Dalam
hidupnya, manusia membutuhkan matahari, bulan, bintang, dan alam semesta
lainnya. Lebih dari itu, manusia adalah makhluk yang hidup di bumi yang
menjadi bagian dari jagat raya atau alam semesta. Hidup manusia pun tidak
dapat dipisahkan dengan alam semesta.
Sebagai makhluk yang tidak bisa dipisahkan dengan alam semesta hendaknya kita mampu menyatukan diri dengannya. Caranya, yakni melakukan berbagai interaksi dengan alam semesta dalam berbagai kesempatan.
Allah SWT dan Rasul-Nya memerintahkan kepada kita untuk menyatukan diri dengan alam. Hal ini terlihat dari diperintahkannya diri kita untuk mentadaburi alam semesta ini. Allah SWT berfirman, “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran [3]: 191).
Dalam ayat lain, “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Mahapemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” (QS al-Mulk [67] : 3-4).
Perintah lain, kita diminta untuk merespons kejadian atau keunikan alam yang kita lihat atau kita hadapi. Misalnya, ketika kita menyaksikan gerhana bulan, baik gerhana bulan maupun matahari, kita diperintahkan untuk berzikir dan melaksanakan shalat gerhana.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah, dan keduanya tidak gerhana karena kematian seseorang, atau kehidupannya (kelahirannya). Jika kalian melihat gerhana maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, bersedekahlah, dan shalatlah.” (HR Bukhari).
Ketika kita mampu menyatukan diri kita dengan alam semesta maka kita akan menyakini akan kebesaran dan keagungan Allah SWT yang membuat keimanan kita semakin kuat dan menumbuhkan rasa syukur kepada-Nya. Selain itu, ketika kita menyatukan diri dengan alam semesta, sesungguhnya kita telah menyatukan zikir atau ketundukan kita dengan zikir atau ketundukkan alam semesta kepada Allah SWT. Sebab, alam semesta pun berzikir dan tunduk kepada-Nya.
Allah SWT berfirman, “Apakah kamu tiada mengetahui bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata, dan sebagian besar daripada manusia? Dan, banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barang siapa yang dihinakan Allah maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS al-Hajj [22] : 18)
Dengan demikian, wujud dari penyatuan diri kita dengan alam semesta dapat direalisasikan dengan menadaburi alam semesta dan merespons setiap keunikan dan fenomen alam dengan doa, zikir, dan ibadah-ibadah lainnya. Wallahu’alam.
Sebagai makhluk yang tidak bisa dipisahkan dengan alam semesta hendaknya kita mampu menyatukan diri dengannya. Caranya, yakni melakukan berbagai interaksi dengan alam semesta dalam berbagai kesempatan.
Allah SWT dan Rasul-Nya memerintahkan kepada kita untuk menyatukan diri dengan alam. Hal ini terlihat dari diperintahkannya diri kita untuk mentadaburi alam semesta ini. Allah SWT berfirman, “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran [3]: 191).
Dalam ayat lain, “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Mahapemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” (QS al-Mulk [67] : 3-4).
Perintah lain, kita diminta untuk merespons kejadian atau keunikan alam yang kita lihat atau kita hadapi. Misalnya, ketika kita menyaksikan gerhana bulan, baik gerhana bulan maupun matahari, kita diperintahkan untuk berzikir dan melaksanakan shalat gerhana.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah, dan keduanya tidak gerhana karena kematian seseorang, atau kehidupannya (kelahirannya). Jika kalian melihat gerhana maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, bersedekahlah, dan shalatlah.” (HR Bukhari).
Ketika kita mampu menyatukan diri kita dengan alam semesta maka kita akan menyakini akan kebesaran dan keagungan Allah SWT yang membuat keimanan kita semakin kuat dan menumbuhkan rasa syukur kepada-Nya. Selain itu, ketika kita menyatukan diri dengan alam semesta, sesungguhnya kita telah menyatukan zikir atau ketundukan kita dengan zikir atau ketundukkan alam semesta kepada Allah SWT. Sebab, alam semesta pun berzikir dan tunduk kepada-Nya.
Allah SWT berfirman, “Apakah kamu tiada mengetahui bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata, dan sebagian besar daripada manusia? Dan, banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barang siapa yang dihinakan Allah maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS al-Hajj [22] : 18)
Dengan demikian, wujud dari penyatuan diri kita dengan alam semesta dapat direalisasikan dengan menadaburi alam semesta dan merespons setiap keunikan dan fenomen alam dengan doa, zikir, dan ibadah-ibadah lainnya. Wallahu’alam.
Oleh:
Moch. Hisyam
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/14/10/22/ndu2a2-menyatu-dengan-alam-semesta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar