Pribadi tangguh (pantang
menyerah) adalah pribadi yang tidak merasa lemah terhadap sesuatu yang terjadi
dan menimpanya. Ia menganggap sesuatu yang terjadi itu dari segi positifnya. Ia
yakin betul bahwa sekenario Allah itu tidak akan meleset sedikit pun.
Pribadi pantang menyerah
dan tangguh, adalah pribadi yang memiliki kemampuan untuk bersyukur apabila ia
mendapat sesuatu yang berkaitan dengan kebahagiaan, kesuksesan, medapat rezeki,
dll. Sebaliknya, jika ia mendapati sesuatu yang tidak diharapkannya, entah
itu berupa kesedihan, kegagalan, mendapat bala bencana, dll., maka ia memiliki
ketahanan untuk selalu bersabar.
Pribadi pantang menyerah
dan tangguh selalu memposisikan setiap kejadian yang menimpanya adalah atas
ijin dan kehendak Allah. Ia pasrah dan selalu berusaha untuk bangkit dengan
cara mengambil pelajaran dari setiap kejadian tersebut.
Pribadi pantang menyerah
ini bukan saja semata-mata dilihat secara fisik. Tetapi lebih-lebih dan yang
lebih penting justru adanya sifat positif dalam jiwanya yang begitu tangguh dan
kuat.
Seseorang menjadi kuat,
pada dasarnya karena mentalnya kuat.
Seseorang menjadi lemah, karena mentalnya lemah.
Seseorang menjadi lemah, karena mentalnya lemah.
Begitu juga, seseorang
sukses, karena ia memiliki keinginan untuk sukses. Dan seseorang gagal, karena
ia berbuat gagal.
Manusia tangguh dam kuat
itu, sudah seharusnya menjadi cita-cita kita dalam rangka mengabdi kepada
Allah.
Kita harus optimis dan
selalu berusaha untuk mencapai yang terbaik dalam hidup ini. Sehingga untuk
menjadikan pribadi pantang menyerah dan tangguh ini, maka dalam diri kita harus
tertanam sikap optimis, berpikir positif, dan percaya diri.
Setiap manusia harus
memiliki optimisme dalam menjalani kehidupan ini.
Dengan sikap optimis,
langkah kita akan tegar menghadapi setiap cobaan dan menatap masa depan penuh
dengan keyakinan terhadap Sang Pencipta. Karena garis kehidupan setiap manusia
sudah ditentukan-Nya. Tugas kita adalah hanya berusaha, berpikir dan berdoa
agar sesuai dengan ridho-Nya.
Allah telah menciptakan alam dan isinya berpasang-pasangan, sehingga melahirkan hukum tarik menarik antara satu dengan yang lainnya. Artinya kondisi alam ini akan selalu dinamis sesuai dengan kehendak-Nya. Begitu juga halnya dengan kehidupan manusia, akan mengalami rotasi (perputaran) antara di bawah di atas; sukses-tidak sukses; bahagia-susah, dll. Begitu juga dengan iman kita. Iman bisa datang dan pergi, naik dan turun.
Ibnu Mas'ud mengatakan, “Sesungguhnya jiwa manusia itu mempunyai saat dimana ia ingin beribadah dan ada saat dimana enggan beribadah. Diantara dua keadaan itulah manusia menjalani kehidupan ini. Dan diantara dua keadaan itu pula nasib manusia ditentukan.
Dalam arti lain, semakin seseorang berada dalam iman yang rendah, maka besar kemungkinan dalam kondisi ini akan mengakhiri hidupnya. Demikian sebaliknya, jika seseorang semakin sering berada pada kondisi iman yang tinggi, maka semakin besar peluangnya memperoleh akhir kehidupan yang baik. Pertanyaannya, bagaimana cara mewujudkan kondisi pribadi yang berujung kebaikan, pribadi yang pantang menyerah tersebut?
Tinggi / rendahnya nya
iman seseorang, maka ia akan sangat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan
manusia.
Menurut M. Ridwan IR Lubis (1985), ada tiga pengaruh iman tersebut,
yaitu berupa:
-kekuatan berpikir
(quwatul idraak),
-kekuatan fisik (quwatul
jismi),
-dan kekuatan ruh (quwatur
ruuh).
Sedangkan menurut M. Yunan Nasution (1976), mengungkapkan pengaruh iman terhadap kehidupan manusia itu berupa: iman akan melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda; menanamkan semangat berani menghadapi maut; membentuk ketentraman jiwa; dan membentuk kehidupan yang baik.
Untuk mencapai dampak dari kekuatan iman itu, kuncinya terletak pada pribadi kita masing-masing. Dan kalau kita cermati, sebenarnya pembentukan sifat pribadi pantang menyerah dan tangguh ini adalah berawal dari sifat optimisme yang menyelimuti pola pikir orang tersebut.
Menyikapi keadaan seperti saat ini, kita seharusnya tidak menjadi pesimis dan berserah diri. Kita harus optimis dan selalu berusaha untuk mencapai yang terbaik dalam hidup ini. Sehingga untuk menjadikan pribadi pantang menyerah dan tangguh ini, maka dalam diri kita harus tertanam sikap optimis, berpikir positif, dan percaya diri.
Kita mampu bersikap optimis, lalu pola pikir kita juga harus dibiasakan berpikir secara positif dan percaya diri.
Sedangkan menurut M. Yunan Nasution (1976), mengungkapkan pengaruh iman terhadap kehidupan manusia itu berupa: iman akan melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda; menanamkan semangat berani menghadapi maut; membentuk ketentraman jiwa; dan membentuk kehidupan yang baik.
Untuk mencapai dampak dari kekuatan iman itu, kuncinya terletak pada pribadi kita masing-masing. Dan kalau kita cermati, sebenarnya pembentukan sifat pribadi pantang menyerah dan tangguh ini adalah berawal dari sifat optimisme yang menyelimuti pola pikir orang tersebut.
Menyikapi keadaan seperti saat ini, kita seharusnya tidak menjadi pesimis dan berserah diri. Kita harus optimis dan selalu berusaha untuk mencapai yang terbaik dalam hidup ini. Sehingga untuk menjadikan pribadi pantang menyerah dan tangguh ini, maka dalam diri kita harus tertanam sikap optimis, berpikir positif, dan percaya diri.
Kita mampu bersikap optimis, lalu pola pikir kita juga harus dibiasakan berpikir secara positif dan percaya diri.
Berpikir
positif kepada siapa?
1. berpikir positif kepada Allah. Setiap kejadian, peristiwa dan fenomena
kehidupan ini pasti ada sebab musababnya. Tugas kita, hanya berpikir dan
membaca. Ada apa dibalik semua itu? Lalu, kita mengambil pelajaran dari
kejadian itu dan selanjutnya mengamalkan yang baiknya dalam perilaku
keseharian.
2. berpikir positif terhadap diri sendiri. Setiap manusia, dilahirkan sebagai pribadi yang unik. Karena bagaimanapun wajah dan sifat kita mirip dengan orang lain. Tapi, yang jelas ada saja perbedaan antara keduanya.
Sifat dan pribadi unik itu, harus kita jaga. Itu adalah potensi positif, modal dasar untuk mencapai keleluasaan langkah kita menuju ridho-Nya. Bagaimana orang lain akan menjunjung kita, kalau diri kita sendiri meremehkan dan tidak mengangkatnya.
Selain itu, kita juga harus yakin bahwa kita dilahirkan ke dunia ini sebagai sang juara, the best. Fakta membuktikan, dari berjuta-juta sel sperma yang disemprotkan Bapak kita, tetapi ternyata yang mampu menembus dinding telur Ibu kita dan dibuahi, hanya satu. Itulah kita, sang juara. Hal ini, kalau kita sadari akan menjadi sebuah motivasi luar biasa dalam menjalani hidup ini.
3. berpikir positif pada orang lain. Orang lain itu, manusia biasa sama dengan kita. Dia mempunyai kesalahan dan kekhilafan. Yang tentu hati nuraninya tidak menghendakinya. Pandanglah, orang lain itu dari sisi positifnya saja dan menerima sisi negatifnya sebagai pelajaran bagi kita.
Belajarlah dari seekor burung Garuda. Ia mengajarkan anaknya untuk terbang dari tempat yang tinggi dan menjatuhkannya. Lalu jatuh, diangkat lagi dan seterusnya sampai ia bisa terbang sendiri. Hati Garuda juga bersih, tidak mendendam. Ia kalau waktunya bermain akar-cakaran. Tapi, kalau diluar itu ia akur, damai kembali.
4. berpikir positif pada waktu. Setiap manusia diberi waktu yang sama, dimana pun dia berada. Sebanyak 24 jam sehari atau 86.400 detik sehari. Waktu itu, ingin kita apakan? Kita gunakan untuk tidur seharian, kerja keras, mengeluh, berdemontrasi, bergunjing, santai, menuntut ilmu, menolong orang lain, melamun, ibadah, dan lainnya. Waktu itu tidak akan protes.
Yang jelas, setiap detik hidup kita akan diminta pertanggung jawabannya kelak, di hadapan Allah SWT. Bagi mereka yang biasa mengisi waktunya dengan amal-amalan saleh dan berada dalam keimanan, maka ia akan memperoleh kehidupan yang lebih baik.
2. berpikir positif terhadap diri sendiri. Setiap manusia, dilahirkan sebagai pribadi yang unik. Karena bagaimanapun wajah dan sifat kita mirip dengan orang lain. Tapi, yang jelas ada saja perbedaan antara keduanya.
Sifat dan pribadi unik itu, harus kita jaga. Itu adalah potensi positif, modal dasar untuk mencapai keleluasaan langkah kita menuju ridho-Nya. Bagaimana orang lain akan menjunjung kita, kalau diri kita sendiri meremehkan dan tidak mengangkatnya.
Selain itu, kita juga harus yakin bahwa kita dilahirkan ke dunia ini sebagai sang juara, the best. Fakta membuktikan, dari berjuta-juta sel sperma yang disemprotkan Bapak kita, tetapi ternyata yang mampu menembus dinding telur Ibu kita dan dibuahi, hanya satu. Itulah kita, sang juara. Hal ini, kalau kita sadari akan menjadi sebuah motivasi luar biasa dalam menjalani hidup ini.
3. berpikir positif pada orang lain. Orang lain itu, manusia biasa sama dengan kita. Dia mempunyai kesalahan dan kekhilafan. Yang tentu hati nuraninya tidak menghendakinya. Pandanglah, orang lain itu dari sisi positifnya saja dan menerima sisi negatifnya sebagai pelajaran bagi kita.
Belajarlah dari seekor burung Garuda. Ia mengajarkan anaknya untuk terbang dari tempat yang tinggi dan menjatuhkannya. Lalu jatuh, diangkat lagi dan seterusnya sampai ia bisa terbang sendiri. Hati Garuda juga bersih, tidak mendendam. Ia kalau waktunya bermain akar-cakaran. Tapi, kalau diluar itu ia akur, damai kembali.
4. berpikir positif pada waktu. Setiap manusia diberi waktu yang sama, dimana pun dia berada. Sebanyak 24 jam sehari atau 86.400 detik sehari. Waktu itu, ingin kita apakan? Kita gunakan untuk tidur seharian, kerja keras, mengeluh, berdemontrasi, bergunjing, santai, menuntut ilmu, menolong orang lain, melamun, ibadah, dan lainnya. Waktu itu tidak akan protes.
Yang jelas, setiap detik hidup kita akan diminta pertanggung jawabannya kelak, di hadapan Allah SWT. Bagi mereka yang biasa mengisi waktunya dengan amal-amalan saleh dan berada dalam keimanan, maka ia akan memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Allah
berfirman, yang artinya: “Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
ataupun perempuan dalam keadaan beriman, niscaya Kami hidupkan dia dengan
kehidupan yang baik dan Kami balasi mereka dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl: 97).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar