Kita telah memasuki bulan Mulia. Bulan diantara Asyhurul Hurum. Yaitu Bulan Rajab. Yang mana masyhur para ummat muslim melakukan puasa di dalamnya.
Akhir – akhir ini ada beberapa kelompok yang melarang puasa di bulan Rajab. Benarkah puasa Rajab di larang? Bid’ahkah? Apa mereka mempunyai dalil-dalil atas larangan tersebut?
Untuk menjawab semua itu mari kita ikuti jawaban
1. Habib Munzir Bin Fuad Al Musawa Pimp. Majelis Rasulullah SAW Jakarta.
Ini saya kutip dari Blog Bang Syafii. Semoga Membawa manfaat..
Mengenai dalil dalil yg mengingkari bahwa Rasul saw tidak pernah memerintah untuk puasa Rajab, maka itu adalah pendapat mereka, karena Puasa rajab sudah dilakukan oleh beberapa sahabat radhiyallahu ‘ anhum.
tak satupun dalil dari hadits Rasul saw yg melarang Puasa Rajab, bahkan para sahabat sebagian melakukannya, sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Muslim hadits no.1157, bahwa Utsman bin Hakim Al Anshariy bertanya pada said bin Jubair mengenai Puasa Rajab, maka ia menjawab bahwa Ibn Abbas ra berkata bahwa Rasul saw bila berpuasa maka terus puasa, dan bila tak puasa maka terus tak puasa. (shahih Muslim hadits n0.1157)
riwayat menunjukkan bahwa tak ada pelarangan yg mengharamkan puasa rajab, bila ada pelarangan maka tentu akan disebutkan bahwa Rasul saw, atau Ibn Abbas ra, atau Sa’id bin Jubair akan berkata bahwa itu haram dan dilarang. dan juga Shahih Muslim hadits no.2069 bahwa Ummulmukminin Aisyah ra menegur Abdullah bin Umar ra bahwa apakah betul ia melarang orang berpuasa Rajab, maka Abdullah bin Umar berkata :
“Bagaimana dengan puasa seumur hidup?”, ini menunjukkan tidak ada pelarangan dari Abdullah bin Umar ra mengenai puasa Rajab, dan pertanyaan itu muncul dari Aisyah ra memberikan pemahaman pada kita bahwa beliau melakukan puasa Rajab, bila beliau tak melakukannya maka paling tidak beliau (Aisyah ra) menyukai dan menyetujuinya, karena beliau menegur Abdullah bin Umar ra apakah betul ia melarang orang puasa rajab. riwayat ini adalah pada shahih Muslim.
setumpuk dalil mereka kemukakan dan tak satupun ada hadits Rasul saw yg melarang atau mengharamkan puasa rajab, namun mereka mengharamkannya seenak perutnya.
bila Ummul mukminin Aisyah menyetujuinya, kiranya dari manakah Aisyah mengenal hal itu?, dari kitab kah?, atau dari catatan catatan yg mungkin palsu da salah cetak?, DARI SUAMINYA TENTUNYA, SIAPAKAH SUAMINYA?, SAYYIDINA MUHAMMAD SAW, dan Aisyah tak pernah mengetahui sesuatu dari Ilmu Syariah selain bersumber dari Suaminya, Rasulullh saw, Aisyah ra mengungkari orang yg melarang puasa rajab, silahkan kita memilih antara pemahaman Wahabi atau Ummulmukminin Aisyah ra. memang tak ada hadits shahih nya, namun tak ada pula hadits shahih yg melarangnya, bahkan tak ada hadits dhoif atau ucapan sahabat atau ucapan muhadditsin yg melarang puasa di bulan rajab mengenai hal hal bid’ah, maka Bid;ah hasanah adalah hal yg dianjurkan dengan Nash Shahih dari Shahih Muslim hadits no.1017 “Barangsiapa yg membuat hal baru dala islam yg membawa kebaikan maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya.
Nah.. perayaan Isra Mi’raj adalah Bid’ah hasanah, sama seperti Penjilidan Al Qur’an yg juga tak pernah diperintahkan oleh Rasul saw namun adalah Ijtihad para sahabat dimasa khalifah Usman ra, demikian pula Ilmu hadits, yaitu Ilmu sanad, ilmu matan, derajat hadits dlsb yg tak pernah diajarkan oleh Rasul saw, itu merupakan Bid’ah hasanah, demikian pula Shahih Bukhari, dan semua buku hadits yg menuliskan hadits hadits Rasul saw dan itu tak pernah diajarkan dan diperintahkan oleh Rasul saw untuk mrmbukukannya, demikian pula penyempurnaan masjid misalnya, dengan dilengkapi Karpet, kipas angin, dsb yg tak pernah diajarkan oleh Rasul saw dan sahabat, namun itu dilakukan untuk maslahat ummat, selama tidak bertentangan dengan syariah Islam.
konyol sekali mereka ini, mereka tak mau memakai hal yg Bid’ah walaupun Bid’ah hasanah, namun mereka sendiri memakai Shahih Bukhari, dan Kitab2 hadits, yg itu semuanya Bid’;ah hasanah. mereka melarang apa yg diperbolehkan oleh Rasul Allah saw, Naudzubillah dari pemahaman konyol ini.
http://arroudloh.wordpress.com/2010/06/14/benarkah-puasa-rajab-dilarang/
2. Ustadz Bachtiar Nasir
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram ( suci ). Itulah ( ketetapan ) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu , dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya , dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” ( QS At-Taubah [9] : 36 ).
Tak dimungkiri bahwa bulan Rajab adalah salah satu bulan yang dihormati ( asyhurul hurum ). Ini adalah bulan yang dilarang di dalamnya berperang, kecuali jika diserang dan bermaksiat di dalamnya adalah sangat besar dosanya ( … Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu… ).
Dari Abu Bakrah RA, Nabi SAW bersabda: “Zaman ( masa ) terus berjalan dari sejak awal penciptaan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan di antaranya ada empat bulan haram ( suci ), tiga bulan berurutan, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, al-Muharam, serta Rajab yang berada di antara dua Jumadil dan Sya’ban.” ( HR Bukhari – 2958 ).
Adapun riwayat-riwayat hadis tentang ibadah-ibadah khusus ( puasa dan shalat ) umumnya adalah maudhu’ ( mengada-ada ) dan perawinya kebanyakan majhul ( tidak jelas biografinya ) sebagaimana hadis yang disebutkan di atas. Tidak ditemukan dalam riwayat yang sahih tentang shalat atau puasa khusus pada bulan Rajab. Namun, yang terbaik menjelang Ramadhan dua bulan ke depan adalah meningkatkan ketaatan dan ketakwaan kita dengan memperbanyak ibadah-ibadah sunah yang telah jelas perintahnya dari Rasulullah seperti shaum Daud, qiyamullail, tilawah Al-Quran, membaca kitab tafsir dan hadis, dan lain-lain. Wallahu a’lam bish-shawab.■
Sumber : Konsultasi Agama, Republika, Jumat, 3 Juni 2011 / 1 Rajab 1432
************************
Catatan : Humor
Nah, di bawah ini ada anekdot dari perdebatan antara Salafy Wahabi VS NU. Ini memang murni lucu-lucuan, tapi walaupun sekedar humor, namun tetap memiliki kekuatan lebih dari sekedar humor biasa.
Selamat mengikuti anekdot ini, dan awas, jangan tegang terus, ah….?
Wahabi & Salafi (WS): “Maulid dan tahlilan itu haram, dilarang di dalam agama.”
Nahdlatul Ulama (NU) : “Yang dilarang itu bid’ah, bukan Maulid atau tahlilan, bung!
WS : “Maulid dan tahlilan tidak ada dalilnya.”
NU : “Makanya jangan cari dalil sendiri, nggak bakal ketemu. Tanya dong sama guru, dan baca kitab ulama, pasti ketemu dalilnya.”
WS : “Maulid dan tahlilan tidak diperintah di dalam agama.”
NU : “Maulid dan tahlilan tidak dilarang di dalam agama.”
WS : “Tidak boleh memuji Nabi Saw. secara berlebihan.”
NU : “Hebat betul anda, sebab anda tahu batasnya dan tahu letak berlebihannya. Padahal, Allah saja tidak pernah membatasi pujian-Nya kepada Nabi Saw. dan tidak pernah melarang pujian yang berlebihan kepada beliau.”
WS : “Maulid dan tahlilan adalah sia-sia, tidak ada pahalanya.”
NU : “Sejak kapan anda berubah sikap seperti Tuhan, menentukan suatu amalan berpahala atau tidak, Allah saja tidak pernah bilang bahwa Maulid dan tahlilan itu sia-sia.”
WS : “Kita dilarang mengkultuskan Nabi Saw. sampai-sampai menganggapnya seperti Tuhan.”
NU : “Orang Islam paling bodoh pun tahu, bahwa Nabi Muhammad Saw. itu Nabi dan Rasul, bukan Tuhan.”
WS : “Ziarah ke makam wali itu haram, khawatir bisa membuat orang jadi musyrik.”
NU : “Makanya, jadi orang jangan khawatiran, hidup jadi susah, tahu.”
WS : “Mengirim hadiah pahala kepada orang meninggal itu percuma, tidak akan sampai.”
NU : “Kenapa tidak! kalau anda tidak percaya, silakan anda mati duluan, nanti saya kirimkan pahala al-Fatihah kepada anda.”
WS : “Maulid itu amalan mubazir. Daripada buat Maulid, lebih baik biayanya buat menyantuni anak yatim.”
NU : “Cuma orang pelit yang bilang bahwa memberi makan atau berinfak untuk pengajian itu mubazir. Sudah tidak menyumbang, mencela pula.”
WS : “Maulid dan tahlilan itu bid’ah, tidak ada di zaman Nabi saw.”
NU : “Terus terang, Muka anda juga bid’ah, karena tidak ada di zaman Nabi Saw.”
WS : “Semua bid’ah (hal baru yang diada-adakan) itu sesat, tidak ada bid’ah yang baik/hasanah.”
NU : “Saya ucapkan selamat menjadi orang sesat. Sebab Nabi Saw. tidak pernah memakai resleting, kemeja, motor, atau mobil seperti anda. Semua itu bid’ah, dan semua bid’ah itu sesat.”
WS : “Kasihan, masyarakat banyak yang tersesat. Mereka melakukan amalan bid’ah yang berbau syirik.”
NU : “Sudah lah, kalau anda masih bodoh, belajarlah dulu, sampai anda bisa melihat jelas kebaikan di dalam amalan mereka.”
WS : “Saya menyesal dilahirkan oleh orang tua yang banyak melakukan bid’ah.”
NU : “Orang tua anda juga pasti sangat menyesal karena telah melahirkan anak durhaka yang sok pintar seperti anda.”
WS : “Para penceramah di acara Maulid, bisanya hanya mencaci maki dan memecah belah umat.”
NU : “Sebetulnya, para penceramah itu hanya mencaci maki orang seperti anda yang kerjanya menebar keresahan dan benih perpecahan di kalangan umat.”
WS : “Qunut Shubuh itu bid’ah, tidak ada dalilnya, haram hukumnya.”
NU : “Kasihan, rokok apa yang anda hisap? Setahu saya, di dalam iklan, merokok Star Mild hanya membuat orang terobsesi menjadi sutradara atau orator. Sedangkan anda sudah terobsesi menjadi ulama besar yang mengalahkan Imam Syafi’i yang mengamalkan qunut shubuh. Lebih Brasa, Brasa Lebih pinter gitu loh!”
http://www.mutakhorij-assunniyyah.co.cc/2011/04/debat-wahabi-salafi-vs-nu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar