Alkisah, seorang pedagang mempunyai dua ekor kuda. Kuda tersebut dimanfaatkan untuk membawa barang dagangan. Seekor kuda membawa garam dan yang lainnya membawa kerang.
Ketika mereka melewati sebuah danau, kuda pembawa garam turun ke danau untuk menghilangkan rasa haus. Ketika sang kuda keluar dari danau, dia terlihat segar bugar.
Kuda pembawa kerang terheran-heran dan bertanya, “Hai teman, apa yang terjadi kepadamu? Mengapa kau terlihat begitu segar bugar?”
Kuda pembawa garam berkata, “Ketika aku turun ke danau, awalnya aku tak merasakan apa-apa sampai aku merendam tubuhku di dalamnya. Saat itu, aku merasa berat garam di punggungku meleleh bersama air danau. Saat keluar, aku merasa begitu ringan dan segar.”
Tanpa berpikir panjang, kuda pembawa kerang pun turun ke danau berharap mendapatkan kesegaran seperti kuda pembawa garam.
Sang kuda merendam tubuhnya dan meminum air danau sepuasnya. Tanpa ia sadari, kerang yang dibawanya terisi air. Saat keluar dari danau, ia tidak merasa segar, justru sebaliknya merasa semakin berat.
Saudaraku, itulah gambaran sebuah kehidupan. Terkadang kita sering mengikuti apa yang dilakukan orang lain tanpa menimbang manfaatnya bagi diri kita. Bukankah Allah SWT telah memberikan petunjuk akal bagi manusia guna membedakan yang haq dan yang batil?
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS at-Tin: 4). Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia merupakan makhluk Allah yang sempurna. Allah menyempurnakan manusia dari bentuk dan petunjuk-Nya.
Allah SWT menciptakan manusia dengan bentuk yang indah. Kemudian, Allah SWT menyempurnakannya dengan empat petunjuk, yaitu insting, pancaindra, akal pikiran, dan agama. Lalu, mengapa manusia tidak memanfaatkan keempatnya untuk mencapai kebahagiaan hidup?
Sesuatu yang bermanfaat bagi seseorang belum tentu akan bermanfaat bagi manusia lainnya. Dan orang yang suka mengikuti orang lain tanpa alasan yang jelas, mereka itulah sebodoh-bodohnya manusia.
Oleh: Robiatul
Adawiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar