Permintaan akan jalan tol
masih relatif tinggi.
Panjang
jalan tol yang beroperasi di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara
lainnya. Selama 36 tahun (dari 1978 sampai 2014, jalan tol yang dibangun di
Indonesia hanya sepanjang 820,2 km. Sementara panjang jalan tol di Malaysia
mencapai 3,000 km, Korea Selatan mencapai 2,623 km dan China mencapai 65,065
km.
Jika
dilihat periode waktunya, jalan tol di Indonesia banyak dibangun pada jaman
orde baru (1978-1999) secara rata-rata mencapai 26,3 km per tahun. Sementara
pada 2011-2014, rata –rata panjang jalan tol yang dibangun sebesar 15,7 km per
tahun.
Kedepan, Pemerintah
berencana membangun jalan tol sepanjang 1000 km selama 2015-2019 atau ratarata
sekitar 200 km per tahun.
Hal
tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015-2019. Penambahan jalan tol 1000 km terdiri dari Trans Sumatera, Trans
Jawa, Tol Samarinda-Balikpapan dan Tol Manado-Bitung. Berdasarkan data Jasa
Marga, diperkirakan dana yang dibutuhkan untuk membangun jalan tol 1.153 km
sebesar Rp. 132,9 triliun atau sekitar Rp. 115,27 miliar per km jalan tol.
Pada tahun 2015,
Pemerintah berencana membangun jalan tol sepanjang 125 km.
Rencana
jalan tol yang mulai konstruksi pada tahun 2015 antara lain jalan tol
Serpong-Kunciran, Kunciran-Cengkareng, Pasir Koja-Soreang, dan Manado-Bitung.
Perkiraan dana yang dibutuhkan untuk membangun jalan tol tersebut sebesar Rp.
11 triliun.
Sementara
ruas tol Trans Sumatera yang rencananya akan dibangun tahun ini adalah ruas tol
Tanjung Morawa (Medan) – Kualanamu.
Pembangunan jalan tol
1000 km selama 5 tahunü diperkirakan sulit tercapai.
Mengingat
pembangunan jalan tol selama 36 tahun hanya mencapai 820,2 km atau rata-rata
22,8 km per tahun, kami perkirakan sulit untuk membangun jalan tol 1000 km pada
5 tahun ke depan (2015-2019) atau rata-rata 200 km per tahun.
Hal ini dikarenakan pembangunan jalan tol
terkendala masalah pembebasan lahan.
Pembebasan
lahan masih menjadi masalah utama dalam pembangunan jalan tol. Terlambatnya
pembebasan lahan menyebabkan biaya investasi semakin meningkat atau terjadi
cost over run yang harus ditanggung investor.
Salah satu strategi pemerintah untuk mencapai target 1000 km
jalan tol adalah dengan memberlakukan regulasi yang lebih baik terutama terkait
aturan pengadaan lahan
Percepatan pembebasan
lahan menjadi katalis positif utama pembangunan jalan tol di tahun 2015.
Pemerintah
mengimplementasikan UU No.2 Tahun 2012 terkait pengadaan lahan mulai tahun
2015. Berdasarkan UU tersebut, pembebasan lahan untuk kepentingan umum
merupakan tanggung jawab Pemerintah yang dilakukan oleh Panitia Pembebasan
Tanah (P2T) dan terdapat kepastian waktu pengadaan lahan yang mencapai 312-552
hari kerja.
Untuk mendukung
implementasi UU tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor
30 Tahun 2015 pada tanggal 17 Maret 2015.
Perpres
tersebut merupakan perubahan ketiga atas Perpres Nomor 71 Tahun 2012. Dalam
perpres tersebut dinyatakan bahwa pendanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan
Umum dapat bersumber terlebih dahulu dari dana Badan Usaha selaku Instansi yang
memerlukan tanah yang mendapat kuasa berdasarkan perjanjian. Pendanaan
Pengadaan Tanah oleh Badan Usaha kemudian dibayar kembali oleh Pemerintah
melalui APBN/APBD atau dapat berupa perhitungan pengembalian nilai investasi.
Selain masalah pengadaan
lahan, resiko lain yangü dihadapi adalah kenaikan biaya konstruksi.
Struktur
biaya operasional industri jalan tol terbesar pada biaya konstruksi (38,6%) dan
biaya pemeliharaan jalan tol (20,1%). Pertumbuhan IHPB pada triwulan I tahun
2015 mengalami penurunan, namun rata-rata pertumbuhan Indeks Harga Perdagangan
Besar (IHPB) konstruksi pada Januari 2014 – Maret 2015 sebesar 7,48% masih
lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan IHPB konstruksi pada 2012-2013
sebesar 4,34%.
Penundaan kenaikan tarif
dari Pemerintah juga dapat menyebabkan tingkat pengembalian investasi jalan tol
berkurang.
Penyesuaian
tarif tol ditentukan berdasarkan UU No.38 Tahun 2004 dan PP No. 43 Tahun 2013.
Penyesuaian tarif tol dihitung berdasarkan inflasi dan dilakukan setiap dua
tahun sekali serta berdasarkan Keputusan Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
Berdasarkan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT), terdapat tarif di 20 ruas
tol yang rencananya akan naik pada tahun 2015. Namun, rencana kenaikan tarif
tol tersebut dapat ditunda karena tergantung pada hasil evaluasi standar
pelayanan minimum (SPM) jalan tol oleh Kementerian PU. Faktor resiko lainnya
adalah perbaikan transportasi publik yang berpotensi mempengaruhi volume
kendaraan di jalan tol.
Sumber: RPJMN 2015-2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar