Ada kolaborasi antara desain klasik Eropa dan Timur Tengah.
Siapa tak kenal dan rindu hawa sejuk wilayah Puncak, Bogor. Destinasi wisata di wilayah Jawa Barat ini telah mentereng namanya sejak puluhan tahun.
Setelah Masjid at-Ta’awun, kini hadir satu lagi masjid megah di kawasan Puncak. Harakatul Jannah, demikian nama masjid itu.
Masjid ini berada di lokasi sangat strategis. Posisinya berada di pertigaan Gadog atau persis di persimpangan traffic light setelah keluar pintu tol Jagorawi arah Puncak. Di simpang jalan itulah masjid yang namanya mengandung arti gerakan surga tersebut berdiri kukuh dan megah.
Jika Anda melintas di malam hari, masjid ini akan tampak sebagai bangunan berkubah yang memendarkan cahaya kuning keemasan. Cantik sekali. Lazimnya masjid megah di negeri ini, Masjid Harakatul Jannah juga menghadirkan sebuah kolaborasi antara desain modern dan klasik.
Ragam budaya dan seni Islam pada masa lampau juga memberi warna pada masjid ini. Semuanya menyatu dan menghasilkan satu karya arsitektur yang indah dan megah.
Dari jalan raya Gadog, sosok indah bangunan ini langsung terlihat. Sebuah kubah besar mirip kubah Taj Mahal di India akan dengan mudah menyerobot perhatian. Kubah itu berada di bagian tengah bangunan. Kubah besar ala Taj Mahal ini merupakan kubah utama.
Bentuknya menyerupai bawang dengan sisi bawahnya berbentuk silinder. Selain kubah utama, masjid ini memiliki enam kubah lain yang berukuran lebih kecil. Terbuat dari tembaga, kubah-kubah ini pada bagian luarnya dihias dengan ornamen bintang bersegi delapan yang dihadirkan dalam bentuk emboss (menonjol).
Tak berhenti pada kubah, masih banyak pesona keindahan yang dimiliki Masjid Harakatul Jannah. Coba langkahkan kaki dan amati bangunan ini lebih dekat. Akan tampak sosok bangunan yang kokoh dengan pilar-pilar gagah ala Romawi kuno. Pilar-pilar tersebut tersaji di setiap sudut bangunan dan menumbuhkan kesan megah dan kukuh.
Dari deretan pilar ini tersaji sebuah kolaborasi antara desain Eropa klasik dan Timur Tengah. Nuansa Timur Tengah menyembul lewat bangunan kotak yang menjadi sandaran pilar. Bentuk kotak itu menyerupai bangunan Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah.
Material dasar bangunan kotak itu adalah granit berwarna hitam. Di bagian tengahnya terdapat garis berwarna cokelat, kuning, dan garis warna putih. Jika diamati secara saksama, akan terlihat bangunan ini memang menyerupai Ka’bah.
Pada bagian yang sama, tampil pula ornamen berbentuk gigi yang dikemas memanjang hingga memperlihatkan gaya geometrik Arab. Berwarna putih, ornamen itu berada di bagian atas, menghubungkan empat pilar gaya Romawi Kuno.
Muhammad Agus Mulyana, salah satu pengurus harian masjid, mengatakan, ornamen berwarna putih itu merupakan saduran bentuk dari Cina. “Desain masjid ini memang mencoba menggambarkan keragaman budaya Islam dari seluruh dunia.”
Material impor
Sebelum kaki melangkah ke dalam masjid, kemegahan dan
keindahan terlihat dari pintu masjid. Pada pintu masjid dihadirkan ukiran
bermotif bunga ala Jepara. Pada bagian pintu ini terhidang pula dekorasi
berupa lengkung-lengkung khas Timur Tengah.
Kesan megah juga muncul pada gagang pintu berbentuk silinder. Berukuran sekitar satu meter, pegangan ini terbuat dari bahan tembaga dengan hiasan ukiran bercorak klasik. Setelah pintu terbuka, kaki akan langsung menapak lantai marmer.
Kabarnya, lantai ini didatangkan dari Italia. Tak hanya menutup lantai bagian dalam, marmer impor ini juga digunakan untuk malapisi sebagian dinding bagian luar serta tiang di dalam.
Di lantai dua, terbentang motif beranyam yang menghiasi lantai di bagian tengah. Motif itu terbentuk dari garis-garis hitam dengan bagian pusatnya membentuk bintang segi delapan. Menurut Mulyana, motif anyaman itu mengandung makna persaudaraan.
“Pesan yang dihadirkan di sini adalah ikatan ukhuwah Islamiah. Sedangkan, bentuk segi delapan menggambarkan lambang hukum Islam, amar makruf nahi munkar dan jihad fisabillah,” jelasnya.
Dari lantai beranyam tadi, saat kepala mendongak ke atas, terlihat sebuah keindahan seni Islam. Keindahan itu memancar dari sisi bagian dalam kubah. Di sana terdapat kaligrafi dekoratif bertuliskan Asmaul Husna. Kaligrafi juga menghiasi empat sisi penopang kubah.
Sementara, pada bagian tengah kubah menjuntai lampu gantung berbahan kristal. Lampu sejenis juga terdapat pada lantai dasar. “Lampu ini diimpor juga dari luar negeri. Harganya Rp 1,2 miliar,” ungkap Mulyana.
Maju beberapa langkah, perhatian langsung tertuju pada mihrab. Bagian ini dihiasi oleh ukir-ukiran yang menutupi hampir semua permukaan mihrab yang terbuat dari kayu jati. Jika dicermati, ukir-ukiran yang terkesan rumit itu menampilkan corak bebungaan dan kaligrafi.
Ukiran yang menghiasi mihrab ini rupanya mengadopsi motif di Masjid Sunan Kudus. Untuk menuntaskan ukiran di atas kayu jati berkualitas tersebut, kata Mulyana, perajin dari Jepara membutuhkan waktu sekitar tiga tahun. “Bentuk ukirannya memang sangat detail dan rumit.”
Nah, bagi Anda yang ingin menikmati keindahan alam dengan latar Gunung Salak dan Gunung Gede, silakan menuju balkon di sisi utara bangunan yang mengaplikasikan gaya arsitektur Spanyol. Di balkon itu terdapat 12 tiang yang menopang kubah kecil.
Masjid semua golongan
Kesan megah juga muncul pada gagang pintu berbentuk silinder. Berukuran sekitar satu meter, pegangan ini terbuat dari bahan tembaga dengan hiasan ukiran bercorak klasik. Setelah pintu terbuka, kaki akan langsung menapak lantai marmer.
Kabarnya, lantai ini didatangkan dari Italia. Tak hanya menutup lantai bagian dalam, marmer impor ini juga digunakan untuk malapisi sebagian dinding bagian luar serta tiang di dalam.
Di lantai dua, terbentang motif beranyam yang menghiasi lantai di bagian tengah. Motif itu terbentuk dari garis-garis hitam dengan bagian pusatnya membentuk bintang segi delapan. Menurut Mulyana, motif anyaman itu mengandung makna persaudaraan.
“Pesan yang dihadirkan di sini adalah ikatan ukhuwah Islamiah. Sedangkan, bentuk segi delapan menggambarkan lambang hukum Islam, amar makruf nahi munkar dan jihad fisabillah,” jelasnya.
Dari lantai beranyam tadi, saat kepala mendongak ke atas, terlihat sebuah keindahan seni Islam. Keindahan itu memancar dari sisi bagian dalam kubah. Di sana terdapat kaligrafi dekoratif bertuliskan Asmaul Husna. Kaligrafi juga menghiasi empat sisi penopang kubah.
Sementara, pada bagian tengah kubah menjuntai lampu gantung berbahan kristal. Lampu sejenis juga terdapat pada lantai dasar. “Lampu ini diimpor juga dari luar negeri. Harganya Rp 1,2 miliar,” ungkap Mulyana.
Maju beberapa langkah, perhatian langsung tertuju pada mihrab. Bagian ini dihiasi oleh ukir-ukiran yang menutupi hampir semua permukaan mihrab yang terbuat dari kayu jati. Jika dicermati, ukir-ukiran yang terkesan rumit itu menampilkan corak bebungaan dan kaligrafi.
Ukiran yang menghiasi mihrab ini rupanya mengadopsi motif di Masjid Sunan Kudus. Untuk menuntaskan ukiran di atas kayu jati berkualitas tersebut, kata Mulyana, perajin dari Jepara membutuhkan waktu sekitar tiga tahun. “Bentuk ukirannya memang sangat detail dan rumit.”
Nah, bagi Anda yang ingin menikmati keindahan alam dengan latar Gunung Salak dan Gunung Gede, silakan menuju balkon di sisi utara bangunan yang mengaplikasikan gaya arsitektur Spanyol. Di balkon itu terdapat 12 tiang yang menopang kubah kecil.
Masjid semua golongan
Rupanya, butuh waktu tak sebentar untuk menuntaskan
pembangunan masjid megah ini. Pemancangan tiang pertama dilakukan pada 17
September 2006. Namun, baru enam tahun kemudian, tepatnya 14 Desember 2012,
masjid yang didirikan oleh mantan Walikota Jakarta Selatan Syahrul Effendi
bersama sejumlah donatur ini tuntas dikerjakan.
Masjid ini dirancang secara duo arsitek, yakni Widyaningrum dan Haji Abdullah, arsitek berdarah Maroko yang telah menjadi warga negara Indonesia. Seperti dituturkan Mulyana, masjid dua lantai ini memiliki daya tampung hingga seribu jamaah.
Lantai dasar yang berukuran 380 meter persegi difungsikan sebagai ruang serbaguna. Lantai ini digunakan untuk kajian keislaman, resepsi pernikahan, dan seminar. Sedangkan, lantai atas yang berukuran 360 meter persegi digunakan sebagai tempat ibadah. “Ada tiga orang imam yang bertugas secara bergantian di masjid ini. Ketiganya adalah hafiz (penghafal) Alquran,” kata Mulyana.
Sebagai masjid yang mengadopsi ragam budaya Islam, menurut Mulyana, masjid ini diharapkan dapat menjadi pusat kebudayaan Islam di Indonesia. “Tentunya kita ingin membuat masjid ini sebagai pemersatu umat yang berdiri di atas semua golongan.”
Masjid ini dirancang secara duo arsitek, yakni Widyaningrum dan Haji Abdullah, arsitek berdarah Maroko yang telah menjadi warga negara Indonesia. Seperti dituturkan Mulyana, masjid dua lantai ini memiliki daya tampung hingga seribu jamaah.
Lantai dasar yang berukuran 380 meter persegi difungsikan sebagai ruang serbaguna. Lantai ini digunakan untuk kajian keislaman, resepsi pernikahan, dan seminar. Sedangkan, lantai atas yang berukuran 360 meter persegi digunakan sebagai tempat ibadah. “Ada tiga orang imam yang bertugas secara bergantian di masjid ini. Ketiganya adalah hafiz (penghafal) Alquran,” kata Mulyana.
Sebagai masjid yang mengadopsi ragam budaya Islam, menurut Mulyana, masjid ini diharapkan dapat menjadi pusat kebudayaan Islam di Indonesia. “Tentunya kita ingin membuat masjid ini sebagai pemersatu umat yang berdiri di atas semua golongan.”
Oleh: Mohammad Akbar
wah keren keceh yah mantap......
BalasHapus