Alkisah, seekor rusa sedang melihat bayangannya dari sebuah sungai yang jernih airnya. Dia melihat tanduknya yang kokoh dan kuat. Bercabang dengan begitu indahnya. Sangat gagah. Menunjukkan status sosial yang bergengsi di kehidupan belantara.
Sang rusa beralih melihat tubuhnya. Tubuh yang atletis. Sangat serasi dengan tanduk yang menghiasi kepalanya. Rusa tersenyum. Namun sesaat kemudian senyumnya lenyap. Dia menyadari bayangan kaki yang muncul di permukaan sungai sangat tidak sepadan dengan tanduk dan tubuhnya. Sangat kecil. Senyumnya berubah rutukan. Tidak semestinya kakinya kecil seperti ini.
Tiba-tiba datanglah seekor harimau yang siap memangsa rusa. Rusa dengan gesit berlari. Kakinya yang kecil memudahkan dia untuk bergerak dengan lincah. Harimau jauh tertinggal. Rusa lega, dia selamat dari terkaman harimau.
Namun, secara tak sengaja tanduk indahnya tersangkut di ranting pohon yang menjuntai. Sekuat tenaga dia berusaha melepaskan diri. Namun gagal. Rusa menyerah, tanduk indahnya masih tersangkut. Sementara harimau sudah tepat dihadapannya. Segera menerkam rusa. (Abu Aufa Abdillah, Tamsil : 14)
Tragis. Kaki kecil rusa yang dia remehkan ternyata menyelamatkannya dari harimau. Namun justru tanduk kebanggaannya yang membuat celaka. Demikianlah tamsil sederhana dari kehidupan dunia ini. Tanduk indah rusa ibarat dunia. Penuh dengan keindahan yang menyilaukan mata. Harta, tahta, popularitas menjadi mutlak untuk diperjuangkan.
Semakin banyak harta, tinggi kedudukan semakin banggalah manusia. Tak sedikit pula manusia yang memperjuangkan dunia dengan merugikan kawan dan sahabatnya. Menyingkirkan siapapun yang menghalangi. Padahal, kemegahan dunia sama sekali tak membantu manusia dalam kehidupan hakiki. Kehidupan akhirat.
Sementara kaki kecil rusa adalah ibarat ibadah manusia. Ibadah yang seringkali kita remehkan dan terlupakan. Sama sekali bukan prioritas. Namun itulah yang sesungguhnya menyelamatkan manusia di hari perhitungan amal.”(Yaitu) di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”(QS. Asy-Syu’araa’: 88-89). Dalam Kitab Tafsir Qurthubi dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan hati yang bersih adalah hati yang dipenuhi dengan dzikr (mengingat Allah) dan terbebas dari tipu daya dunia.
Alquran telah banyak mengingatkan manusia untuk waspada dengan kehidupan dunia. Salah satunya dalam QS Al-Hadid : 20. ”Ketahuiah sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak….” Di akhir ayat tersebut Allah berfirman,”Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
Maka, manakah yang akan lebih kita perjuangkan? Dunia dengan segala tipu daya yang mencelakakan. Atau akhirat yang lebih baik dan kekal (QS Al-A’laa : 17). Tentu dengan ibadah dan amal sholeh yang sebanyak-banyaknya.
Dengan berjuang mengejar akhirat maka dengan sendirinya dunia yang akan berlari mengejar kita. Itulah janji Allah.”Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.”(QS. Asy-Syuura : 20)
Oleh Soraya Khoirunnisa Halim, guru di Pondok Pesantren Ta'mirul Islam Surakarta dan mahasiswi Universitas Nahdlatul Ulama Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar