Kehidupan ini menjadi ideal dan menenteramkan jika ada TUJUAN yang jelas setelah kehidupan, jika tidak demikian maka kehidupan ini menjadi gersang tanpa makna. Jika kita menganggap bhw kehidupan dunia akan berhenti disini, maka berapa banyak harta yang bisa di tumpuk atau berapa tinggi jabatan yang bisa di raih, tetapi setelah kematian semuanya tidak ada artinya sama sekali.
Kita hidup di dunia laksana seorang musafir. Tidak ada yang berharga bagi seorang musafir selain "bekal". Maka sejatinya, dunia ini adalah "pohon yang rindang", tempat berteduh sang musafir. Jika ia tertipu dgn indahnya pohon tempatnya berteduh, ia tidak akan sampai pada tujuan.
Tidak yang lebih berharga dalam kehidupan ini setelah iman selain "waktu".
Setiap bangsa memiliki falsafahnya sendiri tentang waktu. Bangsa Arab misalnya, mempunyai falsafah “al waqtu kash shoif” (waktu ibarat pedang). Maksudnya, kalau kita pandai menggunakan pedang, maka pedang itu akan menjadi alat yang bermanfaat. Tapi kalau tidak bisa menggunakannya, maka bisa-bisa kita sendiri akan celaka. Begitu juga dengan waktu, kalau kita pandai memanfaatkannya maka kita akan menjadi orang yang sukses. Tapi kalau tidak, maka kita sendiri yang akan tergilas oleh waktu.
Sementara orang barat, mempunyai falsafah: “time is money”, waktu adalah uang. Faham ini sangat materialisme. Kesuksesan, kesenangan, kebahagiaan, kehormatan, semuanya diukur dengan materi. Maka mereka akan merasa rugi jika ada sedikit saja waktu yang berlalu tanpa menghasilkan uang. Uang menjadi tujuan hidupnya.
Waktu adalah benda yang paling berharga dalam kehidupan seorang Muslim. Ia tidak dapat ditukar oleh apapun. Ia juga tidak dapat kembali jika sudah pergi. Sungguh sangat merugi orang yang menyia-nyiakan waktunya. Saking mahalnya, Allah (sampai) bersumpah: "Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang yang beriman, beramal saleh, (saling) nasehat-menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati dalam (menapaki) kesabaran"
(Qs. Al-'Ashr [103]: 1-3).
Nabi saw mengingatkan: "Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu di dalamnya: kesehatan dan waktu luang (kekosongan)" (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas). Waktu luang ini akan sia-sia jika tidak dikontrol. Ia akan terbuang begitu saja jika tidak langsung dimanfaatkan.
Jangan biarkan waktu itu kosong melompong dan berlalu tanpa makna. Tidakkah kita ingin waktu luang itu kita isi dengan membaca Alquran, shalat Dhuha, shalat Witir, shalat Tahajjud, dsb. Janganlah waktu luang itu dikhianati dengan "senda gurau" yang tak bermakna. Karena jumlah waktu itu sama di mana saja, 24 jam. Bagi tigalah ia: sebagian untuk kesehatan (istirahat, olah-raga, bercanda seperlunya), sebagian lagi untuk jasmani (makan dan minum) dan sepertiga terakhir untuk Allah.
Imam Nawawi ra memberikan nasehat yang sangat berharga: "Hendaklah bagi seorang penuntut ilmu untuk mengumpulkan ilmu di waktu luang dan semangat yang menggebu-gebu, masa muda dan ketika tubuh masih kuat, ketika keinginan masih menggunung dan kesibukan masih sedikit sebelum tiba hal-hal yang tanpa makna".
Kalau kita simak, banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang diawali dengan menggunakan kata ‘waktu’. Misalnya wadh dhuha (demi waktu dhuha), wal fajri (demi waktu fajar), wal laili (demi waktu malam), dan masih banyak lagi. Dalam ayat-ayat tersebut Allah bersumpah dengan menggunakan kata waktu. Menurut para ahli tafsir, dengan menggunakan kata waktu ketika bersumpah, Allah swt., ingin menegaskan bahwa manusia hendaknya benar-benar memperhatikan waktu, karena sangat penting dan berharga dalam kehidupan manusia.
Dalam surat al-‘Ashr, Allah swt. berfirman: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. Al-‘Ashr: 1-3).
Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa, pada dasarnya semua manusia itu berpotensi menjadi orang yang merugi, baik di dunia maupun di akhirat. Lalu siapakah manusia yang beruntung? Ternyata menurut Al-Qur’an, manusia yang beruntung itu bukanlah yang pangkatnya tinggi atau yang uangnya banyak. Tapi yang beruntung adalah mereka yang beriman, beramal shaleh, dan yang suka menasehati dalam kebenaran dan selalu bersabar.
Merujuk surat Al-‘Ashr tersebut, maka konsep waktu menurut Islam adalah: Iman, beramal shaleh, senantiasa menasehati berbuat kebenaran dan bersikap sabar. Keempat kata kunci, yaitu iman, amal shaleh, kebenaran dan kesabaran, kalau boleh kita rangkum dalam satu kata dapat bermakna ‘ibadah’. Jadi konsep waktu menurut Al-Qur’an bermakna ibadah. Hal ini sejalan dengan tujuan dari penciptaan manusia itu sendiri, yakni: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku”.
Yang dimaksud dengan ibadah bukan sekedar shalat, puasa, zakat, ataupun haji saja. Melainkan ibadah dalam pengertian luas, yaitu mencangkup seluruh aspek kehidupan, mulai dari bangun tidur, hingga bangun tidur kembali, semuanya harus diisi dengan ibadah kepada Allah swt. Ini sesuai pula dengan komitmen kita yang selalu diucapkan ketika kita melaksanakan shalat: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semata-mata hanya untuk Allah Ta’ala.”
Ingatlah pesan Nabi Muhammad saw: “Jadilah engkau di dunia ini seperti seorang musafir atau bahkan seperti seorang pengembara. Apabila engkau telah memasuki waktu sore, janganlah menanti datangnya waktu pagi. Dan apabila engkau telah memasuki waktu pagi, janganlah menanti datangnya waktu sore. Ambillah waktu sehatmu (untuk bekal) waktu sakitmu, dan hidupmu untuk (bekal) matimu.” (H.R. Bukhari).
Hadits tersebut mengingatkan kita agar kita selalu mempersiapkan diri dalam menghadapi kehidupan di dunia ini. Seperti halnya seorang pengembara, hendaknya selalu menyiapkan perbekalan.
Selain itu, Hadits ini juga mengingatkan kita agar selalu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Jangan suka menunda-nunda waktu. Kalau kita ingin berbuat baik, lakukan sesegera mungkin. Jangan menunggu esok hari. Mumpung lagi sehat, berbuat baiklah sebanyak-banyaknya, sebab kalau sudah sakit, kita sulit untuk melakukan sesuatu. Apalagi kalau sudah meninggal, tertutup sudah kesempatan untuk beramal shaleh di dunia.
Assalamu'alaikum.. ^_^
BalasHapusbuat yang suka corat-coret di blog, yuk gabung di BLOOFERS (Blog Of Friendship) disini banyak para penulis dari berbagai daerah..
buka link ini : BLOOFERS