Allah SWT menciptakan manusia dengan segala potensi yang dimilikinya, agar dengan potensi itu, manusia dapat berikhtiar untuk penghidupan saat ini (dunia) dan alam keabadian (akhirat).
Potensi yang mendorong manusia untuk mau berikhtiar, pada akhirnya akan membuahkan sebuah ‘hadiah’ yang kerap dinantikan yakni rezeki yang baik. Karena secara makro rezeki itu sifatnya luas, maka uang dan harta bukanlah satu-satunya sumber kebahagiaan bagi sebagian besar orang.
Mereka akan berbahagia dengan sempurna, manakala jasmani rohaninya sehat, hingga ia bisa bersama-sama dengan keluarganya. Ada pula yang tetap berbahagia hidup dalam kesederhanaan, meski sebenarnya ia sangat berkecukupan.
Dalam redaksi yang sungguh sempurna, Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya di sisi Allah pengetahuan yang tepat tentang hari kiamat. Dan Dia-lah jua yang menurunkan hujan, dan yang mengetahui dengan sebenar-benarnya tentang apa yang ada dalam rahim (ibu yang mengandung). Dan tiada seseorang pun yang betul mengetahui apa yang akan diusahakannya esok (sama ada baik atau jahat); dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi negeri manakah ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Amat Meliputi pengetahuan-Nya.” (QS Luqman: 34)
Allah membuka ayat di atas dengan pengetahuan tentang hari kiamat, Dia menegaskan bahwa hanya benar-benar Zat-Nya saja yang Maha Mengetahui kapan waktu persis hari akhir itu akan tiba. Allah hanya menyebutkan di dalam firman-Nya yang lain bahwa kiamat akan datang dengan tiba-tiba (baghtah), dan peristiwa itu teramat berat baik bagi langit maupun bumi.
Selanjutnya, Allah memberikan perumpamaan fenomena alam berupa turunnya hujan, agar kita menyadari pada hakikatnya hujan adalah bentuk rahmat-Nya. Ketiga, Allah memberikan penegasan pula bahwa hanya Allah yang mengetahui dengan sebenarnya penghidupan dalam rahim seorang perempuan, terlepas dari kecanggihan teknologi ultrasonografi (USG) dua bahkan empat dimensi.
Keempat, Allah memberikan potensi kepada manusia untuk berikhtiar, namun dengan keterbatasan manusia yang tidak tahu apa yang akan terjadi padanya tempat, barang sedetik pun. Terakhir, penegasan-Nya tentang bagaimana, kapan, dan dimana setiap manusia akan menghabiskan jatah usianya.
Oleh karenanya, dalam kehidupan yang amat sementara ini, hendaknya kita menutup usia dengan ikhtiar menjemput rezeki. Rasulullah SAW telah menunjukkan banyak cara, yakni pertama, berbakti pada kedua orangtua, “Apabila hamba itu meninggalkan berdoa kepada kedua orang tuanya niscaya terputuslah rezeki (Allah) daripadanya.”(HR al-Hakim dan ad-Dailami)
Kedua, menyambung silaturahim, “Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan dilambatkan ajalnya maka hendaklah dia menghubungi sanak-saudaranya.” (HR Bukhari)
Ketiga, tawakkal pada Allah, “Seandainya kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kamu diberi rezeki seperti burung diberi rezeki, ia pagi hari lapar dan petang hari telah kenyang.” (HR Ahmad, at-Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim dari Umar bin al-Khattab RA)
Keempat, menyayangi anak yatim. “Adakah kamu suka hatimu menjadi lembut, dan kamu memperolehi hajat keperluanmu? Kasihanilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berikanlah dia daripada makananmu, niscaya lembutlah hatimu dan kamu akan memperolehi hajatmu.”(HR Tabrani)
Kelima, bertobat dengan sebenar-benarnya. “Wahai manusia, bertobatlah kepada Allah, sebelum kamu mati. Bersegeralah melakukan amalan-amalan salih sebelum kamu kesibukan dan hubungilah antara kamu dengan Tuhan kamu dengan membanyakkan sebutan (zikir) kamu kepada-Nya dan banyak bersedekah dalam bersembunyi dan terang-terangan, nanti kamu akan diberi rezeki, ditolong dan diberi kesenangan.” (HR Ibnu Majah)
Terakhir, perbanyak istighfar. “Barang siapa memperbanyak istighfar maka Allah SWT akan menghapuskan segala kedukaannya, menyelesaikan segala masalahnya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka.” (HR Ahmad, Abu Daud, an-Nasai, Ibnu Majah dan al-Hakim dari Abdullah bin Abbas RA).
Oleh: Ina S Febriani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar