Dalam kitab /Shahihain/ disebutkan Nabi SAW senantiasa menunaikan shalat malam, hingga membuat kedua telapak kaki beliau bengkak. Melihat hal itu, Siti Aisyah RA bertanya, "Mengapa engkau melakukannya, ya, Rasulullah, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu baik yang terdahulu maupun yang terkemudian?" Nabi pun menjawab, "Tidak bolehkah aku bila menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?" (HR Bukhari)
Kisah di atas penuh dengan nilai keteladanan. Rasulullah SAW yang memiliki kedudukan mulia di hadapan Allah SWT dan segenap manusia, tidak lantas berjumawa dan lupa diri. Sebaliknya, Nabi tak melupakan nikmat yang diberikan kepadanya, dan mensyukuri karunia Allah itu sepanjang waktu.
Sesungguhnya, bersyukur kepada Allah adalah amalan tertinggi, yang bahkan oleh Muhammad bin Shalih al-Munajjid dikatakan sebagai separuh iman, dengan separuhnya lagi adalah sabar. Dalam buku /Silsilah Amalan Hati/, al-Munajjid, mengungkapkan, Allah telah menggandengkan perintah mengingat-Nya dengan perintah bersyukur kepada-Nya.
Adapun perintah bersabar dalam pengerjaannya adalah sarana untuk mewujudkan keduanya. Maka itu, Allah akan memuji orang yang bersyukur, dan memberikan predikat sebagai mahluk-Nya yang terpilih. "Dan Allah menjanjikan bagi hamba yang bersyukur dengan balasan terbaik," ujar al-Munajjid.
Bersyukur secara pengertian bahasa yakni mengakui kebajikan. Ada istilah /syakartullaha/ yang berarti mensyukuri nikmat Allah. Dalam arti lain, bersyukur mengandung makna berterima kasih kepada pihak yang telah berbuat baik atas kebajikan yang diberikannya.
Lawan kata syukur adalah kufur. Artinya mendustakan atau mengingkari nikmat. Dia juga ingkar kepada tanda-tanda kekuasaan Allah. Menyangkut pihak-pihak yang kufur, Allah sudah menengarai. "Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir." (QS: al-Insaan [76] : 3)
Adalah iblis yang berada di belakang layar munculnya sikap kufur tadi. Itulah memang salah satu tujuan dari iblis, yakni menjauhkan manusia dari rasa bersyukur. "Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)." (QS al A'raaf [7] : 17)
Allah SWT lantas mewartakan bahwasanya orang-orang yang bersyukur kepada-Nya berjumlah sedikit. "Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur." (QS Saba' [34] : 13).
Adapun sebagian besar lainnya cenderung bersenang-senang dengan nikmat yang diperoleh.
"Mereka enggan berterima kasih kepada Allah," ungkap Ibnu Qayyim. Sehingga, sambung ulama terkemuka itu, Allah mencirikan sesungguhnya yang mau beribadah kepada-Nya adalah orang yang bersyukur, dan mereka yang tidak mau bersyukur berarti bukan termasuk yang menyembah-Nya.
Dalam arti lain, bersyukur adalah tujuan penciptaan dan tujuan perintah-Nya. "Maka Allah menjadikan bersyukur sebagai penyebab bertambahnya karunia di sisi-Nya," tutur al-Munajjid.
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/13/12/15/mxugdu-menjadi-insan-yang-pandai-bersyukur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar