Maqam Taubat
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat. (Hud:3)
Bersegera Taubat
Agama Islam tidak memandang manusia bagaikan malaikat tanpa kesalahan dan dosa sebagaimana Islam tidak membiarkan manusia berputus asa dari ampunan Allah, betapa pun dosa yang telah diperbuat manusia. BahkanNabi Muhammad telah membenarkan hal ini dalam sebuah sabdanya yang berbunyi: "Setiap anak Adam pernah berbuat kesalahan/dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah mereka yang bertaubat (darikesalahan tersebut)."
Taubat dalam Islam tidak mengenal perantara, bahkan pintunya selalu terbuka luas tanpa penghalang dan batas. Allah selalu membentangkantangan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang ingin kembali kepada-Nya. Seperti terungkap dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu musa Al-Asy`ari:
"SesungguhnyaAllah
membentangkan tangan-Nya di siang hari untukmenerima taubat orang yang berbuat
kesalahan pada malam hari sampaimatahari terbit dari barat."
Tepatlah kiranya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat: 133,
Tepatlah kiranya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat: 133,
"Bersegaralah
kepada ampunan dari tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan
bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa yaitu orang-orang yang
menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang dan Allah menyukai orang-orang
yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan
keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada
Allah ? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu,sedang mereka
mengetahui."
Makna Taubat
Kata dari “Taubat” dalam bahasa Arab berarti “kembali”. Taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan maksiat. Taubat marupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya agar mereka dapat kembali kepada-Nya.
Makna Taubat
Kata dari “Taubat” dalam bahasa Arab berarti “kembali”. Taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan maksiat. Taubat marupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya agar mereka dapat kembali kepada-Nya.
Taubat
adalah maqam awal yang harus dilalui oleh seorang salik. Sebelum mencapai maqam
ini seorang salik tidak akan bisa mencapai maqam-maqam lainnya. Karena sebuah
tujuan akhir tidak akan dapat dicapai tanpa adanya langkah awal atau pintu
masuk yang benar.
Adapaun,’Taubat Nashuha’ adalah “huwa tautsiiq al-‘azmi ala an la ya’uudu limitslihi.” Maksud taubat nashuha adalah dorongan yang sangat kuat untuk tidak mengulang kembali berbuat dosa yang sepadan
Ibnu Abbas mengtakan: ”Taubat Nashuha adalah penyesalan dengan hati, beristighfar dengan lisan, dan tidak mengulang perbuatan (dosa yang pernah dilakukan} dengan badan.”
Taubat Nasuha adalah bertaubat dari dosa yang diperbuatnya saat ini dan menyesal atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan brejanji untuk tidak melakukannya lagi di masa medatang. Apabila dosa ataukesalahan tersebut terhadap bani Adam (sesama manusia), maka caranya adalah dengan meminta maaf kepadanya. Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat,
Adapaun,’Taubat Nashuha’ adalah “huwa tautsiiq al-‘azmi ala an la ya’uudu limitslihi.” Maksud taubat nashuha adalah dorongan yang sangat kuat untuk tidak mengulang kembali berbuat dosa yang sepadan
Ibnu Abbas mengtakan: ”Taubat Nashuha adalah penyesalan dengan hati, beristighfar dengan lisan, dan tidak mengulang perbuatan (dosa yang pernah dilakukan} dengan badan.”
Taubat Nasuha adalah bertaubat dari dosa yang diperbuatnya saat ini dan menyesal atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan brejanji untuk tidak melakukannya lagi di masa medatang. Apabila dosa ataukesalahan tersebut terhadap bani Adam (sesama manusia), maka caranya adalah dengan meminta maaf kepadanya. Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat,
"Apakah
penyesalan itu taubat?", "Ya",
kata Rasulullah (H.R. Ibnu Majah).
Amr bin
Ala pernah mengatakan: "Taubat Nasuha adalah apabila kamu membenci
perbuatan dosa sebagaimana kamu pernah mencintainya"
Didalam bahasa Arab ada beberapa kata untuk menunjukan kata kembali. Kata yang paling kita ketahui adalah kata ‘Id atau ‘Aud, berasal dari kata ‘Âda-Ya’ûdu-’îdan-wa-’audan, yang artinya kembali. Sebagian orang mengatakan bahwa Idul Fitri artinya kembali kepada fitrah. Ada juga yang mengatakan fitr di situ berasal dari kata futhûr sehingga Idul Fitri diartikan bahwa kita kembali lagi kepada kegiatan makan siang hari seperti biasa.
Kata lain untuk kembali dalam bahasa Arab adalah Rujû’ dari kata raja’a-yarji’u-rujû’an. Di kalangan kita kata Rujû’, yang artinya kembali, hanya digunakan khusus untuk orang yang bercerai. Jadi ada nikah, talak, rujuk. Rujû’ artinya kembali lagi, suami yang sudah pergi kembali lagi.
Didalam bahasa Arab ada beberapa kata untuk menunjukan kata kembali. Kata yang paling kita ketahui adalah kata ‘Id atau ‘Aud, berasal dari kata ‘Âda-Ya’ûdu-’îdan-wa-’audan, yang artinya kembali. Sebagian orang mengatakan bahwa Idul Fitri artinya kembali kepada fitrah. Ada juga yang mengatakan fitr di situ berasal dari kata futhûr sehingga Idul Fitri diartikan bahwa kita kembali lagi kepada kegiatan makan siang hari seperti biasa.
Kata lain untuk kembali dalam bahasa Arab adalah Rujû’ dari kata raja’a-yarji’u-rujû’an. Di kalangan kita kata Rujû’, yang artinya kembali, hanya digunakan khusus untuk orang yang bercerai. Jadi ada nikah, talak, rujuk. Rujû’ artinya kembali lagi, suami yang sudah pergi kembali lagi.
Di dalam
Al-Qur’an kata Ruju’ lebih sering digunakan untuk menunjukan kembalinya kita
kepada Allah swt. Misalnya kita menyebut Innalillahi wa inna ilaihi raji’un,
kita semua kepunyaan Allah dan hanya kepada Dia kita semua Rujû’. Orang yang
kembali disebut raji dan tempat kembali disebut marji’.
Seperti
dalam ayat Al-Qur’an :
“Ilayya
marji’ukum, Kepada Akulah kembali semua” (QS 3:55).
Taubat adalah maqām awal yang harus dilalui oleh seorang sālik . Sebelum mencapai maqām ini seorang sālik tidak akan bisa mencapai maqām-maqām lainnya. Karena sebuah tujuan akhir tidak akan dapat dicapai tanpa adanya langkah awal yang benar.
Untuk mencapai maqām taubat ini, seorang sālik harus meyakini dan mempercayai bahwa irādah (kehendak) Allah meliputi segala sesuatu yang ada. Termasuk bentuk ketaatan sālik, keadaan lupa kepada-Nya, dan nafsu shahwatnya, semua atas kehendak-Nya.
Sedangkan hal yang dapat membangkitkan maqām taubat ini adalah berbaik sangka (ḥusn al-ẓan) kepada-Nya. Jika seorang sālik terjerumus dalam sebuah perbuatan dosa, hendaknya ia tidak menganggap bahwa dosanya itu sangatlah besar sehingga menyebabkan dirinya merasa putus asa untuk bisa sampai kepada-Nya.
Taubat Menurut Sufi
”Adapun jalan taubat menurut Ibn ‘Aţā’illah adalah dengan bertafakur dan berkhalwat. Jika seorang sālik ingin maqām taubatnya kokoh, maka hendaknya bagi sālik untuk memikirkan segala perbuatannya di siang hari. Ketika dia mendapatinya dalam bentuk ketaatan, maka hendaknya dia bersyukur kepada Allah (atas ketaatannya tersebut). Dan sebaliknya jika dia mendapatinya dalam bentuk kemaksiatan dan terlelap di dalamnya, maka hendaknya dia memohon ampun dan bertaubat kepada-Nya.“
Ibn ‘Aţā’illah juga menjelaskan kepada kita bahwa maqām taubat adalah maqām terpenting, karena seluruh maqām lainnya membutuhkan padanya. Ibn ‘Aţā’illah juga menyebutkan bahwa di antara tanda seorang sālik sampai pada tujuan akhirnya adalah adanya kebenaran permulaan, dan di antara permulaan itu adalah taubat. Dia juga berpendapat bahwa maqām taubat yang baik bagi seorang sālik adalah semata anugrah Allah, sehingga dia berkata pada sālik: ’Allah memperbaiki maqām taubat bagimu, itu lebih baik daripada Allah menunjukkan bagimu tujuh puluh ribu hal yang gaib, sedangkan dirimu tidak memiliki maqām taubat’.”
Cara taubat sebagaimana pandangan Ibn ‘Aţā’illah dengan bertafakkur dan berkhalwat. Yang dimaksud tafakkur di sini adalah hendaknya seorang sālik melakukan instropeksi terhadap semua perbuatannya di siang hari. Jika dia mendapati perbuatannya tersebut berupa ketaatan kepada Allah, maka hendaknya dia bershukur kepada-Nya. Sebaliknya jika dia mendapati amal perbuatannya berupa kemaksiatan, maka hendaknya dia segera beristighfar dan bertaubat kepada-Nya.
Abu Ya’qub Yusuf bin Ham.dan as-Susi -rochimahul-looh- berkata,''Kedudukan spiritual (maqam) pertama dari berbagai kedudukan spiritualyang harus ditempuh oleh orang-orang yang mengabdikan diri sepenuhnyakepada Allah adalah taubat.'' Sementara itu, as-Susi ditanya tentang taubat, maka ia menjawab, ''Taubat adalah kembali dari segala sesuatuyang dicela oleh ilmu (syariat) untuk menuju pada apa yang dipuji olehilmu.'' Sahl bin Abdullooh ditanya tentang taubat, ia menjawab: ''Taubat adalah hendaknya engkau jangan melupakan dosamu.''
Taubat adalah maqām awal yang harus dilalui oleh seorang sālik . Sebelum mencapai maqām ini seorang sālik tidak akan bisa mencapai maqām-maqām lainnya. Karena sebuah tujuan akhir tidak akan dapat dicapai tanpa adanya langkah awal yang benar.
Untuk mencapai maqām taubat ini, seorang sālik harus meyakini dan mempercayai bahwa irādah (kehendak) Allah meliputi segala sesuatu yang ada. Termasuk bentuk ketaatan sālik, keadaan lupa kepada-Nya, dan nafsu shahwatnya, semua atas kehendak-Nya.
Sedangkan hal yang dapat membangkitkan maqām taubat ini adalah berbaik sangka (ḥusn al-ẓan) kepada-Nya. Jika seorang sālik terjerumus dalam sebuah perbuatan dosa, hendaknya ia tidak menganggap bahwa dosanya itu sangatlah besar sehingga menyebabkan dirinya merasa putus asa untuk bisa sampai kepada-Nya.
Taubat Menurut Sufi
”Adapun jalan taubat menurut Ibn ‘Aţā’illah adalah dengan bertafakur dan berkhalwat. Jika seorang sālik ingin maqām taubatnya kokoh, maka hendaknya bagi sālik untuk memikirkan segala perbuatannya di siang hari. Ketika dia mendapatinya dalam bentuk ketaatan, maka hendaknya dia bersyukur kepada Allah (atas ketaatannya tersebut). Dan sebaliknya jika dia mendapatinya dalam bentuk kemaksiatan dan terlelap di dalamnya, maka hendaknya dia memohon ampun dan bertaubat kepada-Nya.“
Ibn ‘Aţā’illah juga menjelaskan kepada kita bahwa maqām taubat adalah maqām terpenting, karena seluruh maqām lainnya membutuhkan padanya. Ibn ‘Aţā’illah juga menyebutkan bahwa di antara tanda seorang sālik sampai pada tujuan akhirnya adalah adanya kebenaran permulaan, dan di antara permulaan itu adalah taubat. Dia juga berpendapat bahwa maqām taubat yang baik bagi seorang sālik adalah semata anugrah Allah, sehingga dia berkata pada sālik: ’Allah memperbaiki maqām taubat bagimu, itu lebih baik daripada Allah menunjukkan bagimu tujuh puluh ribu hal yang gaib, sedangkan dirimu tidak memiliki maqām taubat’.”
Cara taubat sebagaimana pandangan Ibn ‘Aţā’illah dengan bertafakkur dan berkhalwat. Yang dimaksud tafakkur di sini adalah hendaknya seorang sālik melakukan instropeksi terhadap semua perbuatannya di siang hari. Jika dia mendapati perbuatannya tersebut berupa ketaatan kepada Allah, maka hendaknya dia bershukur kepada-Nya. Sebaliknya jika dia mendapati amal perbuatannya berupa kemaksiatan, maka hendaknya dia segera beristighfar dan bertaubat kepada-Nya.
Abu Ya’qub Yusuf bin Ham.dan as-Susi -rochimahul-looh- berkata,''Kedudukan spiritual (maqam) pertama dari berbagai kedudukan spiritualyang harus ditempuh oleh orang-orang yang mengabdikan diri sepenuhnyakepada Allah adalah taubat.'' Sementara itu, as-Susi ditanya tentang taubat, maka ia menjawab, ''Taubat adalah kembali dari segala sesuatuyang dicela oleh ilmu (syariat) untuk menuju pada apa yang dipuji olehilmu.'' Sahl bin Abdullooh ditanya tentang taubat, ia menjawab: ''Taubat adalah hendaknya engkau jangan melupakan dosamu.''
Tetapi
Abul Qosim al-Junayd ketika ditanya tentang taubat justru mengatakan,''Taubat
adalah melupakan dosamu.
Syaykh Abu Nashr as-Sarraj -rah- menjelaskan: Jawaban as-Susi tentang taubat adalah dimaksudkan untuk taubatnya para 'murid' yang pada tahap mencari dan baru pada tahap awal dalam merambah jalan Allah, yang belum istiqamah dalam melakukan ketaatan kepada Allah. Hal ini maksudnya sama dengan jawaban Sahl bin Abdullah, senantiasa mengingat dosa bagi para murid dimaksudkan agar senantiasa berharap kemurahan dan ampunan Allah.Adapun jawaban al-Junaid, bahwa taubat adalah melupakan dosa, merupakan jawaban taubat bagi orang-orang yang sanggup mencapai kebenaran hakiki (al-mutachaqqiqiyn). Secara syariat mereka telah terbiasa menjaga diridari berbuat dosa, mereka tidak lagi mengingat dosa-dosa mereka karenahati mereka telah disibukkan dengan terus-menerus mengingat Allah
Hal ini sebagaimana yg pernah ditanyakan pada Ruwaym bin Ahmad -rah-tentang taubat, ia menjawab: ''Taubat adalah dari taubat.'' Dzun-Nuwnal-Mish.ri -rah- ketika ditanya tentang taubat, ia menjawab,''Taubatnya orang-orang awam adalah taubat dari dosa, sedangkan taubatnya orang-orang khusus (khawas) adalah taubat dari kelalaian mereka untuk mengingat Allah.
Adapun bahasa ungkapan orang-orang ahli ma'rifat, mereka yang sanggup menghayati al-Haq dan orang-orang kelas paling khusus (khawashul-khawas) dalam mengungkapkan makna taubat adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Abu Husain an-Nuri -rah- ketika ditanya tentang taubat, ia menjawab, ''Taubat ialah hendaknya engkau bertaubat dari segala sesuatu selain Allah.'' Inilah yang diisyaratkan oleh Dzun-Nunal-Mishri bahwa, ''Dosa-dosa kaum yang didekatkan dengan Allah (al-muqorrobuwn) adalah kebaikan orang-orang yang banyak berbuat baik (al-ab.roor).
Istighfar dan Taubat
Kembali kepada kata taubat, istilah lain untuk taubat adalah istighfar. Kita menyebutnya istighfar juga dengan taubat. Lalu apa perbedaan istighfar dan taubat?
Pengertian istighfar itu bukan ‘kembali’. Istighfar berasal dari kata ghafara yang artinya ‘menutup’. Kalau ditambahkan alif, sin dan ta sebelum ghafara, berarti meminta, mengusahakan agar memperoleh ghafr.
Istighfar artinya kita meminta agar ditutup dari hal-hal yang menyakitkan. Dalam Al-qur’an kadang-kadang kita diperintahkan untuk beristighfar saja, tidak disertai taubat, tetapi kadang-kadang kita diperintahkan untuk beristighfar disertai taubat.
Firman Allah yang berisi perintah istighfar, tanpa perintah taubat di dalamnya, antara lain: seperti dalam surat ke-70 ayat 10 dan 11. Ayat itu berisi perintah Nabi Nuh alaihissalam kepada kaumnya yang dilanda musim kering yang panjang. Nabi Nuh alaihissalam berkata: “Istighfarlah kamu kepada Rabb-mu. Dia Maha Pengampun. Dia menurunkan hujan dari langit. Nanti Allah akan turunkan hujan dari langit dalam jumlah yang banyak.”
Ayat lainnya adalah ucapan Nabi Shaleh alaihissalam kepada kaumnya dalam Al-qur’an surat ke-27 ayat 46: “Sekiranya kamu beristighfar kepada Allah, maka kamu disayangi Allah.”
Adapun firman Allah yang berisi perintah istighfar yang disertai dengan perintah taubat, misalnya dalam Al-qur’an surat ke-11 ayat 3, “ Beristighfarlah kepada Rabb-mu dan bertaubatlah kamu kepada-Nya, nanti Allah akan berikan kamu kehidupan yang sangat baik sampai waktu yang ditentukan.”
Taubat berarti juga ruju’, kembali dari perbuatan yang buruk yang pernah kita lakukan sebelumnya kepada perbuatan baik. Ada ulama yang menyebutkan bahwa taubat adalah al-ruju’ min al-mukhalafah ila al-muwafaqah, kembali dari menentang Rabb kepada menyesuaikan diri dengan perintah-Nya. Jadi, taubat berarti meninggalkan perbuatan buruk, sedangkan istighfar artinya memohon agar kita diselamatkan dari akibat-akibat perbuatan buruk.
Istighfar adalah memohon agar Allah Subhanahu wata’ala memelihara kita dari akibat-akibat dosa. Oleh karena itu Dallam Al-qur’an disebutkan: “Allah tidak akan menurunkan azab kepada mereka selama mereka beristighfar.” (QS. Al-Anfal:33)
Karena itu, perbanyaklah istighfar supaya akibat-akibat dosa tidak menimpa kita. Nabi Shallallahu alaihi wasallam saja sering beristighfar. Sekali duduk beliau beristighfar sampai tujuh puluh kali. Dalam riwayat lain disebutkan seratus kali.
Syarat-Syarat Taubat
Syaykh Abu Nashr as-Sarraj -rah- menjelaskan: Jawaban as-Susi tentang taubat adalah dimaksudkan untuk taubatnya para 'murid' yang pada tahap mencari dan baru pada tahap awal dalam merambah jalan Allah, yang belum istiqamah dalam melakukan ketaatan kepada Allah. Hal ini maksudnya sama dengan jawaban Sahl bin Abdullah, senantiasa mengingat dosa bagi para murid dimaksudkan agar senantiasa berharap kemurahan dan ampunan Allah.Adapun jawaban al-Junaid, bahwa taubat adalah melupakan dosa, merupakan jawaban taubat bagi orang-orang yang sanggup mencapai kebenaran hakiki (al-mutachaqqiqiyn). Secara syariat mereka telah terbiasa menjaga diridari berbuat dosa, mereka tidak lagi mengingat dosa-dosa mereka karenahati mereka telah disibukkan dengan terus-menerus mengingat Allah
Hal ini sebagaimana yg pernah ditanyakan pada Ruwaym bin Ahmad -rah-tentang taubat, ia menjawab: ''Taubat adalah dari taubat.'' Dzun-Nuwnal-Mish.ri -rah- ketika ditanya tentang taubat, ia menjawab,''Taubatnya orang-orang awam adalah taubat dari dosa, sedangkan taubatnya orang-orang khusus (khawas) adalah taubat dari kelalaian mereka untuk mengingat Allah.
Adapun bahasa ungkapan orang-orang ahli ma'rifat, mereka yang sanggup menghayati al-Haq dan orang-orang kelas paling khusus (khawashul-khawas) dalam mengungkapkan makna taubat adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Abu Husain an-Nuri -rah- ketika ditanya tentang taubat, ia menjawab, ''Taubat ialah hendaknya engkau bertaubat dari segala sesuatu selain Allah.'' Inilah yang diisyaratkan oleh Dzun-Nunal-Mishri bahwa, ''Dosa-dosa kaum yang didekatkan dengan Allah (al-muqorrobuwn) adalah kebaikan orang-orang yang banyak berbuat baik (al-ab.roor).
Istighfar dan Taubat
Kembali kepada kata taubat, istilah lain untuk taubat adalah istighfar. Kita menyebutnya istighfar juga dengan taubat. Lalu apa perbedaan istighfar dan taubat?
Pengertian istighfar itu bukan ‘kembali’. Istighfar berasal dari kata ghafara yang artinya ‘menutup’. Kalau ditambahkan alif, sin dan ta sebelum ghafara, berarti meminta, mengusahakan agar memperoleh ghafr.
Istighfar artinya kita meminta agar ditutup dari hal-hal yang menyakitkan. Dalam Al-qur’an kadang-kadang kita diperintahkan untuk beristighfar saja, tidak disertai taubat, tetapi kadang-kadang kita diperintahkan untuk beristighfar disertai taubat.
Firman Allah yang berisi perintah istighfar, tanpa perintah taubat di dalamnya, antara lain: seperti dalam surat ke-70 ayat 10 dan 11. Ayat itu berisi perintah Nabi Nuh alaihissalam kepada kaumnya yang dilanda musim kering yang panjang. Nabi Nuh alaihissalam berkata: “Istighfarlah kamu kepada Rabb-mu. Dia Maha Pengampun. Dia menurunkan hujan dari langit. Nanti Allah akan turunkan hujan dari langit dalam jumlah yang banyak.”
Ayat lainnya adalah ucapan Nabi Shaleh alaihissalam kepada kaumnya dalam Al-qur’an surat ke-27 ayat 46: “Sekiranya kamu beristighfar kepada Allah, maka kamu disayangi Allah.”
Adapun firman Allah yang berisi perintah istighfar yang disertai dengan perintah taubat, misalnya dalam Al-qur’an surat ke-11 ayat 3, “ Beristighfarlah kepada Rabb-mu dan bertaubatlah kamu kepada-Nya, nanti Allah akan berikan kamu kehidupan yang sangat baik sampai waktu yang ditentukan.”
Taubat berarti juga ruju’, kembali dari perbuatan yang buruk yang pernah kita lakukan sebelumnya kepada perbuatan baik. Ada ulama yang menyebutkan bahwa taubat adalah al-ruju’ min al-mukhalafah ila al-muwafaqah, kembali dari menentang Rabb kepada menyesuaikan diri dengan perintah-Nya. Jadi, taubat berarti meninggalkan perbuatan buruk, sedangkan istighfar artinya memohon agar kita diselamatkan dari akibat-akibat perbuatan buruk.
Istighfar adalah memohon agar Allah Subhanahu wata’ala memelihara kita dari akibat-akibat dosa. Oleh karena itu Dallam Al-qur’an disebutkan: “Allah tidak akan menurunkan azab kepada mereka selama mereka beristighfar.” (QS. Al-Anfal:33)
Karena itu, perbanyaklah istighfar supaya akibat-akibat dosa tidak menimpa kita. Nabi Shallallahu alaihi wasallam saja sering beristighfar. Sekali duduk beliau beristighfar sampai tujuh puluh kali. Dalam riwayat lain disebutkan seratus kali.
Syarat-Syarat Taubat
Rasulullah saw bersabda yang artinya: ”Menyesali kesalahan merupakan suatu tindakan bertaubat.” Oleh karena itu, mereka yang benar-benar memahami dasar-dasar agama Islam di kalangan Ahli Sunnah mengatakan: ”Terdapat tiga syarat taubat yang mesti dpenuhi agar taubat itu efektif; menyesali pelanggaran yang telah dilakukan’ meninggalkan secara langsung penyelewangan; dan dengan mantap memutuskan tidak kembali kepada kemaksiatan yang sama.” Seorang yang bertaubat harus menjalankan syarat ini, agar taubatnya berdayaguna.
Al-Junaid mengatakan: ”Taubat mempunyai tiga makna. Pertama menyesali kesalahan; kedua berketepatan hati untuk tidak kembali kepada apa yang telah dilarang oleh Allah SWT; dan ketiga adalah membereskan keluhan orang terhadap dirinya.”
Dzun Nun al-Mishri memberi komentar, ”Taubat kalangan awam adalah taubat dari dosa, dan taubat kaum terpilih adalah taubat dari kealpaan.”
Imam Nawawi dalam sebuah kitabnya, ”Riyadhush Shalihin” mengtakan: Para ulama mengatakan: Taubat dari setipa dosa adalah wajib. Namun jika maksiat seorang hamba kepada Tuhannya (yang tidak ada kaitannya dengan manusia), maka taubatnya harus memenuhi 3 syarat berikut:
Pertama : Agar manusia meninggalkan maksiat itu
Kedua : Agar manusia menyesali perbuatannya
Ketiga : Agar manusia bertekad untuk tidak akan mengulang kekeliruan untuk
Selama-lamanya dan apabila maksiat itu ada kaitannya dengan manusia maka syaratnya ada 4. Agar manusia membersihkan diri dari hak orang lain.
Taubat Terhimpun dari:
1. Ilmu, yakni mengetahui aib nafsu, mengetahui hukum2 syar'i yg menetapkan tanda2 adanya dosa2mu dan mengetahui perkara pada muqadimah taubat.
2. Hal, yakni perasaan khauf dan razaq pada menyesali akan terbitnya dosa pada dirinya.
3. Fi'il, seketika meninggalkan maksiat itu dan bercita2 tidak akan mengulanginya untuk selama2nya karena Allooh.
Maka dengan demikian, ada dua tipe hamba yang bertaubat, dimana masing-masing berbeda dengan yang lainnya: Pertama, orang yang bertaubat dari segala dosa dan kesalahan. Kedua, orang yang bertaubat dari ketergelinciran dan kelalaian, dan bertaubat dari melihat kebaikan dan ketaatan yang ia lakukan. Taubat akan mengharuskan wara' (menjaga diri dari syubhat). Demikian yang dapat diringkas dari kitab Al-Luma. Sementara itu, pembahasan tentang taubat masih amat luas dan panjang
Balasan Oyang Bertaubat
Adalah praktek Rasulullah saw bertaubat terur-menerus. Beliau mengtakan,”Hatiku suram, oleh karena itu aku memohon ampunan Allah tujuh puluhkali dalam sehari.”
Allah Swt menjanjikan hamaba-Nya yang benar-benar bertaubat baik dari dosa maupun dari kealpaan, yaitu di antaranya:
Kesalahan ditutupi
Memperoleh keberuntungan
Sebaik-baik manusia
Allah SWT mencintainya
Surga tempat kembalinya
Wirid kita adalah istighfar. Bila dosa itu terhadap Allah Subhanahu wata’ala, kita harus melakukan istighfar dan taubat. Kita memohon kepada Allah agar Dia tidak menghukum kita karena dosa-dosa kita dan melepaskan dosa-dosa yang kita lakukan. Kalau dosa kita itu kepada makhluk kita juga beristighfar dan taubat, dan meminta maaf kepada orang yang telah kita dhalimi.
Kalau masih ada perasaan seperti jengkel, tidak senang dan marah, berarti Anda belum memaafkan secara tulus.
Hendaklah kita seperti Nabi Yusuf ketika memaafkan saudara-saudaranya;”Tidak ada apa-apa lagi dalam hati saya kepada kalian pada hari ini. Semoga Allah mengampuni kalian”. (QS Yusuf:92).
Abi Naufal (16-2-2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar