Lydia mengaku prihatin saat mendengar insiden islamofobia
terjadi di Australia. Belum lagi perkara masalah larangan burka yang kini
menjadi perbincangan di Parlemen Australia.
Rasa keprihatinan ini menjadi benang merah ketika Lydia memutuskan memeluk Islam. Awalnya, Lydia seperti sebagian warga Australia mengaku geram dengan hal berbau Islam dan Muslim, apalagi soal Muslimah berhijab.
"Saya waktu itu berpikir, bagaimana seorang Muslim mengancam nyawa kamni. Saya pikir pula setiap Muslimah itu mengalami penindasan," kenang dia seperti dilansir news.au.com, Selasa (7/10).
Saat itu, Lydia mengaku belum pernah berinteraksi dengan Muslim. Namun, itu tidak menghentikan pandanganya terhadap Islam dan Muslim. Pandangan baru berubah, saat ia mengunjungi Masjid Auburn Gallipoli.
"Kesalahpahaman saya hanyut. Ada kesamaan antara Islam dan Kristen. Kami memiliki cerita soal Nabi Adam, Ibrahim, Musa, Nuh, Yesus dan lainnya," ungkap dia.
Sejak kunjungan pertama, Lydia secara rutin menyambangi masjid setiap Sabtu. Setiap menyambangi masjid, ia mengenakan hijab. Ada saja ilmu didapatnya usai mengunjungi masjid. "Ada ayat yang mengatakan ketika seorang Muslim membunuh maka ia membunuh seluruh umat manusia," kata dia.
Sejauh itu, memang belum ada rasa tertarik Lydia untuk lebih mendalami ajaran Islam. Ia masih pada tahapan mengkonfirmasi pertanyaan yang ada dipikirannya. Di luar itu, iapun memikirkan apa yang terjadi apabila dirinya memeluk Islam. Bagaimana orang tua, bagaimana koleganya ketika ia menjadi Muslim.
"Ketakutan itu begitu menghantui saya," ucap dia.
Perasaan itu berangsur hanyut. Mulai muncul ketertarikan Lydia mendalami ajaran Islam. Sekelebat, Lydia semakin yakin untuk menjadi Muslim. "Saya telah menimbang konsekuensi dari keputusan saya ini. Saya harus menjalani hidup yang berbeda dari apa yang dijalaninya selama ini," ucap dia.
Alhamdulillah. Usai menjadi Muslim, Lydia segera mengenakan hijab. Baginya, hijab merupakan satu kewajiban seorang Muslimah sebagai wujud tanda komitmen terhadap Islam. Hijab juga bentuk penghormatan Islam terhadap Muslimah.
"Tidak benar, Muslimah mengenakan hijab karena suami mereka," kata dia.
Lydia mengaku kesalahpahaman terbesar soal Muslimah adalah soal penindasan. "Kami tidak dipaksa mengenakan hijab. Putusan ini murni dari diri sendiri," kata dia.
Fakta inilah, kata Lydia, yang menjadi dasar pecelehan verbal atau fisik oleh orang asing. Tak terhitung berapa kali, Lydia kerap menerima pelecehan itu. "Lalu muncul ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah), saya diancam dan diserang hanya karena ISIS itu bagian dari Islam," kata dia.
Lydia berharap pemerintah Australia bisa melindungi umat Islam bukan mempermasalahkan hijab."Saya percaya ada banyak kesalahpahaman tentang islam dan Muslim. Mereka yang tidak tahu seharusnya datang kepada saya atau umat Islam. Kami tidak menakutkan banyak orang, kecuali saya tengah marah," kata dia.
Rasa keprihatinan ini menjadi benang merah ketika Lydia memutuskan memeluk Islam. Awalnya, Lydia seperti sebagian warga Australia mengaku geram dengan hal berbau Islam dan Muslim, apalagi soal Muslimah berhijab.
"Saya waktu itu berpikir, bagaimana seorang Muslim mengancam nyawa kamni. Saya pikir pula setiap Muslimah itu mengalami penindasan," kenang dia seperti dilansir news.au.com, Selasa (7/10).
Saat itu, Lydia mengaku belum pernah berinteraksi dengan Muslim. Namun, itu tidak menghentikan pandanganya terhadap Islam dan Muslim. Pandangan baru berubah, saat ia mengunjungi Masjid Auburn Gallipoli.
"Kesalahpahaman saya hanyut. Ada kesamaan antara Islam dan Kristen. Kami memiliki cerita soal Nabi Adam, Ibrahim, Musa, Nuh, Yesus dan lainnya," ungkap dia.
Sejak kunjungan pertama, Lydia secara rutin menyambangi masjid setiap Sabtu. Setiap menyambangi masjid, ia mengenakan hijab. Ada saja ilmu didapatnya usai mengunjungi masjid. "Ada ayat yang mengatakan ketika seorang Muslim membunuh maka ia membunuh seluruh umat manusia," kata dia.
Sejauh itu, memang belum ada rasa tertarik Lydia untuk lebih mendalami ajaran Islam. Ia masih pada tahapan mengkonfirmasi pertanyaan yang ada dipikirannya. Di luar itu, iapun memikirkan apa yang terjadi apabila dirinya memeluk Islam. Bagaimana orang tua, bagaimana koleganya ketika ia menjadi Muslim.
"Ketakutan itu begitu menghantui saya," ucap dia.
Perasaan itu berangsur hanyut. Mulai muncul ketertarikan Lydia mendalami ajaran Islam. Sekelebat, Lydia semakin yakin untuk menjadi Muslim. "Saya telah menimbang konsekuensi dari keputusan saya ini. Saya harus menjalani hidup yang berbeda dari apa yang dijalaninya selama ini," ucap dia.
Alhamdulillah. Usai menjadi Muslim, Lydia segera mengenakan hijab. Baginya, hijab merupakan satu kewajiban seorang Muslimah sebagai wujud tanda komitmen terhadap Islam. Hijab juga bentuk penghormatan Islam terhadap Muslimah.
"Tidak benar, Muslimah mengenakan hijab karena suami mereka," kata dia.
Lydia mengaku kesalahpahaman terbesar soal Muslimah adalah soal penindasan. "Kami tidak dipaksa mengenakan hijab. Putusan ini murni dari diri sendiri," kata dia.
Fakta inilah, kata Lydia, yang menjadi dasar pecelehan verbal atau fisik oleh orang asing. Tak terhitung berapa kali, Lydia kerap menerima pelecehan itu. "Lalu muncul ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah), saya diancam dan diserang hanya karena ISIS itu bagian dari Islam," kata dia.
Lydia berharap pemerintah Australia bisa melindungi umat Islam bukan mempermasalahkan hijab."Saya percaya ada banyak kesalahpahaman tentang islam dan Muslim. Mereka yang tidak tahu seharusnya datang kepada saya atau umat Islam. Kami tidak menakutkan banyak orang, kecuali saya tengah marah," kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar