Inti tugas kita
sebagai wakil Allah (khalifah) di dunia adalah menentukan pilihan. Yaitu
pilihan yang kita ambil (putuskan) dalam setiap langkah hidup kita. Dan pada
keputusan (pilihan) itulah sesungguhnya ujian hidup itu terjadi.
Pilihan
kebenaran atau pilihan ketidakbenaran, saat kita mengambil setiap keputusan;
pilihan untuk berdzikir atau tidak berdzikir, tatkala kita mendapat musibah;
dan pilihan untuk bersyukur atau tidak bersyukur, di waktu kita mendapat nikmat
dalam hidup.
Agar
pilihan-pilihan yang kita ambil adalah pilihan-pilihan positif, maka
pembelajaran adalah tuntutan dan persyaratannya. Dan karena pilihan-pilihan
dalam tugas kelhalifahan kita, terkait dengan isu-isu Alquran, manusia atau
alam, maka kebutuhan pembelajaran mencakup prinsip-prinsip dari substansi
ketiganya.
Begitu
pentingnya pembelajaran bagi keberhasilan tugas kekhalifan manusia, maka Alquran
mencontohkan cara belajar efektif melalui kisah nabi Adam, Ibrahim dan Muhammad
SAW, sebagai berikut.
“Allah
mengajarkan nabi Adam AS tentang nama-nama makhluk alam semesta”. Kemudian
berkata: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka (para malaikat) nama-nama
alam semesta ini.” Melalui dua perbuatan-Nya ini, Allah mengajarkan kita
tentang strategi dasar pembelajaran. Yaitu pembelajaran melalui proses menjadi
murid dan proses menjadi guru [QS Al-Baqarah (2):30-33].
Alquran
menambahkan contoh tentang proses pembelajaran melalui kisah Nabi Ibrahim AS,
yang melakukan pembelajaran tauhid, melalui cara belajar yang sekarang kita
sebut sebagai pencarian (inquiry), penguasaan pribadi (personal mastery),
pembelajaran investigasi (investigative learning), dan dialog.
“Ketika
malam telah gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) diaberkata:
"Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata:
"Saya tidak suka kepada yang tenggelam." “Kemudian tatkala ia melihat
bulan terbit ia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu
terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk
kepadaKu, pastilah aku termasuk orang yang sesat". [QS Al An'am (6):77].
“Kemudian
tatkala ia melihat matahari terbit, ia berkata:
"Inilah Tuhanku, ini yang
lebih besar".
Maka tatkala matahari itu terbenam, ia berkata: "Hai
kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan” [QS Al
An'am (6):78].
"Tuhanku
ialah yang menghidupkan dan mematikan."
Orang itu (raja Namrudz) berkata:
"Saya dapat menghidupkan dan mematikan".
Ibrahim berkata:
"Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah
matahari itu dari barat."
Maka terdiamlah orang kafir itu, dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim” [QS Al-Baqarah (2):258].
Dalam
konteks Nabi Muhammad SAW, Alquran memberikan contoh pembelajaran yang lengkap
dan sistemik: membaca, menulis, belajar intensif dan mengajarkan apa yang
sudah dipahami kepada orang lain. Seperti yang dapat kita pahami dari inti
makna surah-surah Al-Quran yang diturunkan pada urutan ke 1 sampai 5, berikut
ini.
Alquran
mengajarkan bahwa Allah adalah sumber Ilmu Pengetatuan dan membaca adalah cara
memperolehnya. “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan
manusia apa yang ia tidak diketahui.” [QS Al 'Alaq (96):1-5].
Alquran
mengajarkan bahwa kemampuan baca tulis akan menghasilkan Ilmu Pengetahuan,
dalam wujud tulisan-tulisan. “Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis. Berkat
nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. Dan sesungguhnya
bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya [QS Al Qalam
(68):1-4].
Alquran
mengajarkan bahwa pemahaman yang dicapai dengan keterampilan baca tulis itu,
harus dilanjutkan dengan cara belajar intensif. “Hai orang yang berselimut
(Muhammad), bangunlah di malam hari, kecuali sedikit, seperduanya atau kurangi
sedikit atau lebihi dari seperdua itu. Dan bacalah (pelajarilah) Alquran itu
dengan perlahan-lahan [QS Al Muzzammil (73):1-6].
Alquran
mengajarkan bahwa pemahaman yang dicapai melalui membaca, menulis dan belajar
intensif itu, kini perlu dilengkapi dengan mengingatkan orang lain. Yaitu
mengajarkan apa yang sudah dipelajari itu kepada orang lain. “Hai orang yang
berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan! [QS Al Muddatstsir (74):1-3].
Akhirnya,
pada QS Al-Fatihah (1):1-7, yang diturunkan pada urutan ke 5, barulah
Alquran menjelaskan pokok-pokok substansi yang perlu dipelajari. Yaitu
substansi Iman, yang terkandung dalam makna ayat 1, 2, 3, dan 4; Islam, yang
tersurat dalam makna ayat 5, 6 dan 7; dan Ihsan, yang tersirat dalam makna ayat
5, yaitu shalat untuk berdzikir (sesuai makna ayat 1, 2, 3, dan 4) dan untuk
berdoa (sesuai makna ayat 6 dan 7).
Demikianlah
contoh-contoh strategi dan metode pembelajaran yang diajarkan Alquran sejak 14
abad lalu. Yang pada abad ke 21 ini, terbukti sebagai cara belajar yang paling
efektif. Sebagai contoh, National Training Laboratories, Bethel, Maine USA
menemukan bahwa belajar dengan cara mengajar orang lain, terbukti sebagai
metode belajar paling efektif.
Dan
begitu niscayanya belajar itu untuk keberhasilan tugas kekhalifahan kita.
Sehingga Allah mengingatkan kita agar terus belajar: “Dan sesungguhnya telah
Kami mudahkan Alquran untuk dipelajari, maka adakah kamu akan menjadi orang
yang terus belajar? [QS Al Qamar (54): 40].
Oleh
DR M Masri Muadz MSc, Penulis buku Paradigma Al-Fatihah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar