Jumat, 25 November 2011
Merubuhkan Tabir Ketergantungan
Mengikuti kajian rutin Ustadz Yusuf Mansyur di Masjid Annida yang disiarkan langsung oleh MNC TV setiap Selasa dan Rabu pagi, semakin menarik untuk disimak. Isi ceramah sang ustadz yang terkenal sebagai tokoh sedekah ini serasa mengobrak-abrik paradigma lama dan sudah sangat mendarah daging di kehidupan kita sehari-hari. Ajakan beliau tentang sedekah benar-benar menyentak konsep berpikir linier kita. Terasa begitu asing di telinga, bahkan mungkin ada yang bilang “absurd”. Ajakan Ustadz untuk benar-benar 100 % bergantung kepada Allah melalui konsep sedekah menjadi sulit diterima. Bahkan ajakan ini dicibirkan. Pokoknya tidak percaya.
Sebenarnya yang “absurd” bukan ajakan sedekahnya, tapi justru yang “absurd” adalah mata, telinga dan hati kita. Akal dan pikiran kita yang hanya rutin diajak untuk hidup hedonis dan konsumtif telah menggerakkan mata dan telinga kita hanya bisa menangkap fenomena kehidupan materialitsik. Akal dan pikiran tidak lagi mendengar dan melihat makna di setiap kejadian. Makna hakiki kehidupan yang diatur dengan sangat cermat oleh sebuah Kemahakuasaan Sang Maha Pengatur Alam Raya.
Ada yang perlu dibongkar habis dalam konsep ketauhidan kita tentang sedekah. Sedekah seharusnya lebih mendekatkan hubungan kita dengan Allah SWT. Sedekah mestinya membuka tabir dominasi ketergantungan terhadap makhluk. Ketergantungan mutlak harus didudukkan kembali hanya kepada Yang Maha atas segalanya, Allah Azzawajalla.
Mahluk tempat kita bergantung bisa berujud manusia, jabatan, kekayaan atau popularitas. Pola ketergantungan kepada makhluk inilah akar dari kegelisahan hidup. Gelisah ketika akan kehilangan jabatan, kekayaan atau popularitas. Gelisah ketika musim mutasi jabatan. Gelisah ketika musim PHK. Gelisah ketika kekurangan uang dan lainnya.
Ketergantungan kepada mahluk juga menyuburkan budaya asal bapak senang, memberi dengan pamrih kepada makhluk, mengutamakan penampilan yang terlihat dan terukur, suap dan banyak budaya lainnya. Intinya budaya yang mengutamakan untuk supaya segalanya terlihat dan terukur di hadapan manusia lain. Karena menurut keyakinan ini, yang menentukan nasib hidup adalah manusia, maka segala sesuatunya harus terlihat dan terukur oleh manusia. Bahkan aktivitas ibadah kepada Allah pun didedikasikan untuk manusia. Bibir kita boleh berucap bahwa Allah Maha Kuasa atas semua kejadian. Tapi dalam tindakan kita banyak hal jika dicermati dengan bahasa gaulnya ustadz yusuf mansyur, nyata-nyata kepada manusia kita bergantung.
Mari kita lebih fokus pikiran bawah sadar kita soal ketergantungan kita kepada kertas tipis yang namanya uang. saya sebut pikiran bawah sadar karena bisa jadi mulut kita berucap uang itu tidak penting, tapi tindakan kita mencerminkan sebaliknya. Ada yang bilang tidak bisa berbuat apa-apa tanpa uang. Atau yang sedikit lebih halus, uang bukan segalanya tapi segalanya perlu uang. Jadilah uang menjadi berhala yang rajin disembah. Uang diingat-ingat, dicari, disukai, digenggam erat-erat, dipuja-puja dan sedih ketika kehilangan. Allah Sang Pembagi Rizki hilang entah kemana.
Benar memang dengan uang kita bisa berbuat banyak, tapi hanya kenampakan fisiknya saja. Sesungguhnya saat kita berbuat, di situ Allah berkehendak dan di situ Allah mengalirkan energi kehendakNYA. Kehendak Allah mengalir bisa melalui perangkat fisik tubuh kita, melalui orang-orang di sekitar kita dan diantaranya melalui uang yang kita pegang. Jadi uang adalah hanya salah satu cara Allah menghendaki terjadi setiap kejadian yang diinginkanNYA. Uang tidak bergerak sendiri. Ada Sang Maha Pemberi Rizki yang akan melapangkan dan menyempitkan rizki kepada siapa yang Dia kehendaki. Wallahu’alam. (nm)
http://www.hati-mengalir.com/merubuhkan-tabir-ketergantungan/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar