“Wow, you are good in making money!”,
“Wuihh, target sales setahun sudah dapat di bulan ke 6.”,
“Jago sekali Anda, profit perusahaan naik dua kali lipat.”
beberapa kata diatas mungkin sering kali terdengar ditelinga Anda.
Bisa jadi kata-kata tersebut ditujukan ke Anda, atau bahkan orang lain.
Faktanya, dalam dunia profesional dan/atau dunia kerja, sering kali kita temui orang-orang yang memiliki kelebihan maupun keunggulan dalam mencari uang. Singkat cerita tipikal orang yang seperti itu umumnya akan menjadi aset yang berharga bagi perusahaan. Tapi pertanyaannya, apakah seseorang yang mahir alias jago mencari uang menjadi jaminan bahwa dirinya juga handal dalam mengelola serta mengatur keuangan pribadi? Jawabannya belum tentu.
Tidak sedikit orang-orang yang konon katanya mahir dalam mencari uang (Good in making money) dalam perusahaan, memiliki masalah dalam keuangan pribadinya. Ada juga yang mampu menciptakan profit hingga berlipat-lipat di tempat kerja, tapi ternyata terlilit hutang yang besar dalam kehidupan pribadinya. Apakah hal tersebut menimpa rekan Anda, keluarga Anda, kolega Anda, atau bahkan Anda sendiri? Satu kata yang mampu menjabarkan kondisi tersebut adalah, Ironis. Yup, sangat ironis ketika melihat seseorang yang handal dalam mencari uang di tempat bekerja, tetapi memiliki masalah keuangan bertumpuk dalam keuangan pribadi.
Mari kita telaah lebih lanjut mengenai fenomena ini. Dalam bisnis, mungkin Anda pernah mendengar istilah “Do You Run Your Business, or Your Business Runs You?”, dalam Bahasa Indonesia pengertiannya pertanyaan tersebut adalah apakah Anda yang menjalankan bisnis Anda dan memiliki kekuasaan yang besar dalam mengatur jalannya bisnis Anda. Atau sebaliknya, Bisnis Anda mengendalikan kehidupan Anda.
Konteks yang serupa pun bisa dianalogikan ke dalam uang. Sederhananya adalah “Do You Run Your Money, or Money Runs You?”. Apakah Anda memiliki kendali penuh dalam mengatur dan pengelolaan uang Anda, atau uang yang mengatur kehidupan Anda? Jika berbicara mengenai uang dan kebutuhan, sangat erat kaitannya. Apa lagi jika berbicara mana yang lebih dulu muncul, apakah uang terlebih dahulu, atau kebutuhan terlebih dahulu? Serupa dengan telur dan ayam, mana yang duluan.
Ada yang berpendapat uang dulu yang dipikirkan, baru penuhi kebutuhan sesuai dengan uang yang ada. Ada juga yang berpendapat kebutuhannya dulu yang ditargetkan, kemudian cari uangnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Tidak ada yang salah ataupun yang paling benar dalam hal ini. Keduanya dapat digunakan sebagai pendekatan awal agar terbiasa dengan pengaturan keuangan yang baik.
Kunci awal agar seseorang dapat mengatur keuangan dengan baik terletak kepada fokus tujuannya. Banyak kesalahan yang terjadi lantaran seseorang tidak memiliki tujuan yang jelas dalam kondisi keuangannya. Sehingga, sampai sebesar apapun uang yang dapat dihasilkan, tidaK dapat memenuhi jawaban atas kebutuhan mereka. Sebagai contoh sederhana, berapa banyak orang yang berfikir bahwa satu-satunya solusi agar permasalahan keuangan mereka terselesaikan adalah dengan adanya kenaikan income. Atau lebih sederhananya lagi adalah, “Saya baru akan bisa menabung, kalau memiliki panghasilan yang lebih besar dari ini.”.
Secara logika dan perhitungan sederhana memang masuk akal, semakin tinggi penghasilan yang diterima maka semakin besar juga uang yang bisa disimpan. Akan tetapi, fakta yang sering kali muncul dilapangan adalah, “Semakin tinggi penghasilan, semakin tinggi pengeluaran.”. Oh ya? Masa sih? Mungkin Anda tidak percaya hal tersebut.
Tapi coba perhatikan lingkungan sekitar, atau mungkin pengalaman pribadi Anda. Berapa banyak orang yang berkata, “Nanti aja deh nabung, Ntar aja deh Investasi, kalau uangnya udah banyak.”. Ironisnya pada saat mereka sudah memiliki uang yang lebih banyak karena gaji naik atau apapun itu, tetap saja mereka tidak bisa menabung. Fenomena ini yang akhirnya menjawab pertanyaan, dimana kenaikan penghasilan belum tentu menjadi jawaban atas semua permasalah keuangan. Kuncinya ada dalam pengaturan yang bijak. Pengaturan keuangan idealnya diawali dengan tujuan dan juga fokus.
Apa yang ingin dicapai, kemana arah yang ingin dituju, berapa besar uang yang harus tersedia. Apa pun bahasanya, intinya adalah mengenai tujuan. Semakin fokus dan semakin jelas tujuannya, maka semakin besar potensi seseorang untuk dapat mengatur keuangan dengan bijak. Yang menjadi bahaya adalah pada saat tidak ada tujuan. Berapa besar uang yang diperoleh, tetap habis juga untuk sebuah alasan yang kadang tidak jelas. Seberapa sering Anda berbelanja atau membeli barang akan tetapi setelah tiba di rumah, Anda bingung barang tersebut untuk apa. Ingat kunci ada di tujuan Anda.
Sedikit sharing tentang pengalaman seseorang. Sebut saja dia adalah Boy, seorang laki-laki usia 25 tahun. Fresh greduate, baru bekerja kurang lebih 2 tahun dengan penghasilan 3,5 Juta rupiah per bulan. Dua tahun yang lalu, Boy bingung untuk apa uang yang dia dapatakan. Belum menikah, tinggal di kos-kosan, dan baru saja mencicipi dunia kerja. Singkat cerita, masih anak kemarin sore. Dalam masa kebingungannya, setiap bulan gaji Boy selalu habis tidak jelas untuk apa. Sampai satu titik tiba-tiba Boy menginginkan sebuah tempat tinggal sederhana untuk dirinya selama Boy bekerja di Jakarta. Tercetuslah sebuah ide untuk memiliki apartemen sederhana, sebut saja apartemen bersubsidi. Tidak lama setelah terlintas, Boy mencari seluruh informasi terkait dengan apartemen tersebut. Singkat cerita seluruh informasi sudah diperoleh, dan setalah dihitung-hitung ternyata Boy mampu mendapatkan apartment itu dengan catatan harus bisa mengatur keuangan dan juga melakukan investasi rutin dengan cara menyisihkan sebagian gaji yang diterima. Seiring waktu berjalan, setelah 2 tahun berlalu. Akhirnya aprtemen impian pun sudah bisa didapat. Meskipun masih mencicil, tapi cicilan tersebut pun bukan menjadi masalah karena Boy terbiasa mengatur keuangan secara bijak sesuai dengan kondisi yang ada.
Melihat contoh kasus diatas, berapa banyak orang yang memiliki gaji lebih besar dari Boy, tetapi mereka tidak bisa menabung. Berapa banyak orang yang sudah bekerja puluhan tahun, tetapi mereka tidak memiliki aset atas nama pribadi.
Hati-hati, semakin tinggi penghasilan tidak menjamin Anda terlepas dari permasalahan keuangan. Godaan terbesar dalam pengaturan keuangan terletak pada diri sendiri, gaya hidup dan faktor lingkungan pun tidak ubahnya selalu menjadi dorongan bagi seseorang untuk beralasan mengapa mereka tidak dapat mengatur keuangan dengan bijak. Segala keputusan pada saat membeli sesuatu ataupun bertransaksi selalu muncul dari diri sendiri. Anda yang memutuskan apa yang ingin Anda lakukan.
Jadi, jika Anda tidak bisa mengatur keuangan dengan baik, jangan salahkan orang lain. Salahkan diri sendiri, kenapa saya tidak bijak dalam mengatur keuangan? Fokus pada tujuan dapat menjadi perisai yang baik pada saat Anda berada pada posisi yang dilematis. Selama Anda tahu tujuannya apa, dan kemana arahnya dengan jelas, maka Anda juga akan lebih mudah mengetahui mana yang terbaik untuk Anda. Ingat menara kontrol dalam pengaturan keuangan ada di dalam diri Anda. Bukan dari berapa besar uang yang Anda hasilkan, tapi seberapa bijak Anda mengatur keuangan Anda. Have Fun with your Money…
Penulis. Budi Triadi Pratama, S.Mn, RIFA, RFA® , Blogger Tamu,
Senior Advisor, Akbar’s Financial Check Up
http://blog.tempointeraktif.com/ekonomi-bisnis/jago-mencari-uang-tidak-sama-dengan-jago-mengatur-uang/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar