Sosiolog Imam B. Prasodjo, mengirimkan surat terbuka kepada Presiden
Republik Indonesia Joko Widodo, sebagai bentuk keprihatinannya atas pelantikan
Jenderal Budi Gunawan sebagai Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia,
bertepatan dengan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika.
Berikut surat
yang ditulisnya itu.
SURAT UNTUK PRESIDEN
YANG MUNGKIN TAK AKAN PERNAH DIBACA
YANG MUNGKIN TAK AKAN PERNAH DIBACA
Jakarta, 22 April 2015
Kepada Yang Terhormat,
Presiden Joko Widodo,
Presiden Joko Widodo,
Kami tak dapat berkata apa pun melihat
begitu kasat mata arogansi kekuasaan diperagakan dan dibiarkan merajalela.
Peristiwa yang akan terjadi hari ini adalah simbol kecongkakan luar biasa yang
meruntuhkan kepercayaan paling dalam. Padahal, selama ini kepercayaan itu
dicoba dibangun dan ditumbuhkan, dan rakyat pun menyambut dengan gegap gempita.
Inilah episode peperangan kebatilan
melawan kejujuran dalam babak baru dalam bungkus politik hukum manipulatif yang
menjadi landasan utama. Lihatlah. Ketika proses hukum formal dijalankan
mengemas beragam kepentingan politik yang bekerja tanpa landasan kejujuran dan
tanggung-jawab, tidakkah kepercayaan yang akan menjadi taruhannya? Kepercayaan
itu pasti akan terkikis dan bahkan bisa lenyap sama sekali, tanpa bekas? Apakah
dikira kepercayaan rakyat yang tumbuh dari batin yang paling dalam ini, dapat
dicegah oleh kekuatan kekuatan argumen legalistik yang dibingkai berdasarkan
manuver pasal demi pasal akrobat advokat dan hakim bayaran yang sungguh
memuakkan? Sama sekali tidak!
Ketahuilah, semua itu tak akan mampu
menahan menjalarnya keraguan dan ketidak-percayaan. Apakah artinya kekuasaan
bila tak dilandasi kepercayaan rakyat banyak. Apakah artinya kebanggaan bila
tak disangga pemihakan pada kejujuran dan tanggung-jawab?
Bapak Presiden,
Kalimat yang tersusun ini memang terlalu abstrak untuk dicerna bagi siapa saja yang tak memahami betapa kini gejolak hati jutaan rakyat begitu hebat terjadi. Kalimat ini sulit difahami bagi mereka yang tak mampu berempati pada tersendatnya denyut nadi orang-orang biasa yang selama ini menjadi saksi kemungkaran yang terjadi di negeri ini. Apakah dikira mereka diam tak memahami semua kepalsuan di balik semua kejadian ini?
Kalimat yang tersusun ini memang terlalu abstrak untuk dicerna bagi siapa saja yang tak memahami betapa kini gejolak hati jutaan rakyat begitu hebat terjadi. Kalimat ini sulit difahami bagi mereka yang tak mampu berempati pada tersendatnya denyut nadi orang-orang biasa yang selama ini menjadi saksi kemungkaran yang terjadi di negeri ini. Apakah dikira mereka diam tak memahami semua kepalsuan di balik semua kejadian ini?
Bapak Presiden,
Tentu Bapak melihat begitu banyak rakyat biasa semula sangat berharap bahwa negeri ini, kali ini, akan memulai langkah penuh arti untuk dimulainya perubahan nyata bagi kehidupan bangsa. Di tengah gelapnya awan oligarki yang menutup bumi Indonesia, banyak yang berharap bahwa kali ini, akan ada seberkas sinar terang yang mampu menembus awan, memberi harapan pada perbaikan. Itulah harapan perubahan kehidupan rakyat banyak yang jelata, lepas dari cengraman elit ketamakan dan kerakusan.
Tentu Bapak melihat begitu banyak rakyat biasa semula sangat berharap bahwa negeri ini, kali ini, akan memulai langkah penuh arti untuk dimulainya perubahan nyata bagi kehidupan bangsa. Di tengah gelapnya awan oligarki yang menutup bumi Indonesia, banyak yang berharap bahwa kali ini, akan ada seberkas sinar terang yang mampu menembus awan, memberi harapan pada perbaikan. Itulah harapan perubahan kehidupan rakyat banyak yang jelata, lepas dari cengraman elit ketamakan dan kerakusan.
Siapa pengusung seberkas sinar pemberi
harapan itu? Orang berharap ia adalah orang biasa, orang sederhana yang lugu,
orang yang tak punya kepentingan apa apa, dan orang yang bukan berasal dari
siapa siapa. Tetapi orang itu punya nyali karena ia dianggap akan berani
melawan siapa saja yang melawan kepentingan orang biasa. Ia berani karena
justru ia lugu, ia tak memiliki kepentingan pribadi dan ia bahkan tak tertarik
pada kekuasaan yang dipegangnya. Karena itu, orang itu diharapkan bisa
melakukan apa pun, dengan resiko apa pun, karena bila ia terkena imbas dari
langkah yang diambilnya, ia tak akan kehilangan apa-apa karena ia semula memang
bukan siapa siapa.
Bapak Presiden,
Andalah orang biasa itu yang diharapkan mengawal seberkas sinar pembawa harapan itu. Begitu banyak rakyat menunggu langkah nyata itu yang kini harus dilakukan di saat situasi kritis. Jangan biarkan oligarki awan gelap menutup dan menghalangi sinar pembawa harapan dan kepercayaan yang semula tumbuh menyebar menyinari negeri ini.
Andalah orang biasa itu yang diharapkan mengawal seberkas sinar pembawa harapan itu. Begitu banyak rakyat menunggu langkah nyata itu yang kini harus dilakukan di saat situasi kritis. Jangan biarkan oligarki awan gelap menutup dan menghalangi sinar pembawa harapan dan kepercayaan yang semula tumbuh menyebar menyinari negeri ini.
Sekali lagi, saat inilah langkah nyata
harus dilakukan Presiden dengan bekal mandat sebagian besar rakyat yang sudah
dengan penuh keikhlasan diberikan.
Jangan kacaukan pemahaman bahwa pemberi
mandat itu adalah segelintir tokoh elit penikmat kelanggengan kursi kekuasaan.
Kini jelas rakyat menunggu langkah
Presiden menggunakan “keluguan” sebagai modal melangkah “cerdas” untuk memihak
jutaan rakyat biasa, orang biasa, dan logika biasa. Jangan khianati kejujuran
dengan melakukan pembiaran pada kezaliman. Pembiaran itu sama saja dengan
pemihakan pada mereka para kenikmatan kekuasaan dan nafsu ketamakan.
Yakinlah dalam melangkah dengan
landasan suara hati. Itulah landasan yang paling dapat dipercaya. Itulah nurani
kebenaran yang pasti ada di dalam dada. Selamatkan Indonesia! Jangan biarkan
orang orang penuh kepalsuan bertengger menempati jabatan yang dapat menghancurkan
kepercayaan dan menghancurkan bangsa.
Kami,
Suara Orang Tak Jelas
Yang Mencoba Bersuara
Suara Orang Tak Jelas
Yang Mencoba Bersuara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar