Diriwayatkan dari
hadis Imam Bukhari dan Muslim, bahwasannya Rasulullah bersabda: “Tiga macam
orang yang tak akan diajak bicara Allah pada hari Kiamat, dan tidak dilihat
dengan rahmat-Nya, bahkan tidak dimaafkan dan tersedia bagi mereka siksa yang
pedih, yakni: seseorang yang mempunyai kelebihan air di hutan, tiba-tiba tidak
diberikan pada orang rantau yang berhajat padanya. Kedua, seseorang yang
menjual barang dagangannya sesudah Ashar, lalu ia bersumpah dengan nama Allah
bahwa ia mengambil barang itu sekian, dan dipercaya oleh pembeli, padahal ia
berdusta. Ketiga, seorang yang berbaiat pada imam (pimpinan), ia tidak berbaiat
kecuali untuk mendapatkan dunia (kekayaan), maka jika diberi ia menepati
janjinya, jika tidak diberi (jabatan atau kekayaan) ia tidak menepati
janjinya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Mencermati hadis tersebut, tiga golongan itulah yang akan
merugi pada hari kiamat. Kenapa dikatakan merugi, karena hari kiamat adalah
hari dimana syafa’at (pertolongan) hanya akan diberikan atas izin-Nya.
Kembali ke tiga golongan tersebut, Pertama, Seseorang yang
memiliki kelebihan air di hutan, namun ia enggan membagi kepada orang rantau
yang meminta sedikit airnya. Golongan pertama diibaratkan seperti seseorang
yang kikir untuk bersedekah. Ia tahu bahwa ada seseorang yang lebih membutuhkan
apa yang ia miliki ketimbang dirinya sendiri. Namun sayangnya, ia enggan tak
mau berbagi khawatir apa yang ia punya akan berkurang atau pun habis.
Rasulallah SAW bersabda, Aisyah RA berkata, “Ya Rasulallah,
apakah sesuatu yang tidak boleh ditahan (ditolak yang memintanya). Jawab Nabi,
“Air, garam, dan api,” (HR ibnu Majah).
Sabda Rasulullah SAW mengisyaratkan bahwa jika ada seseorang
yang meminta air pada kita, dianjurkan untuk jangan pernah menolaknya, karena
air adalah salah satu kebutuhan yang sangat vital bagi keberlangsungan hidup
manusia. Atau jangan pula ada di antara kita, bersedia memberi, lantas terus
menerus mengungkit pemberiannya, padahal ia tahu sedekah yang seperti itu akan
menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.
Seperti pada firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu membatalkan pahala sedekahmu dengan mengungkit dan
menganiaya (si pemberi), (orang yang demikian) bagaikan orang yang bersedekah
hanya untuk dilihat orang, dan tidak terdorong oleh iman pada Allah dan hari
kemudian. Maka, (orang yang berbuat demikian) bagaikan batu licin yang di
atasnya ada tanah, kemudian ditimpa hujan lebat, maka ia tetap keras lagi
licin. Mereka tak mendapatkan apa-apa dari usaha mereka itu. Dan Allah tidak
memberi petunjuk pada kaum yang kafir.” (Al-Baqarah: 264).
Dalam ayat ini Allah menerangkan syarat untuk diterimanya
sedekah yakni harus bersih dari mengungkit dan hinaan. Muhammad Al-Bakri
berkata, Siti Aisyah r.a terbiasa jika bersedekah pada seseorang, ia mengutus
orang untuk menyelidiki orang yang disedekahi itu. Maka bila orang itu
mendoakan Siti Aisyah, segera didoakan dengan doa yang sama, supaya jangan
sampai doa itu sebagai imbalan sedekah itu, sehingga mengurangi pahalanya,”
karenanya, para ulama berpendapat sunnah bagi seseorang yang bersedekah
mendoakan orang yang disedekahi, sebagaimana doa orang yang disedekahi itu.
Maka, ada baiknya orang yang menerima sedekah, mendoakan
untuk orang yang bersedekah sesuai dengan tuntunan Rasulullah dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, “Siapa yang diberi sesuatu, lalu berkata pada
yang memberi, “Jazakallahu Khairan (Semoga Allah membalas padamu kebaikan),
maka sungguh itulah sebaik-baik pujian,” (HR Tirmidzi).
Golongan kedua, seseorang yang menjual barang dagangannya
sesudah ashar, lalu ia bersumpah dengan nama Allah bahwa ia mengambil (membeli)
barang itu sekian, dan dipercaya oleh pembeli, padahal ia berdusta. Golongan
kedua ini adalah sebagian orang yang bergelut dalam perniagaan dengan pesan
moral yang terkandung adalah kejujuran.
Berdagang adalah pekerjaan yang sungguh mulia, mengingat
profesi tersebut juga pernah dijalani oleh Rasulullah. Satu hal yang paling
kita ingat adalah saat beliau meniagakan barang-barang milik istrinya, Siti
Khadijah RA dengan modal jujur dan keramahan beliau, beliau meraup untung besar
yang dengan keuntungan tersebut beliau serahkan seutuhnya pada Khadijah. Pesan
yang kita ingat dalam kisah sukses Rasul dalam berniaga ini ialah Rasul
memiliki tuntunan sendiri dalam berniaga, artinya tidak mengambil untung yang
berlebihan apalagi sampai hati menipu pembeli. Karena, sedikit banyak untung
yang kita ambil, itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT kelak.
Ketiga, seorang yang berbaiat pada imam (pimpinan), ia tidak
berbai’at kecuali untuk mendapatkan dunia (kekayaan), maka jika diberi ia
menepati janjinya, jika tidak diberi (jabatan atau kekayaan) ia tidak menepati
janjinya. Golongan ketiga ini ialah golongan setia bersyarat pada pemimpin. Ia
tunduk dan patuh pada pemimpin tanpa keikhlasan sebagaimana yang dianjurkan
Allah dan Rasulnya. Ia hanya patuh dan mengakui kepemimpinan seseorang jika ia
pun mendapatkan ‘bagian’ dari kepemimpinannya. Padahal, Allah mengajarkan kita
semua untuk taat pada Allah, Rasul dan ulil amri (pemimpin).
Semoga Allah melindungi kita semua dari ketiga golongan
tersebut. Sebab, jika Allah saja enggan melihat kita, lantas siapa lagi yang
kuasa memberikan pertolongan di saat orang terdekat tak sanggup menolong?
Wallahu a’lam bishshawwab.
Sumber : http://al-syahbana.blogspot.com/2013/04/tiga-macam-orang-yang-tak-disapa-allah_21.html#ixzz2RdnqUd4W
Tidak ada komentar:
Posting Komentar