Jumat, 25 November 2011
Let the process go
Ajaran di dalam ALqur’an menyebutkan bahwa perubahan dimulai dari diri kita sendiri, dimana Allah tidak akan merubah nasib seseorang atau suatu kaum kalau orang atau kaum itu tidak mau merubah dirinya sendiri. Di ayat lain Allah menyebutkan bahwa Dia Maha Mengetahui, Dia Maha Berkehendak dan Dia Maha Kuasa atas terjadinya segala sesuatu. Tidak ada kejadian di alam raya ini tanpa sepengetahuan , tanpa kehendak dan tanpa kekuasaanNYA. Bagaimana menggabungkan ayat ini berkaitan dengan konsep hati yang mengalir.
Allah mengharuskan kita merubah diri kita tapi Allah juga yang berkehendak dan berkuasa atas segala sesuatu ? Penulis memahaminya bahwa perubahan yang dilakukan oleh manusia adalah di wilayah memilih respon setiap kejadian yang ditetapkan oleh Allah SWT. Kalau dulu kita ngedumel setiap kali dengar adzan subuh, lalu kita tutupi rapat-rapat tubuh kita dengan selimut dan tidur lagi. Kita rubah respon kita menjadi bersyukur setiap kali mendengar adzan subuh, lalu bergegas ke kamar mandi, ambil air wudlu lalu ke mushola atau masjid terdekat. Kalau dulu kita suka marah-marah dengan bawahan kita, mari sekarang kita lebih sabar terhadap bawahan. Kalau dulu kita suka menunda-nunda pekerjaan, mari sekarang kita lebih rajin menyelesaikan pekerjaan.
Adapun proses berikutnya bahwa Allah akan memberikan rizki yang lebih banyak dan barokah kepada kita dri arah yang tidak diduga-duga, kita akan naik pangkat, usaha kita akan lebih maju, dan sebagainya tidak usah kita pikirkan. Ketika kita sudah merubah respon kita terhadap setiap kejadian dan kondisi, serahkan sepenuhnya proses selanjutnya kepada Allah SWT.
Yang sering kali membuat kita pusing dan khawatir adalah karena kita membayangkan apa yang akan terjadi dengan proses berikutnya. Misalnya anak buah kita ternyata belum selesai menganalisa proposal client sehingga jadwal eksekusi meleset dari rencana semula, maka bukan analisa proposal yang belum selesai yang membuat kita khawatir, yang kita cemaskan adalah bahwa proyek itu mundur atau bahkan gagal dilaksanakan, sehingga target bisnis bulan ini tidak tercapai. Bulan depan kita harus ngebut lagi mengejar ketertinggalan target dan kalau sampai akhir tahun tidak tercapai itu artinya kondite atau performance kita tidak bagus, lalu kita bayangkan bos akan mengevaluasi kinerja kita, kita dianggap tidak perform, lalu posisi kita diganti orang lain, orang lain itu adalah temen satu angkatan atau bahkan mantan adik kelas, kita merasa seolah tidak berguna. Begitulah, dari analisa proposal yang belum selesai, pikiran kita sudah menbayangkan kejadian di akhir tahun.
Kita khawatir dan tidak rela bayangan tahun depan itu benar-benar terjadi. Hati kita tidak nyaman dengan apa yang akan terjadi di tahun depan. Lalu hal itu kita pusingkan dan khawatirkan saat ini. Sungguh sebuah kondisi yang sangat tidak nyaman. Banyak lagi contoh hal-hal yang kita sudha pusing duluan sebelum sebuah bayangan itu terjadi. Kejadiannya tidak hanya tahun depan bahkan puluhan tahun yang akan dating sudah kita pusingkan sekarang.
Satu-satunya hal yang harus kita pusingkan saat ini untuk suatu kejadian di masa yang akan datang adalah kehidupan kita sesudah mati. Ini pun solusinya mudah sekali. Yang menyenangkan kehidupan setelah mati hanya 2 yaitu iman dan amal sholeh. Kedua hal tersebut berada di bawah control kita. Beriman itu tidak perlu biaya alias gratis. Yakini dalam hati, ucapkan dengan lisan dan buktikan dengan amal perbuatan. Untuk beramal sholeh tidak perlu menunggu kita kaya atau berpangkat. Dalam kondisi apapun kita bisa beramal sholeh. Amal sholeh tidak harus bisa merubah dunia, Negara atau masyarakat. Kita bisa beramal sholeh dengan lingkungan sekitar kita atau keluarga kita sendiri. Bisa dengan tenaga, pikiran atau waktu.
Yang berpangkat pusing karena dia membayangkan pangkatnya dicopot 2 tahu lagi, yang kaya khawatir kekayaannya akan berkurang, yang popular takut dirinya tidak dikenal lagi, dan sebagainya. Yang dikhawatirkan belum terjadi tapi kita sudah pusing duluan. Kita fasih berkata bahwa kita harus tawakkal tapi kita masih merecoki kewenangan tuhan mengenai nasib kita. Kita tidak rela kalau tuhan memberikan nasib yang tidak baik untuk kita. Itu nama tawakal setengah hati. Menyerahkan urusan pada Allah tapi kita masih suka mengatur-atur Allah.
Mari kita berlatih “lets the process go” (LTPG). Biarkan proses berjalan tanpa didahului dengan perasaan khawatir. Memang Allah sendiri melengkapi sikap hati manusia itu dengan khauf (rasa takut) dan roja (rasa berharap). Yang menjadi masalah antara yang kita takutkan dan harapkan berbeda yang dimaksud oleh Allah SWT. Allah menginginkan agar manusia itu takut dan berharap terhadap kehidupan setelah mati. Sedangkan manusia kebanyakan takut dan berharap dengan kehidupan di dunia ini. Kita lebih takut anak kita nilai ujiannya jelek dari pada anak kita tidak fasih baca al fatihahnya. Kita lebih khawatir anak kita tidak mau kursus bahasa inggris dari pada anak kita tidak bisa baca alqur’a. Kita lebih khawatir rumah kita tidak mempunyai kamar tidur yang bagus dari pada mushola atau tempat sholat yang layak. Kita cukup puas bermodal sajadah kumal saja. Untuk tempatnya ya bisa di bawah lorong tanggan atau di sela-sela antara spring bed yang bagus dengan dinding kamar. Kita lebih takut tidak selesai mengerjakan tugas perusahaan dari pada segera bergegas sholat dhuhur saat adzan berkumandang. Kita lebih khawatir kehilangan pelanggan dan kehilangan keuntungan daripada bergegas sholat dhuhur saat adzan berkumandang Kita menunda-nunda sholat karena khawatir ada pelanggan yang datang dan tidak terlayani.. Dan banyak lagi. Kita lebih khawatir baju kita jelek saat menghadap bos, dari pada baju yang kita kenakan saat sholat menghadap Allah. Kita sudah cukup pede dengan kaos oblong dan sarung kumal.
Apakah sikap LPTG artinya kita tidak melakukan perencanaan ?
Sikap dilakukan oleh hati sedangkan akal pikiran tetap membuat rencana detil terhadap sebuah tujuan. Apakah LPTG artinya kita cuek dengan proses ? Tidak. Sikap LTPG dijalankan hati di setiap akhir tahapan-tahapan proses. Akal pikiran tetap melakukan pemantauan evaluasi akhir. Misalnya hari ini kita merencakan meeting dengan client besar dengan harapan ada deal bisnis yang besar pula. Seluruh materi presentasi dan peralatannya sudah kita siapkan. Ternyata pertemuan batal karena perusahaan client tiba-tiba ada permasalahan yang serius dengan tidak bisa datang. Kita mempunyai dua pilihan, yaitu mengumpa dan ngedumel atau LTPG. (nm)
http://www.hati-mengalir.com/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar