Selasa, 31 Mei 2011

Bahaya Lidah...............


Rasulullah Shallallahu’alaihiwsallam bersabda:” Yang dikatakan muslim itu adalah manusia selamat dari bahaya lidah dan tangannya”.

Imam Ali Radhiallhu’anhu berkata: ”Hati yang jahat terletak pada mulutnya, dan mulut yang baik, terletak pada hatinya”.


Kata orang “Mulutmu Harimaumu,yang akan menerkammu”.


Sepintas dari pepatah di atas, terbersit dalam hati kita akan pentingnya makna sebuah perkataan, dalam sebuah pepatah arab menyebutkan “al-maru’ makhbu’un tahta lisanihi” artinya pribadi seseorang itu akan tampak apabila ia berbicara, apabila terucap perkataan yang baik dari lisannya maka baiklah ia, begitu pula sebaliknya.

Sekilas kita melihat fenomena masyarakat pada saat ini, dimana begitu mudahnya mereka mengobral janji dan perkataan, tanpa memahami makna dari sebuah perkataan. Manusia pada saat ini berlomba-lomba dalam mencapai kebutuhan duniawinya dengan menempuh berbagai macam cara, termasuk diantaranya dengan jalan berdusta. Seorang wartawan misalnya, yang menyebarkan berita yang tidak benar alias kabar dusta, dengan tujuan beritanya laku dikonsumsi khalayak ramai, begitu juga dengan seorang politikus, yang tak henti-hentinya mengobral janji-janji dusta, guna menarik simpati dan dukungan dari masyarakat, atau bahkan memfitnah guna menjatuhkan lawan politiknya, begitu juga halnya dengan pedagang, yang bermain curang dalam takarannya, yang kemudian bermain harga hanya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar

Lantas bagaimanakah perkataan yang baik itu? Seorang ahli hikmah mengatakan: “perkataan orang berakal bermula dari hatinya, sedang perkataan orang yang jahil berawal dari lisannya dan berbicara sesuka hatinya” artinya, orang cerdas tentulah akan berfikir terdahulu dalam berbicara, dan sesuai dengan kata hatinya karena fitrah dari hati manusia adalah kebajikan, sebaliknya orang yang bodoh tidak berfikir dalam berbicara sehingga perkataan yang keluar dari mulutnya hanya omong kosong belaka.

Di dalam Islam kita mengenal adab dalam berbicara, dikatakan “Apabila engkau duduk bersama orang yang bodoh maka diamlah, karena diammu akan menambah kesabaran, sedangkan apabila engkau duduk bersama orang berilmu maka bicaralah, karena bicaramu akan mendatangkan ilmu” artinya sebagai seorang muslim kita harus bisa memposisikan diri, ada kalanya kita harus diam, dan ada kalanya pula kita harus berbicara “likulli maqamin maqalun wa likulli maqalin maqamun” begitulah pepatah arab mengatakan.

Disamping itu Allah juga mempersiapkan ganjaran yang luar biasa bagi mereka yang senantiasa menjaga kejujuran dalam perkataannya, dalam sebuah hadits dikatakan “kejujuran itu kan mendatangkan kepada kebaikan, dan kebaikan akan membawa ke surga, dan dusta itu mendatangkan dosa, dan dosa akan membawa pelakunya ke neraka” maka dari itu sudah selayaknyalah sebagai hamba Allah yang taat senantiasa menjaga ucapannya dari perkataan dusta.

Contoh : buah dari sebuah kejujuran adalah apa yang dicapai oleh Qudwah kita nabi besar Muhammad saw, kejujuran yang melekat pada pribadi beliau baik dalam perkataan maupun perbuatan telah menyebabkan masyarakat quraisy pada saat itu memberikan beliau gelar Al-Amin, contoh lain adalah kisah yang diceritakan dari Hijaj, ketika beliau menangkap dua orang pemuda dan hendak membunuhnya berkatalah pemuda yang pertama : maafkan saya wahai baginda, saya tidak melakukan kesalahan apa-apa, bahkan saya telah menjaga nama baik baginda ketika orang-orang menjelekkan nama baginda dalam sebuah majlis, berkatalah Hijaj: Apakah kamu memiliki saksi?, Ia berkata: Iya, saksi saya adalah dia {pemuda kedua} berkata pemuda kedua: Iya dia telah berkata benar, kemudian berkata Hijaj: Mengapa engkau tak melakukan hal yang serupa? Ia berkata : karena aku membencimu,

kemudian berkata Hijaj : Saya maafkan keduanya, pemuda pertama kulepaskan karena ia telah berbuat baik kepadaku dan pemuda kedua karena kejujurannya.

Indah bukan? Ternyata kejujuran senantiasa melahirkan kebaikan bagi pelakunya, dikatakan buah dari sebuah kejujuran diantaranya pertama hati senantiasa akan terasa tenang, karena kejujuran senantiasa bersanding dengan syari’at dan akal sehat kedua kedudukan orang yang jujur seperti halnya orang yang mati syahid, dikatakan barang siapa yang meminta syahid dan ia senantiasa bersikap jujur maka Allah akan menempatkannya pada derajat yang serupa dengan mati syahid, sekalipun ia wafat diatas kasurnya ketiga Berkah dalam mencari nafkah

Kejujuran sendiri terbagi dalam beberapa bagian pertama jujur dari setiap ucapan, artinya setiap perkataan yang keluar dari lisannya senantiasa menyuarakan kebenaran kedua Ikhlas untuk Allah, artinya kejujuran itu lahir untuk Allah, baik dalam perkataan maupun perbuatan ketiga jujur dalam tekad, yaitu dengan menepati segala azam yang telah tersirat dalam hati keempat jujur dalam perbuatan, yaitu dengan menserasikan segala perkataan dengan perbuatan yang dilakukan, lawannya adalah riya’ kelima jujur dalam beribadah, hal ini terbentuk dalam rangka kecintaan kepada Allah dengan jalan taat dan patuh atas segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.

Al hasil menjaga lisan bukanlah perakara yang mudah perlu adanya mujahadah dalam menjaganya, maka dari itu Allah telah menyiapkan ganjaran yang luar biasa bagi mereka yang mampu menjaga lisannya, dan tentulah ganjaran Allah bukanlah main-main namun ganjaran abadi berupa surga yang memang dipersiapkan untuk mereka yang bertaqwa. Selamat berjuang sahabat, semoga cobaan yang menerpa tidak memupuskan semangat kita dalam menyuarakan kebenaran pepatah arab mengatakan “Qulil haqqa walkaw kaana murran”

disarikan dari bebagai sumber

Senin, 30 Mei 2011

AGAR RIZKI MENDAPAT KEBERKAHAN

Betapa sering kita mengucapkan, mendengar, mendambakan dan berdoa untuk mendapatkan keberkahan, baik dalam umur, keluarga, usaha, maupun dalam harta benda dan lain-lain. Akan tetapi, pernahkah kita bertanya, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan keberkahan itu? Dan bagaimana untuk memperolehnya?

Apakah keberkahan itu hanya terwujud jamuan makanan yang kita bawa pulang saat kenduri? Atau apakah keberkahan itu hanya milik para kyai, tukang ramal, atau para juru kunci kuburan, sehingga bila salah seorang memiliki suatu hajatan, ia datang pada mereka untuk ”ngalap berkah”, agar cita-citanya tercapai?

Makna keberkahan


Bila kita pelajari dengan sebenarnya, baik melalui ilmu bahasa Arab maupun dalil-dalil Al-Qur’an, dan As-Sunnah, kita akan mendapatkan bahwa kata ”al-barakah” memiliki kandungan dan pemahaman yang sangat luas dan agung. Secara ilmu bahasa, ”al-barakah”, berarti berkembang, bertambah, dan kebahagiaan[1]. Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, ”Asal makna keberkahan, ialah kebaikan yang banyak dan abadi”[2].

Dahulu, Saba Merupakan Negeri penuh Berkah


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

” (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabbmu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun”.” (QS. Saba’ [34]: 15)

Ayat di atas berbicara tentang negeri Saba’ sebelum mengalami kehancuran lantaran kekufuran mereka kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dalam Al-Qur’an Allah telah menjelaskan kisah bangsa Saba’, suatu negeri yang tatkala penduduknya beriman dan beramal shalih, maka mereka dilingkupi dengan keberkahan. Sampai-sampai ulama ahli tafsir mengisahkan, kaum wanita Saba’ tidak perlu bersusah payah memanen buah-buahan di kebun-kebun mereka. Untuk memanen hasil kebunnya, cukup menaruh keranjang di atas kepala, lalu melintas di kebun, maka buah-buahan yang telah masak akan berjatuhan memnuhi keranjangnya, tanpa harus memetik atau mendatangkan pekerja untuk memanennya.

Sebagian ulama lain juga menyebutkan, dahulu di negeri Saba’ tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga lainnya. Kondisi demikian itu lantaran udaranya yang bagus, cuacanya bersih, dan berkat rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa meliputi mereka[3].

Kisah keberkahan yang menakjubkan pada zaman keemasan umat Islam juga pernah diungkapkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah: ‘Sungguh, biji-bijian dahulu, baik gandum maupun lainnya lebih besar dibanding yang sekarang, sebagaimana keberkahan yang ada padanya (biji-bijian kala itu-pen) lebih banyak. Imam Ahmad rahimahullah telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya, bahwa talah ditemukan di gudang sebagian kekhilafahan Bani Umawi sekantung gandum yang biji-bijinya sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung luarnya: “Ini adalah gandum hasil panen pada masa keadilan ditegakkan”.[4]

Bila demikian, tentu masing-masing kita mendambakan untuk mendapatkan keberkahan dalam pekerjaan, penghasilan dan harta. Sehingga kita bertanya-tanya, bagaimanakah cara agar usaha, penghasilan dan harta saya diberkahi Allah?

Dua Syarat Meraih Keberkahan

Untuk memperoleh keberkahan dalam hidup secara umum dan dalam usaha penghasilan secara khusus, terdapat dua syarat yang mesti dipenuhi.

Pertama, Iman Kepada Allah.

Inilah syarat pertama dan terpenting agar rizki kita diberkahi Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu dengan merealisasikan keimanan kepada Allah ’Azza wa Jalla.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

”Andaikata penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. al-A’raaf [7] : 96)

Demikian balasan Allah ’Azza wa Jalla kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, dan sekaligus menjadi penjelas bahwa orang yang kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya tidak akan pernah merasakan keberkahan dalam hidup.

Diantara perwujudan iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berkaitan dengan penghasilan adalah senantiasa yakin dan menyadari bahwa rizki apapun yang kita peroleh merupakan karunia dan kemurahan Allah ’Azza wa Jalla, bukan semata-mata jerih payah atau kepandaian kita. Yang demikian itu, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan kadar rizki setiap manusia semenjak ia masih berada dalam kandungan ibunya.

Bila kita pikirkan diri dan bangsa kita, niscaya kita bisa membukukan buktinya. Setiap kali kita mendapatkan suatu keberhasilan, maka kita lupa daratan, dan merasa keberhasilan itu karena kehebatan kita. Dan sebaliknya, setiap terjadi kegagalan atau bencana, maka kita menuduh alam sebagai penyebabnya, dan melupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bila demikian, maka mana mungkin Allah ’Azza wa Jalla akan memberkahi kehidupan kita? Bukankah pola pikir semacam ini telah menyebabkan Qarun mendapatkan adzab dengan ditelan bumi? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Qarun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. dan Apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? (QS. al-Qashash [28] : 78)

Perwujudan bentuk yang lain dalam hal keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala berkaitan dengan rizki, yaitu kita senantiasa menyebut nama Allah ’Azza wa Jalla ketika hendak menggunakan salah satu kenikmatan-Nya, misalnya ketika makan:

Dari sahabat Aisyah radhiyallahu ’anha, bahwasanya Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam pada suatu saat sedang makan bersama enam orang sahabatnya, tiba-tiba datang seorang Arab Badui, lalu menyantap makanan beliau dalam dua kali suapan (saja). Maka Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: ”Ketahuilah seandainya ia menyebut nama Allah (membca basmalah-pen), niscaya makanan itu akan mencukupi kalian. (HR. Ahmad, an-Nasa’i dan Ibnu Hibban).

Pada hadits lain Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: ”Ketahuilah, bahwasanya salah seorang dari kamu bila hendak menggauli istrinya ia berkata: ”Dengan menyebut nama Allah, ya Allah Jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang Engkau karuniakan kepada kami”, kemudian mereka berdua dikaruniai anak (hasil dari hubungan tersebut-pen), niscaya anak itu tidak akan diganggu setan.” (HR. al-Bukhari).

Demikian, sekilas penjelasan peranan iman kepada Allah ’Azza wa Jalla, yang terwujud pada menyebut nama-Nya ketika hendak menggunakan suatu kenikmatan, sehingga dapat mendatangkan keberkahan pada harta dan anak keturunan.

Kedua, amal shalih

Yang dimaksud amal shalih, ialah menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya sesuai degan syariat yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam. Inilah hakikat ketakwaan yang menjadi syarat datangnya keberkahan, sebagaimana ditegaskan pada surat al-A’raaf [7] ayat 96 di atas. Tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang Ahlul Kitab yang hidup pada zaman Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

”Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka”.
(QS. al-Ma’idah [5] : 66).

Para ulama tafsir menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan ”mendapatkan makanan dari atas dan dari bawah kaki”, ialah Allah ’Azza wa Jalla akan melimpahkan kepada mereka rizki yang sangat banyak dari langit dan dari bumi, sehingga mereka akanmendapatkan kecukupan dan berbagai kebaikan, tanpa susah payah, letih, lesu, dan tanpa adanya tantangan atau berbagai hal yang mengganggu ketentraman hidup mereka.[5]

Diantara contoh nyata keberkahan harta orang yang beramal shalih, ialah kisah Khidir dan Nabi Musa bersama dua orang anak kecil. Pada kisah tersebut, Khidir menegakkan tembok pagar yang hendak roboh guna menjaga agrar harta warisan yang dimiliki dua orang anak kecil dan terpendam di bawah pagar tersebut, sehingga tidak tampak dan tidak bisa diambil oleh orang lain.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Rabbmu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Rabbmu”. (QS. al-Kahfi : [18] : 82).

Menurut penjelasan para ulama tafsir, ayah yang dinyatakan dalam ayat ini sebagai ayah yang shalih itu bukan ayah kandung kedua anak tersebut. Akan tatapi, orang tua itu adalah kakeknya yang ketujuh, yang semasa hidupnya berprofesi sebagai tukang tenun.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: ”Pada kisah ini terdapat dalil, bahwa anak keturunan orang shalih akan dijaga, dan keberkahan amal shalihnya akan meliputi mereka di dunia dan di akhirat. Ia akan memberi syafaat kepada mereka, dan derajatnya akan diangkat ke tingkatan tertinggi, agar orangtua mereka menjadi senang, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qr’an dan As-Sunnah”.[6]

Sebaliknya, bila seseorang enggan beramal shalih, atau bahkan malah berbuat kemaksiatan, maka yang ia petik juga kebalikan dari apa yang telah disebutkan di atas. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

”Sesungguhnya seseorang dapat saja tercegah dari rizkinya akibat dari dosa yang ia kerjakan”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, al-Hakim, dll).

Membusuknya daging dan membasinya makanan, sebenarnya menjadi dampak buruk yang harus ditanggung manusia. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam menyebutkan bahwa itu semua terjadi akibat perbuatan dosa manusia. Beliau Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

”Seandainya kalau bukan ulah Bani Israil, niscaya makanan tidak akan pernah basi dan daging tidak pernah akan membusuk”.
(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Para ulama menjelaskan, tatkala Bani Israil diberi rizki oleh Allah ’Azza wa Jalla berupa burung-burung Salwa (semacam burung puyuh) yang datang dan dapat mereka tangkap dengan mudah setiap pagi hari, mereka dilarang untuk menyimpan daging-daging burung tersebut. Setiap pagi hari, mereka hanya dibenarkan untuk mengambil daging yang akan mereka makan pada hari tersebut. Akan tetapi mereka melanggar perintah ini, dan mengambil daging dalam jumlah yang melebihi kebutuhan mereka pada hari tersebut untuk disimpan. Akibat perbuatan mereka ini, Allah ’Azza wa Jalla menghukum mereka, sehingga daging-daging yang mereka simpan tersebut menjadi busuk.[7]

Demikian penjelasan dua syarat penting guna meraih keberkahan.

Amal Shalih Membantu Mendatangkan Keberkahan


Setelah terpenuhi dua syarat di atas, keberkahan juga bisa diraih berkat beberapa amal shalih yang nyata telah kita lakukan. Misalnya sebagai berikut:

Pertama. Mensyukuri Segala Nikmat

Tiada kenikmatan, apapun wujudnya yang dirasakan manusia, melainkan datang dari Allah ’Azza wa Jalla. Atas dasar itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan manusia untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya. Dengan cara senantiasa mengingat bahwasanya kenikmatan tersebut datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, diteruskan mengucakan Hamdalah, dan selanjutnya menafkahkan sebagian kekayaannya di jalan-jalan yang diridhai Allah ’Azza wa Jalla. Seseorang yang telah mendapatkan taufik untuk bersyukur, ia akan mendapatkan keberkahan dalam hidupnya, sehingga Allah akan senantiasa melipatgandakan kenikmatan baginya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
(QS. Ibrahim [14] : 7).

Pada ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

”Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya Dia bersyukur demi (kebaikan) dirinya sendiri”.
(QS. an-Naml [27] : 40).

Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata: ”Manfaat bersyukur tidak akan dirasakan, kecuali oleh pelakunya sendiri. Dengan itu, ia akan mendapatkan kesempurnaan dari nikmat yang telah ia dapatkan, dan nikmat tersebut akan kekal dan bertambah. Sebagaimana syukur, juga berfungsi untuk mengikat kenikmatan yang telah didapat serta menggapai kenikmatan yang belum dicapai.”[8]

Sebagai contoh nyata, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

”Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Rabb) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rizki yang (dianugerahkan) Rabbmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabbmu) adalah Rabb yang Maha Pengampun”. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon atsel (cemara) dan sedikit dari pohon bidara.” (QS. Saba’ [34] : 15-16).

Tatkala bangsa Saba’ masih dalam keadaan makmur dan tenteram, Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya memerintahkan kepada mereka agar bersyukur. Ini menunjukkan dengan bersyukur, mereka dapat menjaga kenikmatan dari bencana, dan mendatangkan kenikmatan lain yang belum pernah mereka dapatkan

Kedua. Membayar Zakat (Sedekah)

Zakat, baik zakat wajib maupun sunnah (sedekah) merupakan salah satu amalan yang menjadi faktor yang dapat menyebabkan turunnya keberkahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.”
(QS. al-Baqarah [2] : 276).

Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: ”Tiada pagi hari melainkan ada dua malaikat yang turun, kemudian salah satunya berkata (berdoa): ”Ya Allah, berilah pengganti bagi orang yang berinfak”, sedangkan yang lain berdoa: ”Ya Allah, limpahkanlah kepada orang-orang yang kikir (tidak berinfak) kehancuran. (Muttafaqun ’alaih).

Ketiga. Bekerja Mencari Rizki dengan Hati yang Qona’ah, Tidak Dipenuhi Ambisi dan Serakah

Sifat qona’ah dan lapang dada dengan pembagian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, merupakan kekayaan yang tidak ada bandingannya. Dengan jiwa yang dipenuhi dengan qana’ah, dan keridhaan dengan segala rizki yang Allah ’Azza wa Jalla turunkan untuknya, maka keberkahan akan datang kepadanya. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

”Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunia-Nya Lagi Maha Tinggi, akan menguji setiap hamba-Nya dengan rizki yang telah Ia berikan kepadanya. Barangsiapa yang ridha dengan pembagian Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah akan memberkahi dan melapangkan rizki tersebut untuknya. Dan barangsiapa yang tidak ridha (tidak puas), niscaya rizkinya tidak akan diberkahi. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani).

Al-Munawi rahimahullah menyebutkan: ”Penyakit ini (yaitu tidak puas dengan apa-apa yang telah Allah Subhanhu wa Ta’ala karuniakan kepadnya, pen) banyak dijumpai pemuja dunia. Hingga enkau temui salah seorang dari mereka meremehkan rizki yang telah dikaruniakan untuknya, merasa hartanya sedikit, buruk, serta terpana dengan rizki orang lain dan menganggapnya lebih bagus dan banyak. Oleh karena itu, ia akan senantiasa membanting-tulang untuk menambah hartanya, sampai umurnya habis, kekuatannya sirna, dan ia pun menjadi tua-renta (pikun) akibat dari ambisi yang digapainya dan merasa letih. Dengan itu, ia telah menyiksa tubuhnya,, menghitamkan lembaran amalannya dengan berbagai dosa yang ia lakukan demi mendapatkan harta kekayaan. Padahal, ia tidak memperoleh selain apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan untuknya. Pada akhir hayatnya, ia meninggal dunia dalam keadaan pailit. Dia tidak mensyukuri apa yang ia telah peroleh, dan juga tidak berhasil menggapai apa yang ia inginkan”.[9]

Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjaga kehormatan agama dan diri, dalam setiap usaha yang ditempuhnya guna mencari rizki. Sehingga, seorang muslim tidak akan menempuh, melainkan jalan-jalan yang telah dihalalkan dan dengan tetap menjaga kehormatan dirinya.

Keempat. Bertaubat dari Segala Perbuatan Dosa

Sebagaimana perbuatan dosa menjadi salah satu penyebab terhalangnya rizki dari pelakunya, maka sebaliknya, taubat dan istighfar merupakan salah satu faktor yang dapat mendatangkan rizki dan keberkahannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang nabi Hud ’alaihis salam bersama kaumnya:

”Dan (Hud berkata): “Hai kaumku, beristighfarlah kepada Rabbmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan atasmu hujan yang sangat deras, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.”
(QS.Hud [11] : 52)

Akibat kekufuran dan perbuatan dosa kaum ’Ad –berdasarkan keterangan para ulama tafsir- mereka ditimpa kekeringan dan kemandulan, sehingga tidak seorang pun bisa melahirkan anak. Keadaan ini berlangsung selama beberapa tahun lamanya. Oleh karena itu, nabi Hud ’alaihis salam memerintahkan mereka untuk bertaubat dan beristighfar. Sebab, dengan taubat dan istighfar itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menurunkan hujan dan mengaruniai mereka anak keturunan.[10]

Kelima. Menyambung Tali Silaturahmi

Diantara amal shalih yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup, yaitu menyambung tali silaturahmi. Ini merupakan upaya menjalin hubungan baik dengan setiap orang yang terkait hubungan nasab dengan kita. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

”Barangsiapa yang senang untuk dilapangkan (atau diberkahi) rizkinya, atau ditunda (dipanjangkan) umurnya, maka hendaknya ia bersilaturahmi”. (Muttafaqun ’alaih)

Yang dimaksud dengan ditunda ajalnya ialah umurnya diberkahi, diberi taufik untuk beramal shalih, mengisi waktunya dengan berbagai amalan yang berguna bagi kehidupannya di akhirat, dan ia terjaga dari menyia-nyiakan waktunya dalam hal yang tidak berguna. Atau menjadikan nama harumnya senantiasa dikenang orang. Atau benar-benar umurnya ditambah oleh Allah ’Azza wa Jalla.[11]

Keenam, Mencari Rizki dari Jalan yang Halal

Merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya keberkahan harta, ialah memperolehnya dengan jalan yang halal. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda;

”Janganlah kamu merasa bahwa rizkimu datang terlambat. Karena sesungguhnya, tidaklah seorang hamba akan meninggal, hingga telah datang kepadanya rizki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya. Maka, tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram.” (HR. Abdur-Razaq, Ibnu Hibban, dan al-Hakim).

Salah satu yang mempengaruhi keberkahan ini ialah praktek riba. Perbuatan riba termasuk faktor yang dapat menghapus keberkahan.

”Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah”
(QS. al-Baqarah [2] : 276)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: ”Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa Dia akan memusnahkan riba. Maksudnya, bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari tangan pemiliknya, atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya tersebut. Dengan demikian, pemilik riba tidak mendapatkan manfaat dari harta ribanya. Bahkan dengan harta tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membinasakannya dalam kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat, Allah ’Azza wa Jalla akan menyiksanya akibat harta tersebut”.[12]

Bila mengamati kehidupan orang-orang yang menjalankan praktek riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti bagi kebenaran ayat dan hadits di atas. Betapa banyak pemakan riba yang hartanya berlimpah, hingga tak terhitung jumlahnya, akan tetapi tidak satupun dari mereka yang merasakan keberkahan, ketentraman, dan kebahagiaan dari harta haram tersebut.

Begitu pula dengan meminta-minta (mengemis) dalam mencari rizki, termasuk perbuatan yang diharamkan dan tidak mengandung keberkahan. Dalam salah satu hadits, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam menjelaskan sebagian dampak hilangnya keberkahan dari orang yang meminta-minta;

”Tidaklah seseorang terus-menerus meminta-minta kepada orang lain, hingga kelak akan datang pada hari Kiamat, dalam keadaan tidak ada secuil daging pun melekat di wajahnya.” (Muttafaqun ’alaih)

Ketujuh, Bekerja Saat Waktu Pagi

Diantara jalan untuk meraih keberkahan dari Allah, ialah menanmkan semangat untuk hidup sehat dan produktif, serta menyingkirkan sifat malas sajauh-jauhnya. Caranya, senantiasa memanfaatkan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hal-hal yang berguna dan mendatangkan kemaslahatan bagi hidup kita.

Termasuk waktu yang paling baik untuk memulai bekerja dan mencari rizki, ialah waktu pagi. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam pernah memanjatkan doa keberkahan;

”Ya Allah, berkahilah untuk ummatku waktu pagi mereka.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).

Hikmah dikhususkannya waktu pagi dengan doa keberkahan, lantaran waktu pagi merupakan waktu dimulainya berbagai aktivitas manusia. Saat itu pula, seseorang merasakan semangat usai beristirahat di malam hari. Oleh karenanya, beliau Shallallahu ’alaihi wa sallam mendoakan keberkahan pada waktu pagi ini agar seluruh umatnya memperoleh bagian dari doa tersebut.

Sebagai penerapan langsung dari doa ini, bila mengutus pasukan perang, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam melakukannya di pagi hari, sehingga pasukan diberkahi dan mendapatkan pertolongan serta kemenangan.

Contoh lain dari keberkahan waktu pagi ialah sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Shakhr al-Ghamidi radhiyallahu ’anhu yaitu perawi hadits ini dari Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam. Shakhr bekerja sebagai pedagang. Usai mendengarkan hadits ini, ia pun menerapkannya. Tidaklah ia mengirimkan barang dagangannya melainkan di pagi hari. Dan benarlah, keberkahan Allah Subhanahu wa Ta’ala dapat ia peroleh. Diriwayatkan, perniagaannya berhasil dan hartanya melimpah-ruah. Dan berdasarkan hadits ini pula, sebagian ulama menyatakan, tidur pada pagi hari makruh hukumnya.

Masih banyak lagi amalan-amalan yang akan mendatangkan keberkahan dalam kehidupan seorang muslim. Apa yang saya paparkan di atas hanyalah sebagai contoh.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa melimpahkan taufik dan keberkahan-Nya kepada kita semua. Dan semoga pemaparan singkat ini dapat berguna bagi saya pribadi dan setiap orang yang mendengar atau membacanya. Tak lupa, bila pemaparan di atas ada kesalahan, maka hal itu datang dari saya dan dari setan, sehingga saya beristighfar kepada Allah. Dan apabila ada kebenaran, maka itu semua adalah atas taufik dan ’inayah-Nya. Wallahu a’lam bish-shawab.

[1] Al-Mishbahul Munir (1/45). Al-Qamus Al-Muhith (2/236), Lisanul Arab (10/395)
[2] Syarah Shahih Muslim (1/225)
[3] Tafsir Ibnu Katsir (3/531)
[4] Lihat Zadul Ma’ad (4/363) dan Musnad Ahmad (2/2969)
[5] Tafsir Ibnu Katsir (2/76)
[6] Tafsir Ibnu Katsir (3/99)
[7] Ma’alimt Tanzil (1/97), Syarah Shahih Muslim (10/59), Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari (6/411)
[8] Tafsir al-Qurthubi (13/206)
[9] Fathul Qadir (2/236)
[10] Lihat Tafsir ath-Thabari (15/359) dan Tafsir al-Qurthubi (9/51)
[11] Lihat Syarah Shahih Muslim (8/350) dan ‘Aunul Ma’bud (4/102)
[12] Tafsir Ibnu Katsir (1/328)

Artikel ini ditulis oleh Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, M.A. yang dimuat di Majalah As Sunnah edisi 01/tahun XII/1429 H/2008 M.

Dipublish ulang @ 2010. Artikel http://ummushofiyya.wordpress.com

Keberkahan Hidup

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya". Q. 7 : 96.

Setiap orang tentu saja ingin memperoleh keberkahan dalam hidupnya di dunia ini. Karena itu kita selalu berdo'a dan meminta orang lain mendo'akan kita agar segala sesuatu yang kita miliki dan kita upayakan memperoleh keberkahan dari Allah SWT. Secara harfiah, berkah berarti an-nama' waz ziyadah yakni tumbuh dan bertambah, ini berarti Berkah adalah kebaikan yang bersumber dari Allah yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya sehingga apa yang diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang dan bertambah besar manfaat kebaikannya. Kalau sesuatu yang kita miliki membawa pengaruh negatif, maka kita berarti tidak memperoleh keberkahan yang diidamkan itu.

Namun, Allah SWT tidak sembarangan memberikan keberkahan kepada manusia. Ternyata, Allah SWT hanya akan memberikan keberkahan itu kepada orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Janji Allah untuk memberikan keberkahan kepada orang yang beriman dan bertaqwa dikemukakan dalam firma-Nya yang artinya: "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya". Q. 7 : 96.

Apabila manusia, baik secara pribadi maupun kelompok atau masyarakat memperoleh keberkahan dari Allah SWT, maka kehidupannya akan selalu berjalan dengan baik, rizki yang diperolehnya cukup bahkan melimpah, sedang ilmu dan amalnya selalu memberi manfaat yang besar dalam kehidupan. Disinilah letak pentingnya bagi kita memahami apa sebenarnya keberkahan itu agar kita bisa berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya.

Bentuk keberkahan

Secara umum, keberkahan yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman bisa kita bagi kedalam tiga bentuk.

Pertama, berkah dalam keturunan, yakni dengan lahirnya generasi yang shaleh. Generasi yang shaleh adalah yang kuat imannya, luas ilmunya dan banyak amal shalehnya, ini merupakan sesuatu yang amat penting, apalagi terwujudnya generasi yang berkualitas memang dambaan setiap manusia. Kelangsungan Islam dan umat Islam salah satu faktornya adalah adanya topangan dari generasi yang shaleh .

Generasi semacam itu juga memiliki jasmani yang kuat, memiliki kemandirian termasuk dalam soal harta dan bisa menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya. Keberkahan semacam ini telah diperoleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya yang ketika usia mereka sudah begitu tua ternyata masih dikaruniai anak, bahkan tidak hanya Ismail yang shaleh, sehat dan cerdas, tapi juga Ishak dan Ya'qub.

Di dalam Al-Qur'an keberkahan semacam ini diceritakan oleh Allah yang artinya :"Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang kelahiran Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya'qub. Isterinya berkata: Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh. Para Malaikat itu berkata: Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan keberkahan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah". (QS 11: 71-73).

Kedua,
keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang halal dan thayyib, hal ini karena ulama ahli tafsir, misalnya Ibnu Katsir menjelaskan bahwa keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-A'raaf : 96 di atas adalah rizki makanan. Yang dimaksud makanan yang halal adalah disamping halal jenisnya juga halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang diberkahi Allah, dia tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh nafkah.

Disamping itu, makanan yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni yang sehat dan bergizi sehingga makanan yang thayyib itu tidak hanya mengenyangkan tapi juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya dengan tenaga yang kuat itu digunakan untuk melaksanakan dan menegakkan nilai- nilai kebaikan sebagai bukti dari ketaqwaannya kepada Allah SWT, Allah berfirman yang artinya : "Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya". (QS 5 : 88).

Karena itu, agar apa yang dimakan juga membawa keberkahan yang lebih banyak lagi, meskipun sudah halal dan thayyib, makanan itu harus dimakan sewajarnya atau secukupnya, hal ini karena Allah sangat melarang manusia berlebih-lebihan dalam makan maupun minum, Allah SWT berfirman yang artinya : "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan". (QS 7 : 31).

Ketiga,
berkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan dimanfaatkannya untuk kebaikan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun memperbanyak amal shaleh, karena itu Allah menganugerahi kepada kita waktu, baik siang maupun malam dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa memanfaatkan waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin sehingga pencapaian sesuatu yang baik ditempuh dengan penggunaan waktu yang efisien.

Sudah begitu banyak manusia yang mengalami kerugian dalam hidup karena tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik, sementara salah satu karakteristik waktu adalah tidak akan bisa kembali lagi, Allah berfirman yang artinya :"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati dalam kesabaran". (QS 103 : 1-3).

Karena itu, bagi seorang muslim yang diberkahi Allah, waktu digunakan untuk bisa membuktikan pengabdiannya kepada Allah SWT, meskipun dalam berbagai bentuk usaha yang berbeda. dan penciptaan laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (harta di jalan Allah) dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah". (QS 92 : 1-7).

Kunci Keberkahan

Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa sebagai seorang muslim, keberkahan dari Allah untuk kita merupakan sesuatu yang amat penting. Karena itu, ada kunci yang harus kita miliki dan usahakan dalam hidup ini. Sekurang-kurangnya, ada dua faktor yang menjadi kunci keberkahan itu.

1. Iman dan Taqwa Yang Benar

Di dalam ayat di atas, sudah dikemukakan bahwa Allah akan menganugerahkan keberkahan kepada hamba- hambanya yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Semakin mantap iman dan taqwa yang kita miliki, maka semakin besar keberkahan yang Allah berikan kepada kita. Karena itu menjadi keharusan kita bersama untuk terus memperkokoh iman dan taqwa kepada Allah SWT.

Salah satu ayat yang amat menekankan pengingkatan taqwa kepada orang yang beriman adalah firman Allah yang artinya : "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa dan jangan sampai kamu mati kecuali dalam keadaaan berserah diri/muslim". (QS 3 : 102). Keimanan dan ketaqwaan yang benar selalu ditunjukkan oleh seorang mu'min dalam bentuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, baik dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain. Tegasnya keimanan dan ketaqwaan itu dibuktikan dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga dan dimanapun dia berada.

2. Berpedoman kepada Al-Qur'an

Al-Qur'an merupakan sumber keberkahan sehingga apabila kita menjalankan pesan-pesan yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan berpedoman kepadanya dalam berbagai aspek kehidupan, niscaya kita akan memperoleh keberkahan dari Allah SWT, Allah SWT berfirman yang artinya : "Dan Al-Qur'an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya?". (QS 21 : 50, lihat juga QS 38 : 29, 6 : 155).

Karena harus kita jalankan dan pedomani dalam kehidupan ini, maka setiap kita harus mengimani kebenaran Al-Qur'an yang merupakan wahyu dari Allah SWT sehingga tidak akan kita temukan kelemahan didalamnya, selanjutnya kita membaca serta menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari, baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa.

Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa, keberkahan dari Allah yang kita dambakan itu, memperolehnya harus dengan berdo'a dan berusaha yang sungguh-sungguh, yakni dalam bentuk memantapkan iman dan taqwa serta selalu menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman dalam hidup ini.

Drs. H. Ahmad Yani, E-mail :ayani@indosat.net.id
http://www.dudung.net/artikel-islami/keberkahan-hidup.html


************************

Catatan :

Makna keberkahan

Bila kita pelajari dengan sebenarnya, baik melalui ilmu bahasa Arab maupun dalil-dalil Al-Qur’an, dan As-Sunnah, kita akan mendapatkan bahwa kata ”al-barakah” memiliki kandungan dan pemahaman yang sangat luas dan agung. Secara ilmu bahasa, ”al-barakah”, berarti berkembang, bertambah, dan kebahagiaan[1] Al-Mishbahul Munir (1/45). Al-Qamus Al-Muhith (2/236), Lisanul Arab (10/395)

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, ”Asal makna keberkahan, ialah kebaikan yang banyak dan abadi”[2] Syarah Shahih Muslim (1/225)


Mengharap Keberkahan


"Dan berikanlah untukku keberkahan atas apa yang telah Engkau berikan." (HR Tirmizi)

Abu Manshur mengatakan dalam Tahdziibul Lughah (10: 231), yang dimaksud dengan keberkahan secara bahasa adalah bertambah dan tumbuh. Artinya, pertambahan dan pertumbuhan dalam sesuatu. Keberkahan bila ada di tempat yang sedikit akan menjadikannya banyak, dan bila berada di tempat yang banyak akan menjadikannya bermanfaat.

Adalah keberkahan sangat dibutuhkan manusia, bahkan para nabi pun juga membutuhkannya. Rasulullah saw. bersabda, " … Rab menyeru kepada Ayyub, 'Hai Ayyub, bukankah Aku benar-benar telah mencukupkanmu dari apa-apa yang engkau lihat?' Ayyub menjawab, 'Ya, demi kemulian-Mu. Tetapi, tidak ada kecukupan bagiku dari keberkahan-Mu'." (HR Bukhari).

Nabi Nuh a.s. meminta kepada Rabnya agar diberi tempat yang diberkahi. "Dan berdoalah, "Ya Rabku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat." (Al-Mukminuun: 29).

Allah SWT juga memberikan keberkahan kepada Nabi Ibrahim a.s., "Kami limpahkan keberkahan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata." (Ash-Shaffaat: 112--113).

Demikian pula dengan Nabi Muhammad saw., beliau berdoa kepada Allah, "Dan berikanlah untukku keberkahan atas apa yang telah Engkau berikan." (HR Tirmizi).

Untuk mendapatkan keberkahan, seseorang harus beramal karena Allah. Karena, pada hakikatnya keberkahan itu berasal dari Allah dan Allahlah satu-satunya yang memberikan keberkahan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Siapa yang beramal tidak karena Allah, ia akan kehilangan keberkahan.

Allah SWT berfirman, "Dan Maha Suci Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan apa yang ada di antara keduanya dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang hari kiamat dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan." (Az-Zukhruf: 85).

"Maha Agung nama Rabmu Yang Mempunyai kebesaran dan karunia." (Ar-Rahman: 78).

Dengan rahmat Allah, keberkahan itu datang dan dengan fadhilah-Nya keberkahan itu berlipat. Sesungguhnya keluasan rezeki bukanlah terletak pada banyaknya rezeki, begitu pula dengan panjangnya umur bukanlah terletak pada berlalunya bulan dan tahun, tetapi luasnya rezeki dan panjangnya umur dengan keberkahan yang terkandung di dalamnya.

"Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia bersilaturrahmi." (HR Bukhari).

Tatkala seorang muslim berjumpa dengan muslim lainnya, ia mengucapkan salam yang di dalamnya mengandung doa keberkahan, assalaamu'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh (semoga keselamatan, rahmat Allah, dan keberkahan-Nya terlimpahkan atas kamu sekalian).

Ketika seorang muslim mengunjungi pernikahan, ia dianjurkan untuk berdoa dengan doa keberkahan, baarakallaahu laka wa baaraka 'alaikuma wa jaama'a bainakuma fii khairin (semoga Allah memberkahimu, menjadikan kalian berdua tetap dalam keberkahan dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan).

Ketika seorang muslim hendak masuk rumah, ia diperintahkan untuk mengucap salam. Karena, ucapan salam itu adalah keberkahan bagi keluarganya. Anas bin Malik r.a. berkata, Rasulullah saw. berkata kepadaku, "Wahai anakku, apabila engkau masuk rumah, ucapkanlah salam, semoga ia menjadi keberkahan atasmu dan atas keluargamu." (HR TIrmizi).

Ketika seorang muslim sedang makan, ia diperintahkan untuk makan dari pinggir, karena keberkahan itu ada di tengah makanan. Rasulullah bersabda, "Keberkahan itu turun di tengah makanan, karena itu makanlah dari kedua pinggirnya, dan janganlah makan dari tengahnya." (HR Tirmizi).

Setelah makan, ia juga dianjurkan untuk menjilat jarinya. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya kalian tidak tahu di manakah letak keberakahan itu." (HR Muslim).

Makan bersama juga merupakan keberkahan, sedangkan makan terpisah-pisah menghilangkan keberkahan. Wahsy bin Harb r.a. berkata, "Mereka bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, kami telah makan tetapi kami belum kenyang." Rasululah menjawab, "Mungkin karena kalian berpisah-pisah." Mereka menjawab, "Benar." Rasulullah saw. kemudian bersabda, "Berkumpulah atas makanan kalian dan sebutlah nama Allah, niscaya Ia akan memberikan keberkahan bagi kalian di dalamnya." (HR Abu Daud).

Air yang paling berkah adalah air zam-zam. Tempat yang paling berkah adalah Masjidil Haram. Dan, malam yang paling berkah adalah malam lailatul qadar, sementara waktu terbaik untuk mendapat keberkahan adalah pada pagi hari. Allah SWT berfirman, "Demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingising." (At-Takwir: 17--18). Rasulullah saw. juga bersabda, "Ya Allah, berikanlah umatku keberkahan pada pagi harinya." (HR Ahmad).

Demikianlah, dalam banyak kondisi dan perkara kita diperintahkan untuk mengharapkan keberkahan. Dan semoga saja kita senantiasa dilimpahi Allah keberkahan. Wallahu a'lam

Umar dengan Umur

Umar bin Khattab (581-644) adalah khalifah yang telah membentangkan pengaruh Islam di sejumlah wilayah yang berada di luar Arab Saudi. Di masanya, Mesopotamia, sebagian Persia, Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara, dan Armenia, jatuh ke dalam kekuasaan Islam.

Kekuatan sebagai pemimpin sangat luar biasa, hadir berkat tempaan sang pemimpin agung, Muhammad Rasulullah SAW. Namun, dibalik kesuksesannnya sebagai pemimpin negara, Umar tetaplah seorang pribadi yang sangat sederhana.

Suatu hari, anak laki-laki Umar bin Khattab pulang sambil menangis. Sebabnya, anak sang khalifah itu selalu diejek teman-temannya karena bajunya jelek dan robek. Umar lalu menghiburnya. Berganti hari, ejekan teman-temannya itu terjadi lagi, dan sang anak pun pulang dengan menangis.

Setelah terjadi beberapa kali, rasa ibanya sebagai ayah mulai tumbuh. Tak cukup nasihat, anak itu meminta dibelikan baju baru. Tapi, dari mana uangnya? Umar bingung, gajinya sebagai khalifah tidak cukup untuk membeli baju baru. Setelah berpikir, ia pun punya ide. Umar menyurati baitul mal (bendahara negara).

Isi surat itu, (kira-kira bunyinya begini): "Kepada Kepala Baitul Mal, dari Khalifah Umar. Aku bermaksud meminjam uang untuk membeli baju buat anakku yang sudah robek. Untuk pembayarannya, potong saja gajiku sebagai khalifah setiap bulan. Semoga Allah merahmati kita semua."

Mendapati surat dari sang Khalifah Umar, kepala baitul mal pun memberikan surat balasan. Bunyinya, kurang lebih begini: "Wahai Amirul Mukminin, surat Anda sudah kami terima, dan kami maklum dengan isinya. Engkau mengajukan pinjaman, dan pembayarannya agar dipotong dari gaji engkau sebagai khalifah setiap bulan. Tetapi, sebelum pengajuan itu kami penuhi, tolong jawab dulu pertanyaan ini, dari mana engkau yakin bahwa besok engkau masih hidup?"

Membaca balasan surat itu, bergetarlah hati Umar. Tubuhnya seakan lemas tak bertulang. Umar tidak bisa membuktikan bahwa esok hari ia masih hidup. Ia sadar telah berbuat salah. Ia bersujud sambil beristigfar memohon ampun kepada Allah.

Setelah memohon ampun, ia pun memanggil anaknya. "Wahai anakku, maafkan ayahmu. Aku tak sanggup membelikan baju baru untukmu. Ketahuilah, kemuliaan seseorang bukan diukur dari bajunya, melainkan dari kemuliaan akhlaknya. Sekarang, pergilah engkau ke sekolah, dan katakan saja kepada teman-temanmu bahwa ayahmu tak punya uang untuk membeli baju baru."

Alangkah luar biasanya perhatian dan kewaspadaan seorang pemimpin dan bawahan. Mereka saling memberikan nasihat dan peringatan. Kisah ini menohok kesadaran kita tentang perilaku para pemimpin sekarang di negeri ini.

Alih-alih mengutamakan kesederhanaan dan kemuliaan akhlak, mereka malah saling berebut kekuasaan dan memperkaya diri dengan perilaku korup. Semua itu dilakukan tanpa rasa bersalah. Bahkan, antara atasan dan bawahan saling menutupi kesalahan satu sama lain. Tak heran bila Allah menimpakan azab demi azab (bencana) untuk menyadarkan kita agar senantiasa takut kepada-Nya. Wallahu a'lam.

Oleh: Moeflich Hasbullah
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/05/30/llzhkr-umar-dengan-umur

Minggu, 29 Mei 2011

MENGENAL WEALTH MANAGEMENT





Mihael Jackson harus menjual rumahnya untuk membiayai hidupnya. Kini, Laela Sari masih harus bekerja di usia senjanya untuk menghidupi keluarganya. Seorang pensiunan Administratur hidup dengan uang pensiun yang pas-pasan, tinggal di rumah tipe 36 dan seringkali harus ngantri ke poliklinik karena kesehatannya yang sudah sangat menurun. Hal ini tidak terjadi andai kata mereka menerapkan Wealth Mangement dalam hidupnya

Kapan Lahir?

Istilah wealth management mulai populer beberapa tahun belakangan ini. Jasa wealth management muncul pada awal tahun 2000. Ketika bank asing yang beroperasi di Indonesia menawarkan jasa wealth management, namun sebenarnya wealth management adalah ilmu keuangan yang lebih tua dari management risiko-marak dibahas dan direspon PTPN, bahkan lebih tua umurnya dibandingkan penyakit jantung yang baru muncul di awal tahun 1900-an.

Cikal bakal wealth management dirintis oleh para privat banker pada awal berdirinya pusat keuangan internasional seperti London. Amsterdam dan Paris pada abad 17 dan 18. meski wealth management dimulai di London, dan bergeser ke Amerika Serikat dengan landmark Wall Street-nya pada abad 19 dan 20, tetapi tempat teraman bagi kaum berduit untuk menyimpan kekayaan tetap di Swiss, UBS menjadi andalan Swiss di dunia perbankan internasional.

Apa sih Wealth Management itu?

Pengertian Wealth Management menurut Wikipedia “Wealth management” is an advanced investment advisory discipline that incorporates financial planning and specialist financial services”

Pada dasarnya, wealth management adalah manajemen keuangan keluarga yang bisa dilakukan setiap orang. Hanya saja mengatur kekayaan sendiri dengan mempertimbangkan semua peluang dan resiko yang mungkin dihadapi, jelas bukan perkara yang mudah.

Pengelolanya mesti punya bekal pengetahuan cukup tentang segala macam instrumen investasi keuangan yang tersedia. Belum lagi harus mengikuti perkembangan ekonomi global yang akan mempengaruhi kinerja berbagai instrumen investasi, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai kekayaan. Berhubung tidak banyak orang memiliki pengetahuan seluas itu, wealth management berkembang menjadi bisnis jasa financial planner.

Financial Planning=plan earning money+manage lifestyle

Apa jenis layanan yang diberikan?

Jasa untuk kalangan ”atas”ini tidak sekedar manawarkan layanan investasi saja,tetapi juga aneka layanan yang memberikan kenyamanan hidup, sehingga seringkali istilah wealth management diplesetkan menjadi palugada (Apa Yang Lu Minta Gue Ada), karena memang layanan yang diberikan mulai dari urusan tradisional sampai sophisticated dari urusan bisnis sampai spiritual, dari keuangan sampai gaya hidup.

Contoh produk wealth management tradisional mencakup perbankan, investasi, mata uang asing, dana pensiun, real estate , sedangkan yang mencakup alternative investment (komoditas, emas, private equity, art, sport instrument, derivative/structured product, hedge fund).

Beberapa bank memberikan layanan wealth management yang melekat pada produknya, antara lain priority hotline, berlangganan majalah/surat kabar, airport lounge, golf, safe deposit box, credit platinum card, layanan kesehatan, layanan haji dan zakat, dll.

Siapa konsumen wealth management ?

Konsentrasi kekayaan di dunia ini mengacu pada Hukum Pareto yang memuat aturan 80:20, berarti 80% kontribusi disumbangkan oleh 20% populasi. Hal ini sering menjadi analogi untuk mendeskripsikan industri wealth management. 20% populasi yang menguasai jagat perekonomian Indonesia mempunyai latar belakang bisnis dan profesi yang beragam.

Profesi dengan penghasilan tertinggi menurut SWA Februari 2007 disandang oleh private banker dengan kisaran gaji/bulan sebesar US$ 19-22.000 disusul arsitek (US$ 8-20.000), konsultan SAP (US$ 7-15.000) manager senior perkebunan (US$ 6-20.000), Engineer sistem TI (US$ 6-20.000) sedangkan 5 orang terkaya di Indonesia adalah raja group rokok.

Djarum, Gudang Garam dan Smpoerna, meski posisi ini akan segera tergeser pengusaha muda Chairul Tanjung dan Sandiago Uno dengan bisinis property, keuangan dan TI.

Bisnis rokok berkembang dengan mayoritas konsumen di pedesaan dengan tingkat pendidikan relatif tidak tinggi. Gencarnya kampanye anti rokok, bahkan di London dikenal kampanye bahwa anak perokok bukan anak jagoan, tetapi sampah masyarakat, menjadi ancaman serius keberlangsungan industri rokok.

Sampai tahun 2005, 55.000 nasabah wealth management dengan asset +/- US$ 260 milyar di Singapura, 18.000 diantaranya adalah orang Indonesia, sedangkan di Indonesia nasabah wealth management sebanyak 17.000 orang. Bisa dimaklumi kalau pemerintah Singapura tidak setuju untuk mengekstradisi pelarian “kriminal” Indonesia disana.

Siapa Penyedia Jasa wealth management?

Jasa wealth management ditawarkan oleh bank umum. Asset management, investment banking, private banking, brokerage, asuransi, independent financial advisor bahkan kantor akuntan. Meskipun yang paling umum adalah dari perbankan. Setiap bank mempunyai nama dan jenis layanan yang berbeda. Misalnya ABN Amro Indonesia memberi nama layanan untuk kaum berduit dengan Van Gogh Prefferd Banking dengan saldo simpanan minimal sebesar RP.500 juta sedangkan Bank Syariah Mandiri member nama BSM Priority dengan saldo simpanan minimal sebesar Rp.250juta.

Private Banking sebagai bagian dari Wealth Management

Pada akhir dekade 90an, Wealth Management diberitakan sebagai salah satu sektor dalam industri finansial yang berkembang cukup pesat. Meskipun terjadi krisis ekonomi selama tahun 1998 sampai dengan 2002 yang membuat banyak perusahaan-perusahaan wealth management rugi besar, sektor ini masih tetap merupakan sektor yang atraktif. Secara global, jumlah orang super kaya bertumbuh sebesar 7% per tahun, 6 kali lebih besar dibandingkan pertumbuhan penduduk di dunia. Hal inilah yang menyebabkan kenapa sektor wealth management merupakan sektor yang sangat menarik untuk lebih dikembangkan lagi.

Pada dasarnya, tidak ada suatu pengertian yang baku mengenai definisi wealth management. Tetapi, sebagai dasar acuan kita, definisi dasar wealth management yang bisa kita gunakan adalah layanan finansial yang diberikan kepada orang-orang kaya termasuk keluarganya. Yang masuk dalam kategori orang-orang kaya tersebut adalah individu yang mempunyai dana investasi minimum sebesar IDR 1 milyar (USD 100,000).

Wealth Management, secara fundamental, di bagi menjadi dua bagian yaitu onshore dan offshore. Onshore Wealth Management adalah pilihan produk dan servis dalam jurisdiksi lokal dimana nasabah tersebut berada. Sedangkan Offshore Wealth Management adalah pilihan produk dan servis diluar jurisdiksi lokal nasabah. Tujuan nasabah berinvestasi offshore adalah karena mereka ingin melakukan diversifikasi investasi untuk mengurangi resiko dan meningkatkan tingkat pengembalian. Biasanya, investor menginvestasikan dananya sebesar 30% dari total portofolionya di offshore.

Selain karena pertumbuhan orang kaya yang diatas rata-rata pertumbuhan penduduk dunia, perkembangan bisnis wealth management juga disebabkan oleh dua faktor utama yaitu:

1. Faktor umum seperti:
* Perkembangan ekonomi
* Peningkatan nilai aset/ investasi
* Alokasi kekayaan
* Faktor demografi
2. Faktor regional seperti
* Eropa – adanya trend transfer kekayaan antar generasi
* Asia – perkembangan ekonomi yang signifikan

Pemain-pemain di industry wealth management adalah sebagai berikut:

1. Private Banks
2. Trust Banks
3. Retail Banks
4. Family offices
5. Financial Advisors
6. Stockbrokers
7. Asset Managers
8. Investment Banks
9. Insurance companies

Seperti penjelasan diatas, Private Bank adalah merupakan salah satu pemain utama di wealth management bisnis. Yang membedakan Private Bank dengan pemain lainnya adalah pemberian layanan yang lebih exclusive dan tailor made. Artinya, layanan wealth management yang diberikan oleh Private Bank berupa advis finansial dilakukan berdasarkan analisa profil resiko dan kebiasan investasi nasabah yang dilakukan oleh relationship managernya. Biasanya, Private Bank hanya akan memberikan layanan yang tailor made kepada nasabahnya yang memiliki aset investasi sebesar minimum IDR 10 milyar (USD 1 juta).

Pengertian diatas sebenarnya diambil dari sejarah berdirinya private banking pertama di dunia di abad ke 15. Konsep private banking sebenarnya berkembang pertama kali di daratan eropa di jaman kerajaan-kerajaan medieval. Dimana raja-raja tersebut menginginkan seseorang untuk membantunya dalam hal pengelolaan finansial. Dari kebutuhan yang tailor made inilah kemudian berkembang menjadi suatu konsep yang kita kenal sekarang sebagai Private Banking.

Secara umum, perbedaan antara private banking dengan bank umum atau priority banking terletak di service approachnya. Kalau private banking, produk dan service yang ditawarkan sifatnya lebih discretionary atau tailor made. Discretionary sebenarnya adalah mandate yang diberikan oleh nasabah private banking kepada bank untuk melakukan pengelolaan dananya sesuai arahan investasi yang diberikan oleh nasabah. Dalam hal ini, bank bertindak sebagai pihak yang akan melakukan aset alokasi guna mendapatkan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh nasabahnya.

Selain kebutuhan investasi, Private bank juga memberikan solusi terhadap kebutuhan nasabah lainnya seperti asuransi, pinjaman, bahkan kebutuhan nasabah untuk melakukan transfer aset kepada generasi selanjutnya.

Di dunia, yang merupakan private bank terbesar adalah UBS. Tetapi sepuluh pemain utama dalam dunia private banking adalah UBS, Merrill Lynch, HSBC, Citigroup, Credit Suisse, JP Morgan, Goldman Sachs, BNP Paribas, Deutsche Bank, ABN AMRO. Di Indonesia, pemain yang benar-benar masuk ke dalam kategori Private banking masih sangat terbatas. Sejauh ini hanya Bank Niaga saja yang benar-benar bermain dalam kategori Private Bank.

( Maryadi Aryo Laksmono
Anggota Bidang Penelitian dan Pengembangan CWMA
Private Banking Group Head, PT. Bank Niaga, Tbk )

*****************

Catatan : 

Wealth management pada dasarnya merupakan jasa pengelolaan keuangan dan kekayaan, tidak terbatas dalam hal melakukan investasi, namun termasuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan keuangan pribadi. Dapat dikatakan bahwa wealth management adalah bertindak sebagai manager keuangan pribadi.

Pada dasarnya wealth management merupakan jasa yang membantu kita mencapai tujuan keuangan, berikut segala hal ikhwal aktivitas keuangan yang terkait dengan itu. Apabila kita memutuskan untuk mengikuti layanan jasa wealth management dari suatu institusi, pertama-tama kita akan dibuatkan suatu perencanaan keuangan berdasarkan kuesioner yang harus diisi secara jujur. 

Informasi seperti berapa jumlah harta yang dimiliki, jumlah utang, penghasilan, pengeluaran, istri, anak, asuransi, profil risiko, tujuan dan keinginan secara keuangan, dan lain sebagainya harus dikemukakan apa adanya. 

Seperti dokter, bila pasien berbohong, akan sulit bagi dokter untuk menduga secara tepat penyakit apa yang diderita oleh pasien. Demikian juga bagi seorang perencana keuangan yang menjadi bagian dari pelayanan wealth management, akan sulit membuat perencanaan dan nasihat yang tepat agar kita dapat mencapai tujuan keuangan kita.

Dengan melihat kondisi saat ini, tujuan yang ingin dicapai dan profil risiko kita, mereka akan menyusun suatu portfolio investasi, mengelola dana, asuransi, dan lain sebagainya. Walaupun kata akhirnya tergantung dari kita, namun itulah layanan wealth management yang menyeluruh.

Jika ada suatu lembaga keuangan mengaku memberikan layanan wealth management, tapi ternyata mereka hanya menawarkan deposito berjangka, atau menawarkan produk asuransi, atau sekadar menawarkan reksadana, hal itu bukanlah wealth management yang komprehensif. Pilihlah bank atau lembaga keuangan yang benar-benar menawarkan layanan wealth management yang terpadu dan mencakup semua aspek dalam perencanaan keuangan.

Ciri utama bahwa bank atau lembaga keuangan tersebut memiliki layanan yang lengkap adalah investasi yang ditawarkan mencakup produk keuangan dan non keuangan, dengan memberikan advis terhadap jenis investasi riil seperti rumah, emas, usaha prospektif dan lain-lain. Mereka juga tidak fanatik menawarkan produk mereka sendiri, mereka terbuka terhadap kemungkinan produk dari lembaga lain yang lebih cocok dengan kondisi kita. Mereka juga memiliki riset yang kuat terhadap pola hasil dan risiko dari setiap jenis investasi.

Pada dasarnya, aspek perencanaan keuangan adalah akumulasi kekayaan (investasi), proteksi terhadap kekayaan dan distribusi kekayaan (warisan). Jika bank atau lembaga keuangan menawarkan layanan wealth management yang mencakup seluruh aspek tersebut, itu adalah salah ciri layanan wealth management yang diberikan cukup memadai.

Kiat memilih


Setelah kita memiliki pemahaman yang baik mengenai apa itu wealth management maka:

* Sebaiknya kita mengunjungi secara langsung sebanyak mungkin bank atau lembaga keuangan yang memberikan layanan wealth management. Tanyakan mengenai seluruh layanan yang akan diberikan kepada kita. Jangan terburu-buru memutuskan untuk mengikuti layanan tersebut sebelum membandingkan dengan yang lain.

* Perhatikan dengan baik apakah bank atau lembaga keuangan yang menawarkan wealth management menyodorkan seorang perencana keuangan yang kompeten dan berpengalaman? Mungkin saja bank atau lembaga keuangan tersebut memiliki nama besar namun jika yang ditugaskan membantu kita tidak kompeten dan memiliki pengalaman luas, kita harus berhati-hati. Cara menyelidiki apakah perencana keuangan tersebut berkualitas atau tidak adalah tanyakan sudah berapa lama berkecimpung di bidang wealth management, apa latar belakang pendidikannya, cara melayani, dan lain-lain. Bila perlu, galilah informasi dari nasabah lain yang telah menyerahkan pengelolaan kekayaannya kepada perencana keuangan tersebut. Apakah mereka sangat puas, cukup puas, atau bahkan tidak puas?

* Jangan segan-segan menanyakan biaya pengelolaan kekayaan tersebut. Perhitungkan antara biaya dengan manfaat yang didapat. Pada dasarnya, untuk setiap jenis investasi yang direkomendasikan wealth management, mereka akan mendapatkan jasa pengelolaan/fee dan akan membebankannya kepada kita, berapa pun hasil investasinya.

Tahukah Anda di Indonesia menurut Morgan Stanley Singapura diperkirakan terdapat 3.328 keluarga yang memiliki aset 5-20 juta dolar AS dan 167 keluarga yang memiliki aset 20-100 juta dolar AS? Hampir 80% keluarga kaya tersebut tinggal di Jakarta sementara 10% berada di Surabaya. Di Bandung sendiri terdapat sekira 167 keluarga dengan aset 5-20 juta dolar AS dan delapan keluarga dengan aset 20-100 juta dolar AS. Mungkin salah satu di antaranya adalah pembaca.

Setidaknya dalam tahun-tahun ke depan, kita berharap akan semakin banyak warga Jawa Barat yang dapat mengikuti jejak para keluarga kaya tersebut. Hal ini hanya untuk menjadikan motivasi, kalau orang lain bisa mengapa kita tidak? Mustahilkah bagi kita? Menurut TDM Waringin, menjadi orang kaya tidak ditentukan oleh seberapa besar jumlah penghasilan namun oleh seberapa besar uang yang dapat kita sisihkan untuk ditabung dan disisihkan untuk investasi. Jadi mengapa harus pesimis? Berpikir positif dan bersikap optimis adalah salah satu kunci mengatasi permasalahan kita saat ini. Perencanaan yang baik, termasuk dengan cara mengikuti wealth management adalah salah satu cara mengantisipasi masa depan sehingga kehidupan kita di masa datang akan lebih baik. Uang bukan segala-galanya, tapi segala-galanya tanpa uang akan membuat kita kerepotan dalam menjalani kehidupan ini

Wealth Management Bukan Untuk Orang Kaya Saja

Penerapan wealth management atau pengaturan keuangan keluarga tidak saja untuk orang yang kaya. Justru kalangan menengah yang mempunyai banyak kebutuhan namun kemampuan keuangan terbatas sangat membutuhkan peran wealth management. Demikian disampaikan Direktur Insight Investment Management, Siti Arimbi Pulungan, dalam talkshow wealth management syariah, Rabu (12/10).

Dalam kondisi seperti ini di mana harga barang dan BBM naik, sementara pemasukan tetap, pengelolaan keuangan jadi makin penting. Selama ini, kata Arimbi, banyak kalangan menengah atau berpendapatan kecil menganggap belum perlu adanya perencanaan keuangan. Rata-rata orang menganggap hal itu penting saat pendapatan besar.

”Justru orang yang sangat kaya tak begitu perlu perencanaan. Mereka bisa memenuhi berbagai keperluan dengan uang sendiri.” Wealth management bisa diartikan pengelolaan cash flow keluarga agar ada alokasi untuk investasi dan proteksi dengan asuransi.

Dia menekankan asuransi penting untuk menutup pengeluaran tak terduga dalam jumlah besar seperti biaya rumah sakit. Agar sesuai syariah, kata Arimbi, pengeluaran tidak boleh berlebihan. Salah satunya dengan membatasi penggunaan kartu kredit.

”Pilih kartu kredit yang banyak memberi manfaat seperti memberi banyak diskon dan segera lunasi.” Investasi tidak boleh yang mengandung riba, gharar, dan maisir. Dalam arti tidak boleh menyimpan uang di bank konvensional, atau membeli saham perusahaan yang bisnis intinya perjudian, minuman keras dan spekulasi.

”Juga tidak boleh menzalimi, seperti praktek ijon (tengkulak),” tambahnya. Ia menekankan manajer investasi dan konsultan keuangan independen berperan dalam menyarankan keluarga yang ingin menikmati keuntungan dunia dan akhirat untuk mengalihkan investasi ke syariah. ”Mereka yang masih menyimpan dana di bank konvensional segera mengalihkannya ke syariah,” kata Arimbi.

Untuk investasi secara syariah saat ini sudah banyak instrumen seperti bank dan reksadana syariah. Sedangkan, untuk proteksi sudah tersedia layanan asuransi syariah. Yang tak kalah penting adalah menunaikan kewajiban membayar zakat.

”Ini sering dilupakan. Biasanya pengeluaran dulu baru sisanya disisihkan untuk zakat. Ini keliru,” kata Arimbi. Zakat sebagai pembersih harta disisihkan 2,5 persen dari pendapatan kotor yang diterima. Karena itu zakat seharusnya dimasukkan dalam pos pengeluaran keluarga. ”Ada hak orang lain di harta kita.

Untuk kita sendiri mendapat 97,5 persen, Tuhan sangat baik kan memberi rezeki,” tambahnya. Siti mengakui dalam konseling keuangan biasanya orang Indonesia masih tertutup mengenai pendapatan. Lebih jauh dia menyarankan agar sebelum menikah, kedua calon pasangan bersikap terbuka mengenai keuangan masing-masing. Hal ini penting agar tidak terjadi penyesalan bila ternyata kondisi keuangan yang tampak baik-baik saja ternyata menyimpan utang yang sangat besar.


Sumber : Republika Online

MELIHAT KEBAIKAN DALAM SEGALA PERISTIWA

... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.
(al-Baqarah: 216)



Sebenarnya, melihat kebaikan dalam segala hal merupakan ungkapan yang biasa. Dalam kehidupan kita sehari-hari, orang sering mengatakan, "Pasti ada kebaikan (hikmah) di balik kejadian ini," atau, "Ini merupakan berkah dari Allah."

Biasanya, banyak orang mengucapkan ungkapan-ungkapan tersebut tanpa memahami arti sebenarnya atau semata-mata hanya mengikuti kebiasaan masyarakat yang tidak ada maknanya. Kebanyakan mereka gagal memahami arti yang sebenarnya dari ungkapan-ungkapan tersebut atau bagaimana pemahaman itu dipraktikkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Pada dasarnya, kebanyakan manusia tidak sadar bahwa ungkapan-ungkapan tersebut tidak sekadar untuk diucapkan, tetapi mengandung pengertian yang penting dalam kejadian sehari-hari.

Kenyataannya, kemampuan melihat kebaikan dalam setiap kejadian, apa pun kondisinya-baik yang menyenangkan maupun tidak-merupakan kualitas moral yang penting, yang timbul dari keyakinan yang tulus akan Allah, dan pendekatan tentang kehidupan yang disebabkan oleh keimanan. Pada akhirnya, pemahaman akan kebenaran ini menjadi sangat penting dalam menuntun seseorang tidak hanya untuk mencapai keberkahan hidup di dunia dan akhirat, tetapi juga juga untuk menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang tak akan berakhir.

Tanda pemahaman yang benar akan arti iman adalah tidak adanya kekecewaan akan apa pun yang terjadi dalam kehidupan ini. Sebaliknya, jika seseorang gagal melihat kebaikan dalam setiap peristiwa yang terjadi dan terperangkap dalam ketakutan, kekhawatiran, keputusasaan, kesedihan, dan sentimentalisme, ini menunjukkan kurangnya kemurnian iman. Kebingungan ini harus segera dienyahkan dan kesenangan yang berasal dari keyakinan yang teguh harus diterima sebagai bagian hidup yang penting. Orang yang beriman mengetahui bahwa peristiwa yang pada awalnya terlihat tidak menyenangkan, termasuk hal-hal yang disebabkan oleh tindakannya yang salah, pada akhirnya akan bermanfaat baginya. Jika ia menyebutnya sebagai "kemalangan", "kesialan", atau "seandainya", ini hanyalah untuk menarik pelajaran dari sebuah pengalaman. Dengan kata lain, orang yang beriman mengetahui bahwa ada kebaikan dalam apa pun yang terjadi. Ia belajar dari kesalahannya dan mencari cara untuk memperbaikinya. Bagaimanapun juga, jika ia jatuh dalam kesalahan yang sama, ia ingat bahwa semuanya memiliki maksud tertentu dan mudah saja memutuskan untuk lebih berhati-hati dalam kesempatan mendatang. Bahkan jika hal yang sama terjadi puluhan kali lagi, seorang muslim harus ingat bahwa pada akhirnya peristiwa tersebut adalah untuk kebaikan dan menjadi hak Allah yang kekal. Kebenaran ini juga dinyatakan secara panjang lebar oleh Nabi saw.,

"Aku mengagumi seorang mukmin karena selalu ada kebaikan dalam setiap urusannya. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur (kepada Allah) sehingga di dalamnya ada kebaikan. Jika ditimpa musibah, ia berserah diri (dan menjalankannya dengan sabar) bahwa di dalamnya ada kebaikan pula." (HR Muslim)

Hanya dalam kesadaran bahwa Allah menciptakan segalanya untuk tujuan yang baik sajalah hati seseorang akan menemukan kedamaian. Adalah sebuah keberkahan yang besar bagi orang-orang beriman bila ia memiliki pemahaman akan kenyataan ini. Seseorang yang jauh dari Islam akan menderita dalam kesengsaraan yang berkelanjutan. Ia terus-menerus hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran. Di sisi lain, orang beriman menyadari dan menghargai kenyataan bahwa ada tujuan-tujuan Ilahiah di balik ciptaan dan kehendak Allah.

Karena itu, adalah memalukan bagi orang beriman bila ia ragu-ragu dan ketakutan terus-menerus karena selalu mengharapkan kebaikan dan kejahatan. Ketidaktahuan terhadap kebenaran yang jelas dan sederhana, kekurangtelitian, dan kemalasan hanya akan mengakibatkan kesengsaraan di dunia dan di akhirat. Kita harus ingat bahwa takdir yang ditentukan Allah adalah benar-benar sempurna. Jika seseorang menyadari adanya kebaikan dalam setiap hal, dia hanya akan menemukan karunia dan maksud Ilahiah yang tersembunyi di dalam semua kejadian rumit yang saling berhubungan. Walau ia mungkin memiliki banyak hal yang mesti diperhatikannya setiap hari, seseorang yang memiliki iman yang kuat-yang dituntun oleh kearifan dan hati nurani-tidak akan membiarkan dirinya dihasut oleh tipu muslihat setan. Tak peduli bagaimanapun, kapan pun, atau di mana pun peristiwa itu terjadi, ia tidak akan pernah lupa bahwa pasti ada kebaikan di baliknya. Walaupun ia mungkin tidak segera menemukan kebaikan tersebut, apa yang benar-benar penting baginya adalah agar ia menyadari adanya tujuan akhir dari Allah.

Berkaitan dengan sifat terburu-buru manusia, mereka kadang-kadang tidak cukup sabar untuk melihat kebaikan yang ada di dalam peristiwa yang menimpa mereka. Sebaliknya, mereka menjadi lebih agresif dan nekat dalam mengejar sesuatu walaupun hal tersebut sangat bertentangan dengan kepentingan yang lebih baik. Di dalam Al-Qur`an, hal ini disebutkan,

"Dan manusia mendo'a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo'a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa." (al-Israa`: 11)

Meski demikian, seorang hamba harus berusaha melihat kebaikan dan maksud Ilahiah dalam setiap kejadian yang disodorkan Allah di depan mereka, bukannya memaksa untuk diperbudak oleh apa yang menurutnya menyenangkan dan tidak sabar untuk mendapatkan hal itu.

Walau seseorang berusaha untuk mendapatkan status finansial yang lebih baik, perubahan itu mungkin tidak pernah terwujud. Tidaklah benar jika seseorang menganggap suatu kondisi itu merugikan. Tentu saja seseorang boleh berdo'a kepada Allah untuk mendapatkan kekayaan jika kekayaan itu digunakan di jalan Allah. Bagaimanapun juga, ia harus mengetahui bahwa jika keinginannya itu tidak dikabulkan Allah, itu disebabkan alasan tertentu. Mungkin saja bertambahnya kekayaan sebelum matangnya kualitas spiritual seseorang dapat mengubahnya menjadi orang yang gampang diperdaya oleh setan. Banyak alasan Ilahiah lainnya-di antaranya tidak langsung disadari atau hanya akan terlihat di akhirat-dapat mendasari terjadinya sebuah peristiwa. Seorang usahawan, misalnya, bisa saja tertinggal sebuah pertemuan yang akan menjadi pijakan penting dalam kariernya. Akan tetapi, jika saja pergi ke pertemuan itu, ia bisa tertimpa kecelakaan lalu lintas, atau jika pertemuannya diadakan di kota lain, pesawat yang ditumpanginya bisa saja jatuh.

Tak ada seorang pun yang kebal terhadap segala peristiwa. Biasakanlah untuk melihat bahwa pada akhirnya ada suatu kebaikan dalam sebuah peristiwa yang pada awalnya terlihat merugikan. Meski demikian, seseorang perlu ingat bahwa ia tidak akan selalu dapat mengetahui maksud sebuah peristiwa adalah sesuatu yang merugikan. Ini karena, sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya, kita tidak selalu beruntung dapat melihat sisi positif yang muncul. Mungkin juga Allah hanya akan menunjukkan maksud keilahian-Nya di akhirat nanti. Karena alasan itulah, yang harus dilakukan oleh orang yang ingin menyerahkannya pada takdir Allah dan memberikan kepercayaannya kepada Allah adalah menerima setiap kejadian itu-apa pun namanya-dengan keinginan untuk mencari tahu bahwa pastilah ada kebaikan di dalamnya dan kemudian menerimanya dengan senang hati.

Harus disebutkan juga bahwa melihat kebaikan dalam segala hal bukan berarti mengabaikan kenyataan dari peristiwa-peristiwa tersebut dan berpura-pura bahwa hal itu tidak pernah terjadi, atau mungkin menjadi sangat idealis. Sebaliknya, orang beriman bertanggung jawab untuk mengambil tidakan yang tepat dan mencoba semua cara yang dianggap perlu untuk memecahkan masalah. Kepasrahan orang yang beriman tidak boleh dicampuradukkan dengan cara orang lain, yang karena pemahaman yang tidak sempurna tentang hal ini, mereka tetap saja tidak acuh terhadap apa pun yang terjadi di sekitar mereka dan optimis tetapi tidak realistis. Mereka tidak bisa membuat keputusan yang rasional ataupun menjalankan keputusan tersebut. Ini dikarenakan yang ada pada mereka adalah optimistis yang melenakan dan kekanak-kanakan, bukan mencari pemecahan masalah. Sebagai contoh, ketika seseorang didiagnosis menderita penyakit yang serius, keadaannya saat itu mungkin paling parah sampai pada titik fatal yang diabaikannya selama masa pengobatan. Contoh lainnya, jika seseorang tidak menyadari pentingnya mengamankan harta bendanya, walau ia pernah mengalami pencurian, besar kemungkinan akan menjadi korban lagi dari kejadian serupa itu.

Pastilah cara-cara tersebut jauh dari sikap menaruh kepercayaan kepada Allah dan dari "melihat kebaikan dalam segala hal". Pada hakikatnya, sikap tersebut berarti ceroboh. Kebalikannya, orang yang beriman harus berusaha mengendalikan situasi sepenuhnya. Pada dasarnya, sikap yang menuntun diri mereka ini adalah suatu bentuk "penghambaan", karena ketika mereka terlibat dalam situasi tersebut, pikiran mereka dikuasai oleh ingatan akan kenyataan bahwa Allahlah yang membuat peristiwa itu terjadi.

Di dalam Al-Qur`an, Allah menghubungkan kisah para nabi dan orang beriman sebagai contoh bagi mereka yang sadar akan hal ini. Inilah yang harus diteladani oleh seorang mukmin. Sebagai contoh, sikap yang merupakan respons Nabi Huud terhadap kaumnya menunjukkan penyerahan total dan rasa percayanya yang kokoh kepada Allah, walaupun ia mendapatkan perlakuan yang buruk.

"Kaum 'Aad berkata, 'Wahai Huud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan memercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.' Huud menjawab, 'Sesungguhnya, aku menjadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya, aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya, Tuhanku di atas jalan yang lurus.' Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikit pun. Sesungguhnya, Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu." (Huud: 53-57)

Bagaimana Orang Bodoh Melihat Sebuah Peristiwa

Secara umum, manusia cenderung memisahkan peristiwa yang terjadi dalam istilah "baik" dan "buruk". Pemisahan tersebut sering bergantung pada kebiasaan atau tendensi peristiwa itu sendiri. Reaksi mereka terhadap peristiwa tersebut berubah-ubah tergantung pada kepelikan dan bentuk kejadian tersebut; bahkan apa yang akhirnya akan mereka rasakan dan alami biasanya ditentukan oleh kebiasaan sosial masyarakat.

Hampir semua orang memiliki sisa-sisa mimpi masa kecil, bahkan dalam hidup mereka selanjutnya, walaupun rencana-rencana ini tidak selalu terjadi sesuai dengan apa yang diharapkan atau direncanakan. Kita selalu cenderung kepada kejadian-kejadian yang tidak diharapkan dalam hidup. Peristiwa tersebut dapat sekejap saja melemparkan hidup kita ke dalam kekacauan. Ketika seseorang berniat untuk menjalankan hidupnya dengan normal, ia mungkin berhadapan dengan rangkaian perubahan yang pada awalnya terlihat negatif. Seseorang yang sehat bisa dengan tiba-tiba terserang penyakit yang fatal atau kehilangan kemampuan fisik karena kecelakaan. Sekali lagi, seseorang yang kaya bisa saja kehilangan seluruh kekayaannya dengan tiba-tiba.

Hidup seperti menaiki roller-coaster. Reaksi orang berbeda-beda ketika menaikinya. Jika kejadian yang muncul menyenangkan, reaksi mereka baik-baik saja. Akan tetapi, ketika dihadapkan pada hal-hal yang tidak diharapkan, mereka cenderung kecewa, bahkan marah. Kemarahan mereka itu bisa memuncak, bergantung pada sejauh mana mereka berhubungan dengan peristiwa tersebut dan pencapaian mereka dalam masalah ini. Kencenderungan ini biasa terjadi dalam masyarakat yang tenggelam dalam kebodohan.

Ada juga di antara mereka yang saat kecewa berkata, "Pasti ada kebaikan di dalamnya." Bagaimanapun juga, kalimat yang diucapkan tanpa memahami arti sebenarnya hanya semata-mata kebiasaan masyarakat saja.

Masih ada sebagian orang yang memiliki keinginan untuk memikirkan maksud Ilahiah dalam setiap peristiwa, apakah yang mungkin terdapat dalam kejadian-kejadian yang sepele. Akan tetapi, ketika mereka dihadapkan pada peristiwa yang lebih besar, yang sangat mengganggu, tiba-tiba mereka melupakan niat tersebut. Sebagai contoh, seseorang mungkin tidak akan tertekan saat mesin mobilnya rusak tepat ketika ia harus berangkat ke kantor dan ia berusaha berprasangka baik terhadap kejadian tersebut. Akan tetapi, jika keterlambatannya itu membuat bosnya marah atau menjadi alasan hilangnya pekerjaan, ia lalu mencari-cari alasan untuk mengeluh. Dia mungkin akan bersikap sama jika kehilangan perhiasan atau jam mahal. Contoh-contoh ini menunjukkan kepada kita bahwa ada beberapa kejadian kecil yang menyebabkan orang bereaksi dengan wajar atau mereka mau berbaik sangka bahwa hal tersebut mengandung kebaikan. Akan tetapi, contoh-contoh lainnya yang tidak biasa dapat membuatnya mencari pembenaran atas keangkuhan dan kemarahan mereka.

Di sisi lain, sebagian orang hanya menghibur diri dengan berpikir demikian tanpa memiliki pegangan makna yang benar terhadap "melihat kebaikan dalam segala hal". Dengan sikap demikian, mereka percaya bahwa hal tersebut dapat menjadi cara untuk menciptakan kenyamanan bagi mereka yang tengah tertimpa masalah. Misalnya yang terjadi pada anggota keluarga yang bisnisnya tengah berantakan atau seorang teman yang gagal dalam ujian. Bagaimanapun juga, jika kepentingan merekalah yang dipertaruhkan dan mereka terlihat tak sedikit pun memikirkan kebaikan apa yang ada di balik peristiwa tersebut, mereka telah berlaku bodoh.

Kegagalan untuk melihat kebaikan dalam peristiwa yang dialami seseorang muncul dari hilangnya keimanan seseorang. Kegagalannya untuk memahami bahwa Allahlah yang menakdirkan setiap kejadian dalam kehidupan seseorang, bahwa hidup di dunia ini tidak lain hanyalah ujian, inilah yang menghalangi dirinya untuk menyadari kebaikan apa pun dalam setiap peristiwa yang terjadi padanya.


http://www.harunyahya.com/indo/buku/kebaikan002.htm

Agar Hidup dan Mati Kita Di atas Kebaikan

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tadi malam Rabbku Tabaraka wa Ta'ala datang kepadaku dlm bentuk yg paling indah, dan berfirman: "Ya Muhammad, tahukah kamu apa yg sedang diperbincangkan oleh para malaikat di langit?

Aku berkata: "Tidak

Maka Allah meletakkan tanganNya di antara dua pundakku sehingga aku merasakan dinginnya di dadaku, maka aku mengetahui apa yg ada di langit dan bumi.

Allah berfirman: "Ya Muhammad, tahukah kamu apa yg sedang diperbincangkan oleh para malaikat di langit?

Aku berkata: "Ya, tentang amalan penebus dosa dan pengangkat derajat, adapun penebus dosa yaitu menunggu di masjid setelah shalat (menuju shalat), berjalan kaki menuju shalat jama'ah, dan menyempurnakan wudlu di keadaan sulit".

Allah berfirman: "Kamu benar hai Muhammad, siapa yg melakukan itu akan hidup dlm keadaan baik dan mati dalam keadaan baik, dan ia spt dilahirkan oleh ibunya (bersih) dari kesalahannya".

Allah berfirman lagi: "Hai Muhammad, apabila kamu shalat,
katakanlah: "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu perbuatan kebaikan, meninggalkan kemungkaran, mencintai fakir miskin, dan agar Engkau ampuni aku, sayangi aku, dan memberi taubat kepadaku, dan apabila Engkau menginginkan fitnah menimpa hamba-hambaMu, maka kembalikanlah aku kepadaMu dlm keadaan tidak terfitnah".

Nabi bersabda: "Dan adapun amalan pengangkat derajat yaitu: menyebarkan salam, memberi makan, dan shalat malam ketika manusia sedang tidur". (Shahih Jami' Ash Shaghier no 59).

************************

Catatan :