Pasti diacungi jempol, jika ada seorang istri ketika dicium pamit di dahinya berbisik kepada suami tercinta, “Suamiku, sungguh kami di rumah bisa lebih sabar menahan lapar, dari pada makan dari rejeki yang tidak halal.”
Sambil mencium tangan sang suami, si istri kembali berpesan, “Cintaku, bawalah ke rumah apa saja yang penting halal. Jangan bawa sesuatu yang didapat dari yang dibenci Allah, ya imamku!”
“Engkau pasti pasti bisa, wahai panglimaku yang juga ayah dari anak-anakku, membuat pagar kuat bagi barang-barang yang haram...!” ujar istri sambil melepas kepergian suami.
Subhanallah. Jika ada seorang istri dari para suami di negeri ini, tidak bosan mengingatkan pesan-pesan luhur tersebut, maka bukan hanya para malaikat terkesima, tapi di atas segala-galanya alam pun turut menyanjung untuk kemudian berakrab ria dengan negeri ini.
Sementara itu, para suami setelah meninggalkan rumah dengan semua sosok-sosok tercintanya, di tempat berkiprah untuk kehidupan dunia, mereka mampu melihat jernih kerlip bara neraka di setiap kemilau suap dan uang yang remang-remang.
Mereka berani mengatakan tidak untuk amal terlaknat ini. Maka pastilah jempol kuadrat pun terlempar untuknya.
Saatnya kita bersih-bersih rumah besar bernama Indonesia ini. Negeri ini telah disesaki dengan aktivitas suap dan korupsi. Untuk bisa bekerja dan menyambung nyawa, anak bangsa harus melewati amalan suap ini.
Untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS), baik guru atau pegawai BUMN dan BUMD ternyata masih harus melewati pintu menyogok; ingin jadi polisi harus menyogok; dan mau jadi tentara juga harus menyogok.
Ini memang negeri aneh. Bahkan, orang mau mati saja harus menyogok. Luar biasa republik ini. Tentu ini bukan republik yang diinginkan para founding father. Sama sekali bukan republik yang dicita-citakan para pendiri bangsa.
Sahabatku, seharusnya hari yang masih baru di tahun ini menjadi momentum untuk memperbaiki keadaan negeri dengan secara berjamaah memerangi musuh bangsa bernama korupsi dan suap.
Semua ulama sepakat mengharamkan keduanya, bahkan termasuk dosa besar. Dengan suap hukum menjadi oleng dan tidak adil. Selain itu tata kehidupan menjadi tidak jelas.
Jika kita mau mengamini hadits Rasulullah Saw yang berbunyi “Laknat Allah bagi penyuap dan yang menerima suap,” atau hadits yang menyebut Rasulullah SAW melaknat penyuap, yang menerima suap dan perantaranya, maka menjadi mirislah kesadaran keberagamaan kita.
Semua kita tentu tidak mau mendapatkan laknat Allah dan Rasulullah Saw. Karena itu, jangan berani melakukan aktivitas risywah atau suap ini.
Semoga di negeri ini, para koruptor dan maniak suap segera menginsyafi perbuatan laknatnya ini. Secara berjamaah mari kita katakan tidak dengan korupsi dan mengamininya supaya bisa secepat angin, sesenyap hutan, sekuat debur ombak dan sekokoh gunung.
Oleh: Ustaz HM
Arifin Ilham
Tidak ada komentar:
Posting Komentar