Syekh Yusuf
al-Qaradhawi dalam kumpulan fatwanya yang terangkum di "Fatawa
Mu'ashirah" mengungkapkan, di antara hikmah di balik kemandirian sebuah
rumah tangga ialah meneruskan estafet garis keturunan. Artinya, keluarga
dibentuk sebagai satu kesatuan yang utuh tanpa ada intervensi pihak luar. Bila
selalu ada campur tangan, laju keluarga itu akan tersendat. Sekaligus,
menghubungkan dua keluarga besar dari ikatan pernikahan. Allah SWT berfirman,
“Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu dia jadikan manusia itu
(punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Mahakuasa.” (QS al-Furqan
[25]: 54).
Ia menyebutkan
beberapa hadis lain yang menguatkan tentang pentingnya mendahulukan ketaatan
istri kepada suami dibandingkan orang tua. Di antara hadis tersebut, yakni
hadis yang diriwayatkan al-Hakim dan ditashih al-Bazzar.
Konon, Aisyah
pernah bertanya kepada Rasulullah, hak siapakah yang harus diutamakan oleh
istri?
Rasulullah
menjawab, “(Hak) Suaminya.”
Lalu, Aisyah
kembali bertanya, sedangkan bagi suami hak siapakah yang lebih utama?”
Beliau menjawab,
“(Hak) Ibunya.”
Syekh Kamil
Muhammad ‘Uwaidah dalam buku "Al Jami’ fi Fiqh An Nisaa" mengatakan,
seorang perempuan, sebagaimana laki-laki, mempunyai kewajiban sama berbakti
terhadap orang tua. Hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah RA menguatkan hal
itu.
Penghormatan
terhadap ibu dan ayah sangat ditekankan oleh Rasulullah. Mengomentari hadis
tersebut, Imam Nawawi mengatakan, hadis yang disepakati kesahihannya itu
memerintahkan agar senantiasa berbuat baik kepada kaum kerabat. Dan, yang
paling berhak mendapatkannya adalah ibu lalu bapak. Kemudian, disusul kerabat
lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar