“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil mengangis dan meeka bertambah khusyuk.” (QS Al Israa[17]:109).
Seringkali, ketika sesuatu terjadi di luar rencana, harapan dan keinginan lewat tak tertangkap barulah manusia mengingat Dia. Sadar dirinya tak mampu berbuat apa-apa, jika Allah sudah berkehendak. Saat itu biasanya manusia menangis. Namun, tak lama bila ada harapan dan keinginan yang terwujud, maka tertawalah ia dan lupa lagi kepada Sang Pemberi Harapan.
Amat biasa, manusia menangis, melelehkan air matanya, ketika merasa hancur, tujuannya gagal, harapannya kabur dan cita citanya berantakan. Atau, apabila yang telah diupayakannya mengalami kebuntuan.
Menangis adalah cara Allah menunjukkan kekuasaan dan kemahabesaranNya. Titik titik air bening dari kelopak mata itu bias jadi adalah teguran Allah terhadap riak kenistaan yang kerap mewarnai kehidupan ini.
Seperti Allah menurunkan hujan dari gumpalan awan untuk membasahi bumi dari kekeringan hingga tumbuh sayur segar dan buah yang ranum. Seperti itulah barangkali tangis manusia akan membasahi kekeringan hati dan melelehkan kerak kegersangan agar menghadirkan kembali wajah Dia yang mengiringi setiap langkah selanjutnya.
Semestinya , tangisan meluluhkan bongkah bongkah keangkuhan dalam dada, hingga timbul kesadaran hanya Dia yang berhak berlaku sombong. Air mata itu akan melelehkan pandangan mata dari meremehkan orang lain dan semakin menjernihkan kacamata untuk lebih bias melihat kemahabesaran dan kekuasaan Alah. Titik titik bening itu akan membersihkan debu debu pengingkaran yang menyesaki kelopak mata yang menjadikan seringkali lupa bersyukur atas nikmat pemberianNya.
Semestinya pula, melelehkan air mata membuat hati tetap basah oleh ke tawadluan, qana’ah, dan juga cinta terhadap sesame. Air mata menjadi penyadar bahwa apa pun yang kita upayakan semua tergantung padaNya. Tak ada yang patut disombongkan pada diri di hadapan sesame apalagi di hadapan Dia. Air mata akan mengantarkan kita pada kekhusyukan.
Bersyukurlah bila masih bias meneteskan air mata. Namun, air mata menjadi tak ada atinya jika setelah tetes terakhir, tak ada perubahan apapun dalam langkah kita. Tak akan ada hikmahnya, bila kesombongan masih menjadi baju utama kita. Wallahu a’lam bish-shawab.
Oleh: Umi Nurtri Ratih
http://hikmah08.multiply.com/journal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar