkan jauh sebelum kita mengetahui adanya janin dalam kantung rahim.
Tunggu dulu, ini belum selesai.
Harus disadari, seorang pendidik yang terbaik adalah dia yang mampu menjadi tauladan bagi lainnya. Orangtua yang terbaik adalah mereka yang bisa menjadikan diri sebagai panutan yang baik bagi anak-anaknya. Bagaimana caranya para orangtua menjadi tauladan bagi anak-anak? Apakah mereka terlebih dulu harus nikah, punya anak, baru kemudian berusaha sekuat tenaga dengan segala daya upaya menjadi orangtua teladan yang baik?
Hhmmm, rasanya kok masih jauh, ya. Terutama, mereka para pemuda dan pemudi yang masih belum punya calon istri atau suami. Mungkin, sebagian berfikir, “Entar aja deh, kalau sudah menikah!”, “Nanti saja, kalau sudah jelas ada janin dalam kandungan!”, atau “Tunggu sampai si jabang bayi brojol keluar dengan selamat!”
Sebenarnya, tidak perlu menunggu selama itu untuk menjadi orangtua yang baik dan memberikan pendidikan terbaik bagi sang anak. Anda bisa melakukannya saat ini. Kalau Anda menginginkan seorang anak yang patuh dan berbudi luhur kepada orangtua, maka cobalah sekarang Anda melakukannya kepada orangtua Anda. Kalau Anda menginginkan anak yang taat beragama dan Muslim yang baik, maka jadikanlah diri Anda seorang Muslim yang baik. Demikian seterusnya. Perbaikan diri secara total akan memperbaiki masa depan anak-anak Anda nantinya.
Ya, Anda bisa memulainya saat ini! Tidak perlu ditunda lagi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar