Selasa, 05 Mei 2009
Janji
Dikisahkan, suatu ketika Rasulullah SAW menjanjikan seorang pembantu kepada Abdul Haitam bin Tayyiban. Lalu Beliau mendatangkan tiga orang tawanan perang. Dua tawanan diberikan kepada orang yang pernah dijanjikannya, sedang yang seorang lagi diberikan kepada Abdul Haitam.
Tiba-tiba Fatimah, putrinya, yang tangannya terlihat bekas menggiling bumbu meminta seorang pembantu dari Rasulullah SAW. Rasulullah menolak permintaan putrinya, seraya berkata, ''Bagaimana dengan janjiku kepada Abdul Haitam?'' Kisah di atas menggambarkan ketegasan Rasulullah SAW dalam menepati janji kepada umatnya. Beliau lebih mendahulukan kepentingan Abdul Haitam daripada putrinya. Nabi tidak menginginkan umatnya menjadi korban hanya gara-gara tidak disiplin dengan janji.
Menepati janji merupakan bagian dari ciri-ciri kaum beriman. Dengan menepati janji, semangat persatuan, kualitas hidup, dan etos kerja umat dapat tercipta dengan baik. Tak sedikit tali persaudaraan dan persahabatan yang telah dipupuk demikian baik menjadi retak hanya gara-gara pengkhianatan terhadap janji.
Karena itu, Islam melarang umatnya mengumbar pernyataan-pernyataan (deklarasi) serta janji-janji kosong tanpa bukti dan kenyataan. Firman Allah, ''Dosa besar bagi umat yang suka berkata tanpa membuktikan apa yang dikatakannya'' (Q. S. 61: 3).
Rasulullah menggolongkan orang yang suka ingkar janji sebagai ciri perbuatan munafik. ''Tiga ciri perbuatan munafik,'' sabda Nabi SAW, ''Bila bicara ia dusta, bila berjanji menyalahi, dan bila diamanati mengkhianati.'' (H.R. Bukhari dan Muslim).
Minimal ada tiga dampak positif bagi umat manusia yang senantiasa menepati janji. Pertama, tidak ada unsur yang dikecewakan dan dirugikan dalam pergaulan. Kedua, tidak ada waktu yang tersita dalam meningkatkan kualitas kerja (etos kerja). Dan ketiga, membiasakan hidup berdisiplin.
Demikian pentingnya menepati janji, sehingga para ulama di masa lalu sangat berhati-hati dan tidak gampang mengumbar janji. Itu sebabnya, Ibnu Mas'ud apabila berjanji, ia mengatakan: Insya Allah. Alquran juga mendorong kita untuk selalu menepati janji (Q. S. 5: 1).
Mengomentari ayat ini, pakar tafsir Al-Maraghi menjelaskan tiga hal janji yang perlu ditepati. Pertama, janji kepada Allah SWT. Kedua, janji kepada diri sendiri. Ketiga, janji kepada sesama manusia. Ketiga bentuk janji ini memang merupakan kaitan organik yang tak dapat dipisahkan. Bila manusia konsisten dengan tiga bentuk janji ini, ia akan dapat membentuk dirinya menjadi tegar beraktifitas, memiliki kreasi dan garapan kerja yang seimbang lahir maupun batin, bukan kehidupan yang beretika dan berbudaya lembek, malas, dan cenderung menyimpang (korup).
Di zaman pembangunan ini, kita dituntut untuk selalu membuktikan kesatuan antara pernyataan dan perbuatan. Dalam meningkatkan kualitas dan taraf hidup, umat tidak cukup hanya memberikan janji-janji abstrak yang tidak dipahami tanpa dapat ditepati dengan prestasi dan amal perbuatan. - ahi
By drs Fauzul Iman MA
Senin, 04 Mei 2009 pukul 10:21:00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar