Senin, 07 November 2011
KEADILAN ADALAH RAJA
Firman Allah mengingatkan ;
” Allah SWT telah memerintahkan kepada setiap orang untuk berlaku adil, berbuat ihsan (kebajikan), dan membantu karib kerabat. Dan, Allah juga memerintahkan untuk melakukan pencegahan terhadap perilaku keji dan tercela (fahsya’, anarkis). Allah SWT juga memerintahkan untuk menghindar dari kemungkaran (perbuatan terlarang) dan aniaya (anarkis), juga dari perlakuan permusuhan yang melampaui batas (bagh-ya). Semua peringatan Allah ini harus selalu di ingat oleh manusia. Allah memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS.16, An Nahl : 90).
Adil, adalah pakaian setiap pemimpin, tidak semata ucapan. Adil, adalah suatu perbuatan, yang di dambakan setiap orang. Karenanya, menjadi kewajiban setiap pribadi untuk menegakkan dan mempertahankannya. Agama mengajarkan bahwa setiap orang adalah pemimpin. Setiap pemimpin akan diminta pertanggungan jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya.
Agama menegaskan bahwa, penguasa adalah pemimpin dari rakyatnya. Sebagai layaknya seorang suami menjadi pemimpin atas istri, keluarga dan rumah tangganya. Seorang pekerja (khadam) adalah pemimpin atas harta yang di amanahkan oleh majikannya.
Konsekwensinya adalah, setiap pemimpin memikul tanggung jawab berlaku adil dan amanah menjaga rakyat yang di pemimpinannya. Karena, setiap pemimpin akan ditanya pertanggungan jawab atas kepemimpinannya.(Hadist di riwayatkan Al-Bukhari dari ‘Abdullah ibn ‘Umar RA).
Pemimpin yang adil, semestinyalah bersikap merendah (tawadhu’) terhadap rakyat yang dipimpinnya (HR.Bukhari, dalam Riyadhus-Shalihin, Imam Nawawy).
Kepentingan (aspirasi) rakyat wajib di utamakan. Hanya ada satu kepentingan, demi kemashlahatan rakyat banyak. Pemimpin dalam pandangan Islam tidak untuk kepentingan kelompok atau golongan. Tetapi untuk kemashlahatan orang banyak. Walaupun barangkali seorang pemimpin memiliki kekurangan fisik, tetapi adil dan berpedoman kepada Kitabullah, maka Muslimin disuruh mengikutnya. “Jika sekalipun kamu dipimpin oleh seorang hamba yang cacat (‘abdun mujadda’), tetapi memimpinmu dengan berpedoman kepada Kitabullah (al Quran), maka hendaklah kamu mendengarkan dan menta’atinya” (Shahih Muslim).
Dalam konsep Agama pemimpin adalah amanah Allah untuk melaksanakan pemerintahan sebagai amanah umat (rakyat). Karena itu, sangatlah tidak pantas bila seorang meminta-minta untuk diangkat menjadi seorang pemimpin.
Disampaikan oleh Shahabat Abu Musa RA, tatkala dua orang Bani ‘Ammi minta diangkat menjadi gubernur disuatu daerah. Rasulullah SAW berpesan artinya, “Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan mengangkat seorang penguasa atas pekerjaan ini apabila ia memintanya atau ambisius kepadanya” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Kepemimpinan sesungguhnya adalah amanat dari Allah SWT. Wajib di tunaikan sebagai ibadah di tengah kehidupan masyarakat (rakyat)-nya, atau hablum min an-naas.
Adil adalah pakaian setiap pemimpin..
Adil, adalah ciri taqwa.
Konsep ini bukan semata teologis, melainkan sangat humanis universal.
Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin pemegang tampuk kekuasaan yang melalaikan kepentingan rakyatnya adalah pemimpin yang sangat dicela.
Rasulullah SAW memperingatkan,
“maa min waa-lin yaliy ra’iyyah minal-Muslimin, fa yamuutu wa huwa gaasy-syun lahum, illa harrama-Allahu ‘alaihil-jannah”, artinya, “Tidak seorangpun yang diberi amanat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya (kaum Muslimin), lalu ia mati dalam keadaan menipu mereka, kecuali Allah mengharamkan baginya sorga (tidak akan masuk sorga)” (HR.Muttafaqun ‘alaihi dari Abi Ya’la (Ma’qal) bin Yasar RA).
Dalam hadist lainnya, Rasulullah SAW berkata, artinya, “Sesungguhnya pemimpin itu adalah perisai. Dibelakang perisai itulah rakyat berjuang. Maka apabila ia (pemimpin) menyuruh kepada ketaqwaan terhadap Allah dan berlaku adil, maka ia akan mendapat pahala dari perintah dan sikap adilnya itu. Tetapi bila ia menyuruh selain dari itu (taqwa), maka ia akan mendapat siksa karenanya” (HR.Muttafaq ‘alaihi, dari Abi Hurairah RA).
Dengan sikap tawadhu’ (merendah demi kepentingan umat karena taqwa kepada Allah) akan terlihat keadilan seorang pemimpin. Arogansi pemaksaan kehendak. akan membawa kepada kehancuran.
Konsekwensinya adalah, “Seorang Muslim harus mendengarkan dan menta’ati segala perintah (pemimpinnya) dalam hal yang ia sukai ataupun yang tidak disukainya, selama ia tidak diperintahkan untuk berbuat maksiat. Dan apabila ia diperintahkan untuk berbuat maksiat, maka ia (rakyat) tidak dibolehkan untuk mendengarkan atau menta’ati perintahnya” (HR.Muttafaq ‘alaih dari Ibnu Umar RA).
Sungguh celakalah para pemimpin yang melupakan dan menganggap enteng aspirasi rakyat banyak. Maka, untuk terhindar dari kecelakaan, wajiblah di ingat selalu firman Allah; “Berlaku adillah, karena Allah kasih terhadap orang-orang yang adil” (QS.Al-Hujurat ,9).
Lemahnya bekalan agama dilapisan umat dan tipisnya pemahaman Islam akan berpengaruh didalam kehidupan. Paham ‘Ashabiyah (kedaerahan), menghilangkan arti maknawi dari ukhuwwah. Persatuan lahiriyah tidak mampu menumbuhkan kebahagiaan mahabbah, cinta sesama. Di sinilah bermula sumber kehancuran.
Rasulullah SAW selalu berdo’a sebagaimana disampaikan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah R ’anha,
“allahumma man waliya min amri ummatiy syay-an fa syaqqa ‘alaihim fasy-quq ‘alaihi, wa man waliya min amri ummatiy syay-an far-faqa bihim, far-fuq bihi”,
artinya, “Ya Allah, barangsiapa yang menjadi pemimpin atas umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah ia, dan barangsiapa yang memimpin umatku, lalu mengasihi mereka, maka kasihanilah ia” (HR.Shahih Muslim).
Dengan do’a ini pula kita tutup pembahasan kita tentang pentingnya keadilan ditegakkan..
Billahit taufiq wal hidayah.
http://masoedabidin.wordpress.com/category/komentar-buya/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar