Minggu, 17 Mei 2009

Budak Perempuan


Assalaamu'alaikum wr wb. Saya mohon penjelasan tentang budak wanita yang terdapat dalam Surah al-Mukminuun: 5-6. Bagaimana dengan kondisi sekarang, apakah masih ada budak wanita yang dibenarkan untuk menyalurkan nafsu seksual? Wassalam.

Azis Alhakim
alhakim_ok@yahoo.com


QS al-Mukminuun ayat 5-6 menguraikan sebagian sifat-sifat orang-orang Mukmin yang mantap imannya. Ayat tersebut menyatakan Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka kecuali terhadap istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidaklah tercela. Kalimat budak-budak wanita yang mereka miliki, yang merupakan terjemahan dari maa malakat aimaa nuhum menunjuk kepada satu kelompok masyarakat yang ketika turunnya Alquran, merupakan salah satu fenomena umum masyarakat manusia di seluruh dunia.

Dapat dipastikan, Allah dan Rasul-Nya tidak merestui perbudakan, walau dalam saat yang sama harus pula diakui bahwa Alquran dan Sunnah tidak mengambil langkah drastis untuk menghapuskanya sekaligus. Alquran dan Sunnah menutup semua pintu untuk lahir dan berkembangnya perbudakan kecuali satu pintu yaitu tawanan yang diakibatkan oleh peperangan dalam rangka mempertahankan diri dan aqidah. Itu pun disebabkan karena ketika itu demikianlah perlakuan umat manusia di seluruh dunia terhadap tawanan perangnya.

Namun kendati tawanan perang diperkenankan untuk diperbudak, tapi perlakuan terhadap mereka sangat manusiawi. Bahkan Alquran memberi peluang kepada penguasa Muslim untuk membebaskan mereka dengan tebusan atau tanpa tebusan; berbeda dengan sikap umat manusia ketika itu.

Islam menempuh cara bertahap dalam pembebasan perbudakan, antara lain disebabkan oleh situasi dan kondisi para budak yang ditemuinya. Para budak ketika itu hidup bersama tuan-tuan mereka, sehingga kebutuhan sandang, pangan dan papan mereka terpenuhi.

Anda dapat membayangkan bagaimana jadinya jika perbudakan dihapus sekaligus. Pasti akan terjadi problema sosial, yang jauh lebih parah dari PHK (pemutusan hubungan kerja).

Ketika itu, -para budak bila dibebaskan- bukan saja pangan yang harus mereka siapkan sendiri, tetapi juga papan. Atas dasar itu kiranya dapat dimengerti jika Alquran dan Sunnah menempuh jalan bertahap dalam menghapus perbudakan. Dalam konteks ini, dapat juga kiranya dipahami perlunya ketentuan-ketentuan hukum bagi para budak tersebut. Itulah yang mengakibatkan adanya tuntunan agama, baik dari segi hukum atau moral yang berkaitan dengan perbudakan.

Salah satu tuntunan itu adalah izin mengawini budak wanita. Ini bukan saja karena mereka juga adalah manusia yang mempunyai kebutuhan biologis, tetapi juga merupakan salah satu cara menghapus perbudakan. Seorang budak perempuan yang dikawini oleh budak lelaki, maka ia akan tetap menjadi budak dan anaknya pun demikian, tetapi bila ia dikawini oleh pria merdeka, dan memperoleh anak, maka anaknya lahir bukan lagi sebagai budak, dan ibu sang anak pun demikian. Dengan demikian, perkawinan seseorang merdeka dengan budak wanita, merupakan salah satu cara menghapus perbudakan.

Budak-budak wanita yang disebut di atas, kini tidak ada lagi. Pembantu-pembantu rumah tangga, atau tenaga kerja wanita yang bekerja atau dipekerjakan di dalam atau di luar negeri sama sekali tidak dapat dipersamakan dengan budak-budak pada masa itu. Ini karena Islam hanya merestui adanya perbudakan melalui perang, itupun jika peperangan itu perang agama dan musuh menjadikan tawanan kaum Muslimin sebagai budak-budak, sedang para pekerja wanita itu adalah manusia-manusia merdeka kendati mereka miskin dan butuh pekerjaan.

Di sisi lain, walau perbudakan secara resmi tidak dikenal lagi oleh umat manusia dewasa ini, namun bukan berarti ayat di atas dan semacamnya dapat dinilai tidak relevan lagi. Ini karena Alquran tidak hanya diturunkan untuk putra-putri abad lalu, tetapi ia diturunkan untuk umat manusia sejak abad ke-6 hingga akhir zaman. Semua diberi petunjuk dan semua dapat menimba petunjuk sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zamannya.

Masyarakat abad ke-6 menemukan budak-budak wanita, dan bagi merekalah tuntunan itu diberikan. Alquran akan terasa kurang oleh mereka, jika petunjuk ayat ini tidak mereka temukan. Di lain segi kita tidak tahu perkembangan masyarakat pada abad-abad yang akan datang.
Boleh jadi mereka mengalami perkembangan yang belum dapat kita duga dewasa ini. Ayat-ayat ini atau jiwa petunjuknya dapat mereka jadikan rujukan dalam kehidupan mereka. Wa Allah A'lam

By Republika Newsroom
Rabu, 03 September 2008 pukul 20:38:00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar