Ya ayyuhas sadirul muzawwiru min sholafin, mahlan fainnaka bil ayyami munkhodi.
Hai orang-orang yang egois yang sombong lagi berpaling, hati-hatilah karena hari-harimu menipu.
Sumber kehancuran seseorang lebih banyak berasal dari dirinya sendiri, dibandingkan faktor-faktor yang berasal dari luar. Diri sendiri adalah kekuatan utama yang menopang kehidupan. Jika kekuatan itu cukup mempunyai landasan yang kuat, faktor-faktor yang berasal dari luar diri akan mampu dikelola dengan baik betapapun keras dan sulitnya tantangan yang dihadapi.
Salah satu sifat dalam diri manusia yang menjadi sumber kehancurannya adalah apa yang disebut sebagai kesombongan. Sombong adalah perasaan dalam diri manusia bahwa ia mempunyai berbagai kelebihan tertentu dibandingkan orang lain, dimana kelebihan tersebut membuatya merasa menjadi lebih mulia sehingga harus didahulukan pendapatnya, dihormati, dan lain sebagainya.
Sikap dan sifat semacam ini menjadikan manusia cenderung memikirkan bagaimana dirinya dihargai dan dihormati orang lain, karena merasa dirinyalah yang ‘serba’ dan ‘paling’ pintar, paling keren, paling kaya dan berbagai ‘paling’ lainnya. Kesombongan itu menimbulkan sikap angkuh dan congkak yang bisa menjadi awal dari sebuah permusuhan dengan orang-orang disekitarnya.
Permusuhan dengan orang-orang sekitar kita adalah cara paling baik untuk menghancurkan diri sendiri. Permusuhan tersebut menjadikan kita lehilangan berbagai kesempatan untuk saling tolong menolong dan bekerjasama dalam berbagai hal. Akibatnya akan banyak potensi dan kemungkinan pengembangan diri yang terabaikan karena proses permusuhan ini.
Walau tidak bermusuhan sekalipun, kesombongan dan keangkuhan akan membawa keengganan pada seseorang untuk menjalin hubungan baik dengan kita. Akibatnya kehidupan kita akan lebih banyak dikucilkan, sehingga mengurangi proses kebahagiaan dalam hidup secara keseluruhan. Disatu sisi mungkin kita tidak secara langsung mebutuhkan orang-orang disekitar kita, tetapi alangkah lebih indahnya jika kehidupan bertetangga kita juga baik dan saling mengenal serta menghargai satu dengan yang lain.
Kesombongan juga membawa kita kepada kehancuran, karena kesombongan merupakan awal dari diri kita untuk menutupi kesadaran dan kebenaran yang timbul. Kesombongan karena kita merasa lebih pintar dari orang lain akan membawa pada sikap mempertahankan diri yang membabi buta, karena yang kita pentingkan adalah bahwa orang lain mengikuti ide dan pandangan kita. Tolok ukurnya bukan lagi kebenaran, keadilan atau kebaikan, tetapi kemenangan kita. Akibatnya kesombongan menutupi kebenaran yang datang kepada kita.
Kesombongan pada akhirnya adalah cara kita untuk menutupi segala kekurangan yang kita miliki. Dengan kesombongan kita berharap bahwa apa yang menjadi kesalahan kita bisa tertutupi oleh kesombongan yang kita tampilkan. Kita berpura-pura terhadap suatu hal untuk menutupi hal lain.
Karena itulah mahfudzot diawal kalimat membuka kesadaran kita untuk sedapat mungkin menjauhi sikap dan sifat sombong dalam diri kita, karena sebenarnya sikap tersebut menipu kita dengan atau tanpa kita sadari. Kita menipu diri sendiri bahwa kita tahu padahal kita tidak tahu, atau kta menipu diri sendiri seakan akan kita bisa, padahal kta tidak bisa.
Seperti sebuah gelas yang sudah terisi air, orang-orang sombong tidak akan pernah mau menerima pengetahuan dari orang lain, karena merasa dirinya sudah penuh dan tidak ada lagi yang perlu dipelajari. Padahal dengan kemajuan dan percepatan zaman yang demikian dahsyat, belajar dan menerima pengetahuan terus menerus akan menjadi dasar untuk menjalani kehidupan modern yang semakin dinamis.
Jika kita setiap hari dengan rendah hati mau membuka diri terhadap berbagai pengetahuan yang dimiliki orang lain, kita akan siap menerima segala ilmu dan pengetahuan baru yang datang kepada kita. Kita akan lebih mudah dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan dimana kita tinggal, karena kita bisa dengan segera mempelajari bagaimana pola kehidupan tersebut.
Kesiapan untuk menerima ilmu dan pengetahuan juga menjadi dasar yang kuat dalam proses seseorang menghadapi perubahan zaman yang semakin dinamis, karena bagaimanapun dunia akan terus berubah. Tidak ada didunia ini yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri, maka kerendahan hati kita akan membantu kita untuk menyesuaikan diri dengan baik, sehingga kita mampu bertahan hidup.
Sumber :
MAN JADDA WAJADA, The art of Excellent Life, oleh : Akbar Zainudin
http://hilmanmuchsin.blogspot.com/2011/08/menjadi-padi-yang-semakin-merunduk.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar