Allah SWT menegaskan dalam Alquran, hubungan pernikahan adalah hubungan suci dan tidak boleh dipermainkan tanpa tanggung jawab. Karena, pernikahan merupakan ikatan yang disahkan dengan nama Allah.
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS an-Nisa [4]: 21). Dalam hadis, Rasulullah juga memberikan penjelasan mengenai pernikahan.
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, “Rasulullah berkhotbah di depan orang banyak dan bersabda, ‘Takutlah kalian kepada Allah dalam urusan wanita karena kalian telah mengambilnya sebagai amanah dari Allah dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah.” (HR Muslim). Talak memang perkara halal sebagai solusi darurat walaupun dibenci Allah.
Ada beberapa hal yang menyebabkan bolehnya seorang suami menalak istrinya. Tetapi, jangan sampai terbesit dalam hati suami untuk menimbulkan kemudharatan/bahaya bagi istrinya saat merujuk atau menalaknya.
“Apabila kamu menalak istri-istrimu lalu mereka mendekati akhir idahnya maka rujukilah mereka dengan cara yang baik atau ceraikanlah mereka dengan cara yang baik (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa berbuat demikian, sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan dan ingatlah nikmat Allah kepadamu, serta apa yang telah diturunkan Allah kepadamu, yaitu al-Kitab dan al-Hikmah (sunah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS al-Baqarah [2]: 231).
Dalam ayat lain, Allah menegaskan agar rujuk atau perceraian disaksikan oleh saksi agar tidak terjadi perselisihan di kemudian hari. Meskipun, jumhur ulama mengatakan tidak wajib hukum adanya saksi dalam rujuk atau perceraian tersebut.
Allah berfirman, “Apabila mereka telah mendekati akhir idahnya maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu serta hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS at-Thalaq [65]: 2).
Mengenai hukum talak lewat SMS, para ulama menjelaskan, hukumnya sama dengan hukum talak lewat tulisan. Para ulama berbeda pendapat tentang talak lewat tulisan, apakah termasuk talak sharih (tegas) yang tidak memerlukan niat atau kinayah (sindiran) yang memerlukan niat hingga talaknya sah.
Jumhur ulama dari kalangan Mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i berpendapat, talak melalui tulisan adalah talak secara kinayah yang memerlukan niat agar sah. Sedangkan, sebagian ulama lain, seperti al-Sya’bi, al-Nakha’i, al-Zuhri, al-Hakam, dan sebagian ulama Mazhab Hambali berpendapat, talak melalui tulisan itu merupakan talak sharih yang tetap sah meskipun tanpa niat.
Ibnu Qudamah, ulama dari Mazhab Hambali, dalam kitab al-Mughni menjelaskan, jika seorang suami menulis kalimat talak dan ia meniatkannya sebagai talak, berarti ia telah menalak istrinya. Ini yang dikatakan al-Sya’bi, al-Nakh’i, al-Zuhri, al-Hakam, Abu Hanifah, Maliki, dan yang ditegaskan oleh Syafii. Sebagian ulama Mazhab Syafi’i mengatakan, Imam Syafii mempunyai pendapat lain.
Mereka mengatakan, hal itu bukanlah talak meskipun ia meniatkannya. Karena itu adalah perbuatan dari orang yang mampu berbicara maka tidak sah talaknya sebagaimana jika dilakukan dengan isyarat. Sedangkan dalil kita, yang mengatakan talak melalui tulisan itu sah jika diniatkan, bahwa tulisan itu adalah huruf yang bisa dipahami melalui kalimat talak.
Jika di dalam tulisan itu ada kalimat talak dan dipahami serta diniatkannya maka talaknya sah sama seperti kalau dilafazkan. Ibnu Qudamah melanjutkan, jika seseorang menulis talak tanpa diniatkan, ada dua pendapat. Al-Sya’bi, al-Nakh’i, al-Zuhri, dan al-Hakam berpendapat talaknya tetap sah. Sedangkan Abu Hanifah, Malik, dan yang ditegaskan Imam Syafii mengatakan, talak itu tidak sah, kecuali diniatkan.
Karena tulisan mempunyai beberapa kemungkinan, bisa jadi ia ingin mencoba pulpennya atau memperbaiki tulisannya, maka tidak sah talaknya tanpa ada niat, seperti lafaz-lafaz kinayah lainnya. Dari sini dapat kita ketahui, jumhur ulama, terutama dari ulama empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali) berpendapat, talak melalui tulisan itu sah dan berlaku jika itu diniatkan sebagai talak.
Maka, tidak sah talak melalui SMS sampai ditanyakan kepada suami tentang niatnya, apakah ia mengirimkan SMS itu dengan niat memang untuk menalak istri atau sekadar mengancam, bahkan niat yang lainnya. Dan, ada kemungkinan juga telepon seluler milik suami itu hilang atau dicuri orang, kemudian orang itu menuliskan kalimat talak dan mengirimkan kepada istrinya.
Karena itu, kita harus memastikan kepada suami apakah memang dia yang mengirim SMS tersebut dan apakah memang berniat menalak? Jika semua itu benar, sahlah talaknya dan si istri beridah semenjak suami menulis dan mengirimkan SMS tersebut.
Wallahu a’lam bish shawab.
Ustaz Bachtiar Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar