Minggu, 30 Januari 2011
Pemimpin Saleh
Figur PEMIMPIN SALEH adalah karena beliau banyak belajar untuk memfungsikan MATA, HATI, dan TELINGA dgn sebenarnya. TIDAK TABU dan ALERGI pada kritikan dari siapa pun, bahkan dari rakyat jelata sekalipun.
Kalau para pemimpin kita sudah buta mata, hati, telinga, dan tidak mau belajar bagaimana mengayomi, melaksanakan tanggung jawab, dan memenuhi hak2 masyarakat dari para pemimpin sebelumnya. Maka kehancuran tinggal menunggu waktu, dan rakyat p...un tidak bisa disalahkan apabila kemudian melakukan perlawanan untuk menegakkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan.
Suatu kezaliman besar manakala seorang pemimpin hanya memenuhi nafsu duniawi, mementingkan kebutuhan pribadi, keluarga, kerabat, dan mengabaikan kepentingan publik. Hati dan telinganya tidak pernah digunakan untuk memahami dan mendengarkan apa yang menjadi keluh kesah, penderitaan, dan kebutuhan rakyatnya.
Pemerintah/Penguasa manapun yang sadar akan pertanggungjawaban ini niscaya tidak akan berani melanggar apalagi menentang hukum syariah. Ia tentu berpikir beribu-ribu kali untuk mengeluarkan kebijakan yang menyengsarakan atau menzalimi rakyat. Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangis karena khawatir akan masa pertanggungjawaban tentang urusan rakyatnya yang akan ditanyakan Allah Swt. kepadanya di akhirat.
Adapun di dunia, pertanggung-jawaban itu dilakukan dengan dua pendekatan.
Pertama: pelurusan.
Pelurusan ini dilakukan dengan cara mengoreksi penguasa, baik dilakukan oleh rakyat secara umum, partai politik, maupun Majelis Umat. Sikap, tindakan, keputusan, dan ketetapan penguasa dikoreksi setiap waktu. Koreksi sebagai aktivitas amar makruf nahi mungkar terhadap penguasa diwajibkan oleh Allah Swt. (QS Ali Imran [3]: 104, 110).
Aktivitas mengoreksi penguasa tersebut merupakan suatu tindakan kongkret permintaan pertanggungjawaban penguasa sekaligus pelurusannya. Hal ini akan menghasilkan pelurusan terhadap perilaku dan kebijakan penguasa sedemikian rupa hingga penguasa tidak mengabaikan tanggung jawabnya.
Bahkan jika penguasa tidak melaksanakan keputusan Majelis Umat dalam perkara-perkara yang sifatnya mengikat maka Majelis dapat meminta pertemuan dengan Khalifah sebagai kepala negara untuk meminta pertanggung-jawabannya dalam hal tersebut. Jika Khalifah menyadarinya maka peristiwa itu merupakan salah satu bentuk koreksi Majelis Umat terhadap penguasa.
Kedua: pengadilan.
Penguasa Islam adalah manusia, bukan malaikat. Penyimpangan terhadap hukum syariah (seperti korupsi, penerapan hukum bukan Islam, dll) atau tindak kezaliman (seperti penggusuran, penjualan aset umum dengan privatisasi, dll) sangat mungkin terjadi. Semua itu diperintahkan Allah Swt. untuk dikoreksi. Jika setelah dikoreksi tetap saja penguasa tidak berubah maka rakyat, partai politik, atau Majelis Umat dapat mengadukan hal tersebut kepada Mahkamah Mazhalim. Mahkamah inilah yang akan meneliti dan mengevaluasinya, memintai pertanggung-jawaban penguasa dan mengadilinya, bahkan—jika fakta mengharuskan—memutuskan pergantian khalifah.
Adapun penguasa di bawah Khalifah bertanggung jawab kepada Khalifah. Jika Mayoritas anggota Majelis Umat, misalnya, mengusulkan seorang penguasa daerah untuk diganti, maka Khalifah harus menggantinya.
Walhasil, pertanggungjawaban penguasa dalam Islam terhadap rakyat dilakukan lewat koreksi oleh rakyat, partai politik, dan Majelis umat. Selain itu, pertanggungjawaban berupa pengadilan terhadap penyimpangan terhadap hukum syariah dan kezaliman yang dilakukan penguasa diselenggarakan di depan Mahkamah Mazhalim. Rakyat tidak dapat sembarangan ’memecat’ penguasa. Semuanya harus berjalan di atas rel hukum dan kenyataan. Pertanggungjawaban seorang penguasa tidak terbatas di dunia, melainkan juga sampai akhirat.
Mudah-mudahan para pemimpin kita mau belajar dan lebih mementingkan urusan masyarakat daripada pribadi dan golongannya
http://hilmanmuchsin.blogspot.com/2011/01/pemimpin-saleh.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar