Dia-lah
Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera,
Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang
Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang
mereka persekutukan. (QS 59: 23)
Kata
Al Muhaimin berasal dari kata haimana yuhaiminu yang berarti memelihara,
menjaga, mengawasi atau menjadi saksi (yang membenarkan atau menyalahkan.)
Kata ini dipakai di dalam Al Qur’an sebanyak dua kali, yang pertama merujuk
kepada sifat Al Qur’an (QS 5:48) dan yang ke dua merujuk kepada sifat Allah
(QS 59: 23).
Al
Qur’an sebagai muhaiminan merujuk kepada fungsinya sebagai saksi atas
kitab-kitab terdahulu. Sejarah, kisah, keteladanan, aturan kehidupan yang
pernah dimuat dalam kitab-kitab lain dapat kita pegang sebagai kebenaran bila
hal itu juga dibenarkan dalam Al Qur’an. Sebaliknya segala sesuatu yang
dikatakan salah oleh Al Qur’an tentang isi kitab-kitab yang telah lalu maka
hal itu memang salah adanya. Disini Al Qur’an berfungsi sebagai saksi yang
membenarkan dan menyalahkan isi kitab-kitab yang telah diturunkan Allah sebelumnya,
yang jauh sebelum turunnya Al Qur’an telah mengalami banyak penyimpangan oleh
tangan-tangan manusia.
Dari
sini umat Islam mendapat pelajaran bahwa cukup bagi mereka hanya dengan
mempelajari Al Qur’an dan tidak perlu repot-repot mempelajari Taurat dan
Injil yang jelas-jelas telah terkontaminasi. Mempelajarinya berarti
menanggung resiko keliru karena isinya yang telah cambur baur antara hak dan
batil. Maka pantas kalau suatu hari Rasulullah saw pernah menunjukkan
ketidak-sukaan kepada Umar bin Khathathab yang memegang lembaran Taurat dan
mengingatkannya apakah tidak cukup baginya Al Qur’an. Banyak umat Islam saat
ini yang percaya bahwa Yesus atau nabi Isa as wafat di tiang salib. Persis
seperti apa yang diajarkan Injil yang sekarang ini masih dipegang oleh
orang-orang Nasrani. Tentu saja kepercayaan itu akan mengotori aqidah yang
diajarkan Islam yang sangat menghormati kesucian nabi Isa as. Dan mengotori
iman kita kepada Kitab Allah (Al Qur’an) yang mengatakan bahwa orang-orang
Yahudi itu tidak menyalib nabi Isa as dan tidak pula membunuhnya (QS 4: 157).
Maka cukup bagi uamt Islam untuk belajar Al Quran dan tidak perlu mempelajari
kitab-kitab lain karena Al Qur’an menjadi saksi (muhaimin) kitab-kitab
yang terdahulu.
Sedang
Al Muhaimin yang merujuk kepada sifat Allah (QS 59: 23) berarti bahwa
hanya Allah yang memelihara dan menjaga seluruh makhluknya baik dari segi
keselamatannya, keamanan, dan kesejahteraannya. Salah satu hikmah penyebutan Al
Muhaimin di belakang As Salam dan Al Mukmin adalah bahwa
Allah yang memelihara kesejahteraan (salam) dan ketenangan hati (amin)
dari seluruh hamba-Nya. Pemeliharaan dan pengawasan Allah itu begitu luas
cakupannya, karena banyaknya yang diawasi dan luasnya jagad raya ini sehingga
tidak ada satu makhlukpun yang dapat menandingi. Apalagi menandingi kemampuan
Allah dalam memelihara dan mengawasi, membayangkan kemampuan Allah untuk
melakukan pemeliharaan dan pengawasan saja tidak ada yang bisa. Akal manusia
terlalu lemah untuk dapat membayangkannya. Begitu pula indera mereka hanya
memiliki kemampuan yang sangat terbatas. Hanya mampu melihat yang lahir saja.
Manusia tidak bisa melihat apa yang terembunyi di kegelapan malam. Sedang
bagi Allah sebutir biji yang jatuh dalam kegelapanpun dilihat-Nya (QS 6: 59).
Begitu pula indera yang lain hanya mampu menjangkau segala sesuatu yang
bersifat lahiriyah saja sedang apa yang tersembunyi di dalam hati tidak bisa
dilihatnya. Sedang Allah menyaksikan sekaligus yang lahir dan apa yang
dibisikkan oleh hati manusia (QS 50: 16). Bahkan apa yang disembunyikan oleh
hati manusiapun diketahui Allah (QS 40: 19). Pengawasan manusia juga dibatasi
oleh ruang dan waktu. Apa yang ada di balik tembok tidak bisa dilihatnya.
Begitu pula apa yang sudah terjadi di masa lampau dan apa yang akan terjadi di
masa mendatang tidak bisa diketahuinya sekarang. Allah sangat jauh dari
kelemahan seperti itu. Allah swt menyaksikan sekaligus semua makhluknya di
mana saja mereka berada di seluruh jagad raya ini secara silmultan. Bahkan
Allah menjangkau semua penglihatan, tetapi tidak ada penglihatan manusia yang
dapat menjangkaunya (QS 6: 103).
Dari
uraian di atas kita dapat megambil pelajaran bahwa alangkah baiknya kalau
manusia itu menggantungkan seluruh nasibnya kepada Allah. Karena Allah swt
memelihara, menjaga, dan mengawasi semua makhluk-Nya. Mestinya dalam diri
orang beriman tidak akan ada ketakutan dan kekhawatiran terhadap apa yang
bakal terjadi karena semua berada di bawah pengawasan Allah. Begitu pula
tidak berguna kesedihan di dalam hati atas apa yang sudah terjadi, karena
semua itu terjadi atas kehendak Allah. Keyakinan kita yang kokoh terhadap
sifat Allah Al Muhaimin akan meningkatkan kualitas takwa. Dia akan
senantiasa merasa diawasi Allah dan tidak ada tempat tersembunyi baginya
untuk bermaksiat kepada-Nya. Begitu pula keyakinan itu akan meningkatkan
tawakal kita kepada Allah swt, karena kita sadar bahwa Allah selalu menjaga
dan memelihara kita.
|
Written
by Abdul Aziz Asy Syaukani
http://islamthetruth.wordpress.com/muhasabah/tauhid-asma-wa-sifat-al-muhaimin/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar