Imam Dzahabi dalam kitab Siyar A'lam an-Nubala (8/114) menyebutkan, al-Hafidz Ibnu Abdil Barr berkata dalam buku At-Tamhid, “Aku tuliskan ini dari hafalanku, karena buku aslinya tidak ada padaku.”
Abdullah al-Umari al-Abid menulis surat kepada Imam Malik menasihati beliau untuk banyak menyendiri dengan berzikir dan beribadah sunah.
Imam Malik menulis jawaban kepadanya, “Sesungguhnya Allah membagi amalan sebagaimana membagi rezeki. Boleh jadi Allah mudahkan dan memberikan taufik-Nya kepada seseorang untuk banyak melakukan shalat sunah, tapi tidak dalam puasa sunah.”
“Orang lain lagi, Allah memudahkan kepadanya untuk banyak bersedekah, ada lagi yang Allah mudahkan dan beri kelebihan kepada seseorang dalam berjihad. Menyebarluaskan ilmu juga merupakan amal kebaikan yang sangat utama. Saya ridha dengan taufik-Nya yang telah memudahkan untukku dalam menyebarkan ilmu syar'i. Saya kira amalan yang kulakukan ini tidak lebih rendah dari amalanmu. Saya berharap kita semuanya dalam kebaikan.”
Ada beberapa pelajaran dan hikmah dari kisah di atas. Pertama, kehati-hatian ulama dalam menukil atau menceritakan ucapan seseorang.
Imam Ibnu Abdil Barr mengatakan, redaksi cerita ini dari hafalannya, bukan redaksi Imam Malik. Hendaknya kita berupaya membawakan hadis Nabi SAW yang sahih agar tidak terjerumus berdusta atas nama beliau.
Pesan kepada para wartawan dan jurnalis, baik di media cetak maupun elektronik, hendaknya lebih berhati-hati dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Jangan sampai berbohong kepada publik.
Hendaknya kita lebih selektif dalam memilih, memuat, dan menyebarkan berita. Agar informasi yang disampaikan berupa informasi yang membangun, menyejukkan, memperbaiki, dan menyatukan.
Kedua, pentingnya saling menasihati sesama Muslim. Jika kita mengetahui kekurangan dan aib pada saudara kita, janganlah kita menyebarkan aibnya. Ingatkanlah dia.
Jika sulit untuk berjumpa, kirimlah surat dengan ungkapan yang baik. Agar orang yang dinasihati tidak tersinggung, bahkan malah menyadari dan segera memperbaiki kesalahannya.
Ketiga, bagi yang dinasihati, jika isi nasihat tidak tepat atau bahkan salah alamat, janganlah marah atau tersinggung. Bergembiralah dengan kritikan saudara kita, karena nasihat merupakan bentuk perhatian dan rasa sayang kepada sesama saudara.
Keempat, jawablah nasihat yang kurang tepat dengan jawaban yang sopan. Berilah permisalan dan bantahlah dengan tegas tapi tetap menjaga keadilan dan penuh rasa kasih sayang.
Kelima, Allah memberikan potensi dan kelebihan yang beragam kepada hamba-hamba-Nya. Janganlah saling merendahkan, janganlah saling menyombongkan diri.
Hendaklah umat Islam saling bersinergi, bekerja sama dalam kebaikan dan takwa, serta saling menguatkan satu sama lain.
Allah berfirman, “Taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian berselisih, yang menyebabkan kalian menjadi gentar dan kekuatan kalian hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS al-Anfal: 46).
Rasululullah SAW bersabda, “Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah dari mukmin yang lemah, dan pada keduanya terdapat kebaikan.” (HR Muslim). “Seorang mukmin bagi mukmin lainnya bagai sebuah bangunan yang saling menguatkan satu sama lainnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Oleh; Fariq
Gasim Anuz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar