Menapaki kehidupan duniawi yang mahasementara, membuat kita terkadang lupa: bahwa kita ini milik siapa dan berasal dari mana. Dunia yang seolah kini kurang ramah, karena sekelumit godaan duniawi, dari mulai harta, tahta, hingga merambah ke teknologi, yang merusak moral anak bangsa.
Apa yang disebut Alquran dalam surah an-Nisaa tentang (dzurriyatan dhi’aafan/ keturunan yang lemah), tengah melanda negeri ini. Belum lagi masalah ekonomi, politik, kemiskinan, korupsi, yang semakin hari, makin menjadi.
“Dan hendaklah oerang-orang itu takut bila saja mereka meninggalkan keturunan yang lemah setelah mereka wafat, yang mereka khawatirkan kesejahteraannya. Hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan berkata dengan perkataan yang benar.” (Qs An-Nisa: 9)
Ayat di atas mengajak para orangtua atau pendidik untuk lebih mengerahkan diri menjaga dan membimbing generasi/ keturunan. Peringatan dari Allah ini hendaknya memang betul-betul ditadabburi, mengingat konsep dzurriyatan dhi’afaan, jika kita kaitkan pada era kekinian, dapat terjadi pada beberapa faktor.
Keturunan yang lemah—yang dimaksud dalam ayat ini dalam Tafsir Al-Mishbah ialah ‘anak-anak yang lemah dari segi keimanan’. Hal ini dapat terjadi jika pengawasan keluarga khususnya orangtua, terasa kurang didapat. Dan tentunya menjadi kontrol pribadi dan kesadaran spiritual si anak.
Memberikan pendidikan agama dan mengukuhkannya pada buah hati adalah tugas kedua orangtua. Hendaknya, anak diberikan bekal tentang keimanan pada Allah dan ketaatan kepada Ibu Bapak. Masa anak-anak ialah masa dimana mereka ingin belajar dan tahu banyak. Itu artinya, jika penanaman pendidikan agama kian kuat dalam mental si anak, ia akan tahu bahwasannya orangtua ialah orang yang patut dihormati.
Anak, sebagai aset bangsa memiliki peranan yang tidak kecil di kemudian hari. Bagaimana bisa Indonesia menjadi bangsa yang besar, jika akhlaq pada orangtua kurang baik? Dalam kesempatan hari Ibu ini, kiranya kesadaran kita bersama sebagai pendidik, untuk lebih fokus menanamkan nilai-nilai akhlaqul karimah dalam tiap sendi kehidupan si anak, karena, al-um madrasatul uula (Ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya), menjadi sangat berarti bagi rasa cinta dan tanggungjawab seorang ibu, untuk dapat memberikan pendidikan dengan dasar-dasar Qurani dalam usia dini anak yang akan terus ia gunakan sampai dewasa kelak.
Dan anak, memiliki rangkaian kewajiban untuk terus berbuat baik (ihsan) kepada kedua orangtua (yang disejajarkan setelah taat pada Allah), sesuai firman Allah dalam surah Al-Israa ayat 32. Berbuat baik artinya merawat mereka, dalam batas kemampuan yang dapat kita jalani dengan sempurna, menyayangi mereka, dan tidak berbuat semena-mena, karena kita tahu, bahwa Ridha Allah, ada pada ridha orang tua.
Wallahu a’lam Bish Shawwab.
Oleh Ina
Salma Febriany
Tidak ada komentar:
Posting Komentar