Manusia lahir dalam keadaan FITRAH.
Kondisi Fithrah merupakan konsekuensi dari substansi penciptaan manusia yang memang berasal dari Ruh-Nya. Sifat ini secara hakiki akan menggiring manusia untuk selalu cenderung kepada kebenaran. Maka perjalanan manusia sejati di muka bumi pada hekekatnya adalah perjanjian manusia menuju kebenaran mutlak yaitu Allah. Lalu ruh ditiupkan kedalam jasad maka saat itu manusia melakukan materialisasi. Sesuatu yang suci dan immateri tersebut bercampur dengan sesuatu yang material. Proses penciptaan manusia mempunyai keistimewaan dibanding ciptaan-Nya yang lain.
Manusia adalah puncak ciptaan Tuhan, merupakan makhluk tertinggi dan wakil Tuhan memakmurkan bumi dengan menerapkan nilai-nilai-Nya (membangun peradaban). Jadi keberadaan manusia adalah disengaja, tidak main-main dan akan dikembalikan kepada Tuhan untuk pertanggungjawaban. Oleh karena itu sebagai pengemban amanah tentu saja manusia adalah makhluk pilihan yang dibekali dengan segenap potensi agar misi yang diembannya dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.
Sesuatu yang membuat manusia menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (hanief). Itu dikarenakan karena Tuhan telah mengambil perjanjian dengan manusia tentang keesaanNya agar manusia mengenal kebenaran yang mutlak (Tuhan)
Jadi dalam diri manusia ada FITRAH untuk senantiasa berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan jahat. NURANI manusia selalu merindukan kedamaian dan ketenangan. Jauh di dalam lubuk hati manusia, pada dasarnya selalu ada KERINDUAN untuk terus menerus mengikuti jalan agama yg benar.
Rasulullah saw. melalui salah satu haditsnya juga menyebutkan bahwa pada dasarnya setiap anak manusia dilahirkan dalam keadaan suci, tak bernoda.
Rasul menegaskan:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Maka tergantung pada kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak seorang Yahudi, Nashrani, atau Majusi”.
Dari landasan teologis di atas, jelaslah bahwa dalam diri manusia ada potensi bersih dan suci. Prinsip kebaikan ini diakui oleh seluruh umat manusia, sedangkan kejahatan akan senantiasa mengantarkan manusia menuju kehinaan dan kesengsaraan.
Jiwa manusia dengan fitrahnya, jika dibiarkan (tanpa ada pengaruh dari luar) akan tumbuh mengakui Allah, uluhiyahNya, mencintaiNya, menyembahNya dan tidak menyekutukanNya dengan suatu apapun. Oleh karena itu tauhid terpusatkan pada fitrah, sedangkan syirik adalah hal baru dan pendatang dalam fitrah tersebut.
Ketika manusia tergelincir berbuat kejahatan yang menghinakan dirinya serta menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan dan agamanya, Allah mengingatkan mereka melalui firmannya.
Dalam Q. S. al-Rum: 30 ditegaskan:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Bagi manusia yang masih sadar akan eksistensi kemanusiaannya, ia akan mempertahankan fitrah kemanusiaannya. Bahkan, ia akan selalu berusaha meningkatkan derajat serta kualitas kemanusiaannya. Tetapi bagi mereka yg telah dibutakan mata hatinya oleh dekapan nafsu, ia akan terlena dan terbuai, tdk memedulikan lagi fitrah kemanusiaannya yg suci. Ia akan terlelap dlm bisikan nafsu, sampai akhirnya maut datang menjemputnya.
Allah SWT secara tegas mengecam para budak ‘nafsu’ dengan firman-Nya:
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya.”
(Q.S. Al-Furqan: 43-44)
Betapa nista dan hinanya gelar yang disematkan Allah SWT kepada para pemuja nafsu. Mereka diibaratkan seperti binatang, bahkan jauh lebih hina dari binatang tersebut. Dan jelas, tempat yang telah disiapkan bagi mereka adalah neraka Jahannam (Q. S. Al-A’raf: 179)
Semoga kita termasuk manusia-manusia yang senantiasa menjaga fitrah insaniyah kita, menyadari eksistensi kemanusiaan kita, sehingga mengarungi hidup dan kehidupan di dunia ini selalu berada dalam bimbingan wahyu Ilahi. Aamiin YRA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar