Derai air mata hampir selalu mewarnai setiap orang dewasa yang pertama
kali menjalankan ibadah haji. Begitu kali pertama menatap Ka'bah, tanpa terasa
air mata mengalir di pipi.
Banyak makna di balik tetesan air mata
itu. Ada yang merasa terharu lantaran kerinduan mendalam untuk bertamu ke
Baitullah (rumah Allah) akhirnya terpenuhi.
Ada juga yang merasa lega, lantaran
niatnya sejak lama untuk memenuhi kewajiban sebagai Muslim dalam menjalankan
rukun Islam kelima telah terlaksana. Tak jarang pula mereka menyadari betapa
kecilnya diri ini di hadapan rumah Allah tersebut sehingga bulir air mata tak kuasa
ditahan. Selain itu, tentu masih banyak lagi makna yang ada di balik tetesan
air mata saat berhaji pertama dan berada di hadapan Ka'bah.
Sebagai Muslim yang baik, rasanya
hampir setiap orang berkeinginan atau berangan-angan untuk bisa menjalankan ibadah
haji. Berhaji pun juga merupakan kewajiban bagi umat Islam.
Ini sesuai dengan firman Allah, bahwa
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban
haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam. (QS. Al Imran: 97)
Karena itu, keinginan atau niat berhaji
merupakan hal yang wajar, meski salah satu syarat haji adalah diperuntukkan
bagi mereka yang mampu saja. Pengertian mampu ini meliputi jasmani, rohani,
maupun ekonomi.
Bahkan acap kali keinginan berhaji itu
diniatkan untuk bisa menjalankan sampai beberapa kali. Saat kita melakukan
thawaf (berjalan mengelilingi Ka'bah) perpisahan (wadak), banyak di antara kita
yang dengan penuh harap berdoa agar diberi kesempatan lagi untuk bisa
mengunjungi Baitullah.
Saya pun tak beda dengan umumnya para
jamaah haji. Kala itu, saya juga berhasrat untuk bisa kembali menjalankan
ibadah haji, kapan pun Allah menghendaki. Dua sampai tiga tahun setelah berhaji
pada 2006, saya pun masih punya niat untuk kembali menjadi tamu Allah.
Bagaimana tidak rindu berhaji lagi?
Menjadi tamu Allah merupakan hal yang sangat khusus dan penuh pengalaman rohani
yang luar biasa indah dan nikmat bagi setiap umat Islam. Adalah sebuah
keniscayaan bila orang ingin mengulang sesuatu kenikmatan dan keistimewaan luar
biasa yang pernah dirasakan.
Meski demikian, saya sepenuhnya
menyadari bahwa kewajiban berhaji ini hanya satu kali saja bagi setiap Muslim
dewasa yang telah memenuhi syarat. Para ulama pun telah sepakat, bahwa wajib
bagi seorang Muslim untuk menunaikan ibadah haji sekali seumur hidup. Ini yang
disebut haji dalam kaidah Islam. Pengecualian berlaku (setelah berhaji) bila
ada orang yang bernazar (untuk berhaji lagi), maka wajib baginya menunaikan
haji nazarnya.
Jika kewajiban itu pernah dilaksanakan,
maka tak ada lagi keharusan untuk berhaji bagi orang yang bersangkutan.
Artinya, kewajiban dia selaku pribadi untuk berhaji menjadi gugur karenanya. Hadis
Nabi Muhammad saw berikut ini bisa menggambarkan, betapa kewajiban haji hanya
berlaku satu kali saja untuk setiap Muslim.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
pernah berkhutbah di hadapan sahabat dan menjelaskan, “Allah telah mewajibkan
haji pada kalian.” Lantas Al Aqro’ bin Habis, berkata, “Apakah haji tersebut
wajib setiap tahun?” Beliau berkata, “Seandainya iya, maka akan kukatakan wajib
(setiap tahun). Namun, haji cuma wajib sekali. Siapa yang lebih dari sekali,
maka itu hanyalah haji yang sunnah.”
Para ulama mengatakan hadis di atas
adalah kuat atau sahih. Hadis ini dikeluarkan oleh lima perawi hadis selain
Imam Tirmidzi HR, yakni Abu Daud no. 1721, Ibnu Majah no. 2886, An Nasai no.
2621, Ahmad 5: 331.
Hasrat dan niat saya untuk berhaji lagi
saaat ini telah sirna. Bukan keadaan diri saya sendiri yang menyebabkan
perubahan niat itu. Justru situasi dan kenyataan di negara kita yang membuat
saya berubah pendapat soal niat berhaji lagi.
Saya membaca sebuah berita daring yang
menyebutkan, bahwa antrean atau masa tunggu untuk berhaji di kota Tulungagung
(Jatim), tempat kelahiran saya, mencapai 17 tahun. Ini bermakna, andai
seseorang mendaftar haji sekarang ini, maka kemungkinan dia baru akan berangkat
17 tahun kemudian.
Saya lebih terperanjat lagi saat ada
yang memberi tahu, bahwa masa tunggu berhaji di Kalimantan Barat rata-rata
mencapai 20 tahun. Sedih sekali saya mendengar kabar ini.
Kalau yang mendaftar itu sudah berusia
60 tahun, diperkirakan baru saat umurnya mencapai 80 tahun dia bisa mewujudkan
niat dan impiannya untuk berhaji. Belum lagi fakta, bahwa kebanyakan dari
mereka itu bisa membayar biaya haji setelah menabung sekian puluh tahun.
Karena kenyataan inilah, seketika saya
menggugurkan niat dan hasrat untuk kembali berhaji (bukan umroh). Kalau itu
juga saya paksakan, berarti saya merampas hak oran lain yang belum berhaji.
Bagi saya, tak pantas jika dalam
kondisi seperti sekarang ini ada orang yang bisa berhaji untuk kesekian
kalinya. Tentu ada pengecualian bagi mereka yang menjadi petugas haji, pengawas
haji, dan bidang lain yang terkait erat dan tak bisa ditinggalkan dalam urusan
pelaksanaan haji.
Saya sepenuhnya setuju jika Kementerian
Agama membuat larangan berhaji lagi untuk mereka yang sudah pernah naik haji.
Sudah pasti --andai diberlakukan-- keputusan larangan itu hanya berlaku
sementara. Suatu saat, bila situasi sudah normal, larangan itu tentu saja harus
dicabut.
Saya tak habis berpikir terhadap mereka
yang menolak larangan berhaji lagi. Tak adakah rasa iba terhadap mereka yang
sudah tua-tua dan harus menunggu hingga 20 tahun untuk berhaji? Lalu di mana
nurani mereka yang melihat orang lain tak berdaya untuk menunggu, sedangkan dia
–mungkin dengan fasilitas haji plus-- bisa menikmati ibadah haji berulang kali.
Tak inginkah mereka membagi kebahagiaan hidup sekali saja untuk sesuatu yang
sangat berarti bagi pengalaman rohani oranng lain?
Saya pun berangan-angan, agar Majelis
Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haramnya berhaji lagi dalam situasi
antrean naik haji seperti saat ini. MUI mungkin masih ragu, akan tetapi saya
yakin tak sedikit tokoh yang mendukung kebijakan untuk melarang berhaji lagi
dalam situasi seperti saat ini.
Oleh: Arif Supriyono
Wartawan Republika
Wartawan Republika
http://www.republika.co.id/berita/kolom/fokus/15/05/05/nnvaw1-tak-lagi-ingin-berhaji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar