Sebab turunnya ayat ke 159 surat Ali Imran adalah seusai terjadi Perang Uhud, dimana pasukan musyrik Quraisy yang memutar jalan berhasil memukul pasukan panah Islam yang turun dari bukit Uhud untuk mengambil harta “ghanimah” (rampasan perang).
Pasukan Islam mengira bahwa pasukan Quraisy telah kalah dan peperangan telah benar-benar usai. Akibat kekeliruan ini banyak sahabat yang gugur, termasuk Hamzah paman Nabi SAW.
Melihat kekeliruan yang dilakukan para sahabat, tidak membuat Nabi SAW marah dan kesal. Karena Allah SWT telah melembutkan hatinya sebagaimana dengan firman-Nya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.. ” (QS. Ali Imran: 159).
Sifat lembut hati merupakan salah satu akhlak mulia dari Nabi S AW seperti yang dikatakan Abdullah bin Umar: “Sesungguhnya, saya menemukan sifat Rasulullah SAW dalam kitab-kitab terdahulu itu demikian : Sesungguhnya tutur katanya tidak kasar, hatinya tidak keras, tidak suka berteriak-teriak dipasar-pasar, dan tidak suka membalas kejahatan orang dengan kejahatan lagi, namun dia memaafkan dan mengampuninya. ” (Tafsir Ibnu Katsir II, hl.608)
Pangkal Kesabaran
Kelembutan hati Nabi SAW tidak hanya ditujukan kepada para sahabat yang telah paham dengan aturan agama, namun kepada orang awam yang belum memahami aturan agama pun beliau bersikap lembut dan santun.
Suatu hari ketika beberapa sahabat sedang khusyuk mendengarkan nasihat Nabi SAW di masjid Nabawi, tiba-tiba seorang Arab Badui masuk masjid dan tanpa basa-basi dia langsung buang air kecil di salah satu pojok masjid. Para sahabat yang melihatnya terkejut dan segera berdiri untuk memukul orang itu dan mengusirnya.
Melihat hal ini Nabi SAW segera mencegah tindakan para sahabat. Para sahabat pun lalu membiarkan Arab Badui tadi menuntaskan buang hajatnya. Setelah benar-benar selesai, Nabi SAW memerintahkan seorang sahabat mengambil seember air untuk mengguyur tempat Arab Badui buang hajatnya.
Tanpa rasa marah dan kesal Nabi SAW menghampiri orang itu dan mengatakan: “Sesungguhnya masjid itu tidak layak dikencingi dan dikotori. Sesungguhnya masjid itu tempat untuk shalat, berdzikir kepada Allah dan membaca Al-Qur’an” (HR. Muslim).
Nabi SAW memahami ketidak-tahuan si Arab Badui tersebut, sehingga kelembutan hati beliau bisa mengalahkan amarah beliau. Kalau hal itu terjadi di saat sekarang, mungkin si Arab Badui itu telah babak belur di “Vermak” oleh para jamaah masjid.
Sifat lembut hati, santun, ramah dan tidak cepat marah tidak hanya akan membuat manusia menaruh simpati kepada kita, tetapi Allah SWT-pun mencintainya. “Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan Mencintai kelembutan ” (HR.Muslim).
Dengan modal kelembutan hati, seorang da’i pasti dengan mudah menarik simpati orang, seorang suami pasti disayang oleh keluarga dan jika seorang pemimpin pasti dicintai rakyatnya.
Rasa sakinah pun akan hadir dalam keluarga ketika kelembutan dan sikap santun menjadi perhiasannya. Nabi SAW bersabda: “Apabila Allah Azza wa Jalla menghendaki kebaikan suatu keluarga, Allah akan memasukkan kelembutan atas mereka ” (HR. Ahmad).
Kesaksian Sahabat
Dan ini telah dicontohkan oleh Nabi SAW dengan sikap beliau yang lembut, tidak pernah marah kepada pembantu rumah tangganya. Anas bin Malik, sebagaimana diriwayatkan Imam Mulim, Anas bin Malik berkata: “Aku menjadi pembantu Rasulullah selama sepuluh tahun. Belum pemah beliau berkata kasar kepadaku. Dan selama sepuluh tahun itu belum pernah beliau berkata kepadaku: ‘Mengapa kamu melakukan ini?’ Dan belum pernah beliau berkata: ‘Mengapa kau tidak lakukan sesuatu sepeninggalku?’ “.
Sepuluh tahun bukanlah sebentar dan selama itu Anas bin Malik belum pernah sekalipun dimarahi Nabi SAW. Coba bandingkan dengan keadaan sekarang, pembantu dianggap sebagai orang kecil yang bisa diperlakukan semena-mena oleh sang majikan, bahkan sudah tidak “dimanusiakan” lagi.
Sudah menjadi berita sebari-hari tentang perlakuan kasar majikan terhadap PRT (pembantu rumah tangga) mulai dari dipukuli sampai kehilangan nyawa akibat disiksa oleh majikan.
Inilah akibat tidak adanya kelembutan hati di dalam diri seseorang, sehingga rasa kesal, rasa marah mudah terlampiaskan, tidak terkontrol lagi dan di saat seperti itulah syetan dengan mudah memprovokasi untuk melakukan perbuatan yang tidak manusiawi.
Sikap lembut hati disertai rasa empati Nabi SAW kepada pembantunya tersirat pula dalam doa beliau, ketika Ibu Anas bin Malik memohon agar Nabi SAW mau mendoakan anaknya. Doa Nabi SAW : “Ya Allah, berilah dia harta dan anak yang banyak. Dan berkatilah atas apa yang Engkau beri “ (HR.Bukhari).
Marilah mulai dari sekarang kita semai benih kelembutan hati dalam diri kita. Cobalah untuk mengendalikan diri kita sendiri dari sikap keras hati, gampang kesal atau marah dan berlaku kasar terhadap orang lain. Sikap santun dan lembut hati Nabi SAW perlu kita teladani, agar semua urusan kita menjadi mudah, indah dan membawa berkah di dunia dan akhirat.
Sumber : Lembar Risalah An-Natijah, No. 20/Thn. XIV - 15 Mei 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar