Al-Hamdulillah,
segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salm atas Rasulullah
–Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Tujuan
diciptakan manusia untuk beribadah kepada Allah Ta'ala semata. ibadah ini
dikerjakan sampai nyawa berpisah dari badan. Dalam pelaksanaannya dituntun yang
terbaik, ahsanu amala.
Yakni dengan benar-benar menjaga keikhlasan dan benar dalam pelaksanaan.
Setelah itu ia berharap kepada Allah dengan sungguh-sungguh agar diterima.
Namun
jangan kita lengah, karena syetan tetap akan menggoda kita supaya ibadah
tersebut rusak. Salah satunya adalah dengan menanamkan rasa bangga diri,
kekaguman dan bangga dengan amal tersebut. Merasa bahwa ia telah menunaikan hak
Allah dengan sempurna. Kesombongan boleh jadi ikut tertanam, sehingga ia
melihat dirinya yang paling baik sementara ibadah orang lain banyak kekurangan.
Sikap
orang shalih penghuni surga tidak demikian. Mereka sungguh-sungguh dalam ibadah
kepada dan takut kalau-kalau ibadahnya tidak diterima. Bahkan, lebih dari itu,
ia beranggapan amalnya tidak pantas diterima oleh Allah. Banyak cacat dan
kekurangan dalam ibadah yang mereka tegakkan sehingga istighfar senantiasa
terucap dari lisan mereka. Allah Ta’ala berfirman tentang mereka,
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آَتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
"Dan orang-orang yang memberikan apa yang
telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa)
sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka." (QS.
Al-Mukminun: 60)
Aisyah Radliyallaahu 'Anha berkata,
“Aku telah bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu
'Alaihi Wasallam tentang ayat ini, apakah mereka orang-orang yang
minum khamer, pezina, dan pencuri? Beliau menjawab, “Tidak, wahai putri al-Shiddiq. Mereka
adalah orang-orang yang berpuasa, menunaikan shalat dan shadaqah namun mereka
takut kalau amalnya tidak diterima.” (HR. Muslim, kitab al Imarah,
bab Man Qatala li al-Riya wa al-Sum’ah Istahaqqa al-Naar, no. 1905)
Allah
menyebutkan beberapa sifat penghuni surga dari orang-orang muttaqin,
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍآخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa
berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil
apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum
itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; Mereka sedikit sekali tidur
di waktu malam; Dan
di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)." (QS. Al-Dzaariyat:
15-18)
Ibnu
Katsir menyebutkan penafsiran sebagian ulama terhadap ayat terakhir, "Mereka
shalat malam dan mengakhirkan (melanjutkannya,-red) istighfar sampaia waktu
sahur (menjelang shubuh)." Jadi mereka itu adalah orang-orang yang mengisi
hidupnya dengan kebaikan. Mereka banyak amal dengan harta dan fisik mereka.
Tapi dipenghujung malam, selepas mengerjakan shalat malam yang panjang, mereka
memohon ampun atas dosa dan kesalahan.
Imam
Ibnul Qayyim berkata, “ Puas dengan ketaatan yang telah dilakukan adalah di
antara tanda kegelapan hati dan ketololan. Keraguan dan kekhawatiran dalam hati
bahwa amalnya tidak diterima harus disertai dengan mengucapkan istighfar
setelah melakukan ketaatan. Hal ini karena dirinya menyadari bahwa ia telah
banyak melakukan dosa-dosa dan banyak meninggalkan perintah-Nya."
Allah
telah memerintahkan kepada para hujjaj untuk mengucapkan istighfar setelah
mereka rampung dari melaksanakan ibadah haji. Hal ini sebagai penyempurna dan
kemuliaan. Allah Ta’ala berfirman:
فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Maka apabila kamu telah bertolak dari
Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berzikirlah (dengan
menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya
kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian
bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan
mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS. Al Baqarah: 198-199)
Syaikh
al-Sa'di rahimahullah mengatakan,
"Beginilah seharusnya yang dilakukan hamba, setiap selesai dari
melaksanakan ibadah dia beristighfar (meminta ampun) kepada Allah atas kealpaan
dan bersyukur kepada Allah atas taufiq-Nya. Tidak seperti orang yang melihat
dirinya telah menyempurnakan ibadah dan berbangga di hadapan Tuhannya."
Dalam
surat lain Allah menjelaskan,
الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
"(Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar,
yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon
ampun di waktu sahur." (QS. Ali Imran: 17)
Imam
al-Hasan menjelaskan ayat ini, bahwa mereka adalah orang-orang yang lama dalam
menjalankan shalat sampai menjelang waktu sahur (akhir malam) kemudian mereka
duduk dengan mengucapkan istighfar (meminta ampunan) kepada Allah.
Dalam
hadits shahih dijelaskan bahwa ketika Nabi Shallallaahu
'Alaihi Wasallam selesai mengucapkan salam dari shalatnya, maka
beliau mengucapkan istighfar tiga kali. (HR. Muslim dari Tsauban)
Jangan
Bersandar Pada Amal
Sebab
dari ketertipuan ini adalah sikap bersandar kepada amal secara berlebih. Ini
akan melahirkan kepuasan, kebanggaan, dan akhlak buruk kepada Allah
Ta’ala. Orang yang melakukan amal ibadah tidak tahu apakah amalnya
diterima atau tidak. Mereka tidak tahu betapa besar dosa dan maksiatnya, juga
mereka tidak tahu apakah amalnya bernilai keikhlasan atau tidak. Oleh karena
itu, mereka dianjurkan untuk meminta rahmat Allah dan selalu mengucapkan
istighfar karena Allah Mahapengumpun dan Mahapenyayang.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radliyallah
'Anhu, Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ قَالُوا وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا
"Sungguh amal seseorang tidak akan memasukkannya
ke dalam surga." Mereka bertanya, "tidak pula engkau ya
Rasulallah?" Beliau menjawab, "Tidak pula saya. Hanya saja Allah
meliputiku dengan karunia dan rahmat-Nya. Karenanya berlakulah benar (beramal
sesuai dengan sunnah) dan berlakulah sedang (tidak berlebihan dalam ibadah dan
tidak kendor atau lemah)." (HR. Bukhari dan Muslim, lafadz
milik al-Bukhari)
Sesungguhnya
seseorang tidak akan masuk surga kecuali dengan rahmat Allah. Dan di antara
rahmat-Nya adalah Dia memberikan taufiq untuk beramal dan hidayah untuk taat
kepada-Nya. Karenanya, dia wajib bersyukur kepada Allah dan merendah diri
kepada Allah.
Tidak
layak dia bersandar kepada amalnya untuk menggapai keselamatan dan mendapatkan
derajat tinggi di surga. Karena tidaklah dia sanggup beramal kecuali
dengan taufiq Allah, meninggalkan maksiat dengan perlindungan Allah, dan semua
itu berkat rahmat dan karunia-Nya.
Seorang
hamba tidak pantas membanggakan amal ibadahnya yang seolah-olah bisa terlaksana
karena pilihan dan usahanya semata, apalagi ada perasaan telah memberikan
kebaikan untuk Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan amal ibadah
hamba-hamba-Nya. Dia Mahakaya, tidak butuh kepada makhluk-Nya. Wallahu Ta'ala
A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Oleh:
Badrul Tamam
http://www.voa-islam.com/islamia/aqidah/2013/02/04/23003/hatihati-janganlah-kamu-tertipu-oleh-amalmu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar