Senin, 30 November 2009

Apakah Minum Teh Dapat Mengurangi Stres?


Mungkin kebanyakan dari kita tahu bahwa kejadian-kejadian dalam hidup dan stres bisa merubah suasana hati kita, tetapi kurangnya pemahaman tentang dampak apa yang kita bisa alami.

Sebagai contoh ia bisa mengakibatkan kadar gula darah yang tidak seimbang: jika kadar gula darah merosot, ia bisa mengubah respon tubuh yang mengalami stres, akhirnya bisa menyebabkan ketegangan dan kegelisahan. Tentu saja, selalu ada kemungkinan bahan makanan punya dampak sebaliknya, yang bisa membantu kita meningatkan dan mempertahankan keadaan yang tenang.

Bahan makanan yang dianggap punya dampak ini adalah teh. Sangat menarik, sebuah penelitian yang dilakukan oleh American Journal of Clinical Nutrition [1] menemukan bahwa Orang Jepang dewasa yang minum teh hijau 5 cangkir sehari didapatkan resiko 'stres pikiran' berkurang 20 persen dibandingkan dengan mereka yang hanya minum satu cangkir atau kurang teh dalam sehari.

Kelanjutan penelitian akan teh ini tidak menunjukkan bukti-bukti bahwa teh hijau punya dampak anti-stres, hanya dengan minum teh hijau diasosiasikan dengan meningkatnya kesehatan mental.

Walaupun demikian paling tidak ada bukti bahwa teh punya dampak murni meningkatkan suasana hati.

Sebuah penelitian yang di publikasikan tahun 2007, dampak dari teh terhadap stres diujicoba pada kelompok laki-laki dewasa [2]. Inti penelitian ini adalah semua minuman tanpa kafein ditambahkan pil kafein plasebo pada minumannya selama 4 minggu.

Stelah ini para peserta di berikan tugas yang menantang, pengukuran reaksi stresnya telah diukur sebelum, selama dan sesudah pemberian tugas. Setelah itu, salah satu kelompok diberikan tehdan yang lain diberi minuman plasebo dalam periode 6 minggu, pada saat itu respon tubuh terhadap stres dicek kembali.

Beberapa pengukuran, termasuk denyut jantung dan tekanan darah, tidak berbeda antara dua kelompok ini. Tetapi beberapa juga ada.

Dibandingkan dengan kelompok yang minum minuman plasebo, kelompok yang minum teh terjadi penurunan aktivasi platelet (aktivasi platelet membuat darah cedrung menggumpal dan aktif selama merespon stres)

Peminum teh juga punya kadar kortisol lebih rendah setelah menyelesaikan tugas yang menantang.

Penelitian ini mengungkapkan bahwa minum teh punya peran atau paling tidak mengurangi dampak negatif dari stres. (EpochTimes/man)

Sumber :

1. Hozawa A, et al. Minum teh hijau di asosiasikan dengan menurunnya kesusahan psikologi pada penduduk umum: the Ohsaki Cohort 2006 Study. American Journal of Clinical Nutrition 2009; 90(5): 1390-6

2. Steptoe A, et al. Dampak dari respon teh pada stress psikologi dan pemulihan stress: penelitian secara acak berganda. Psychopharmacology (Berlin) 2007; 190(1): 81-9

Dr. John Briffa adalah seorang dokter di London penulis tentang kesehatan yang khusus dutujukan pada pengobatan alami dan nutrisi. Situsnya adalah DrBriffa.com.

http://erabaru.net/featured-news/48-hot-update/7515-apakah-minum-teh-dapat-mengurangi-stres

Pelarangan Menara Masjid Di Swiss Cerminkan Islamfobia


Islamabad - Para pemuka agama Pakistan pada Senin mengutuk keras referendum di Swiss yang mengesahkan pelarangan menara masjid di negara itu, dan menyebutnya sebagai bentuk "Islamfobia yang ekstrim."

Swiss pada Ahad (29/11) mengadakan pemungutan suara untuk mengesahkan larangan pengadaan menara masjid, yang biasa digunakan untuk azan, seruan shalat lima waktu -- yang menimbulkan kecaman di dunia Islam.

"Situasi ini merefleksikan masih adanya Islamfobia di dunia Barat," kata Khurshid Ahmad, Wakil Presiden Jamaat -e-Islami, partai politik yang memiliki wakil di parlemen.

"Referendum itu juga menunjukkan diskriminasi serius terhadap Muslim," katanya.

Pakistan merupakan negara berpenduduk Muslim terbesar kedua dunia setelah Indonesia.

Partai Rakyat Swiss sayap kanan-jauh (SVP) memaksakan referendum itu setelah mengumpulkan tandatangan 100.000 pemilik hak suara di negara itu.

Para politisi konservatif Swiss berdalih bahwa menara masjid bukan suatu bentuk arsitektur dengan karakteristik religius, namun disimbolkan sebagai suatu "klaim politis-religius untuk kekuasaan, yang bertentangan dengan hak-hak dasar."

Ahmad menggambarkan keputusan Swiss sebagai pelanggaran hak asasi manusia secara serius dan bertentangan dengan hukum internasional.

"Ini merupakan usaha untuk memprovokasi dan membenturkan antara Islam dan Barat," kata Ahmad kepada AFP.

Yahya Mujib, jurubicara Jamaat-ud-Dawa, juga mengutuk referendum itu dan menilainya sebagai usaha merusak keharmonisan antar penganut agama.

"Keputusan Swiss ini melanggar prinsip-prinsip saling pengertian dan toleransi religius," kata Mujahid.

"Barat tidak pernah berhenti mengklaim menjadi juara toleransi beragama dan keharmonisan antar-iman, namun keputusan terbaru ini memperlihatkan bias mereka terhadap Islam," ujarnya.

Para politisi sayap kanan-jauh di seantero Eropa merayakan hasil referendum tersebut.

Sementara itu, pemerintah Swiss menyatakan tetap melindungi minoritas Muslim di negara itu, dan menegaskan bahwa larangan menara masjid itu "bukan berarti menolak masyarakat Muslim, agama, dan budaya Islam."

Senada dengan Pakistan, di Mesir juga mengutuk keras keputusan Swiss tersebut.

Musfti Mesir Ali Gouma pada Ahad mengecam keras pemungutan suara untuk melarang pembuatan menara baru di Swiss.

Ali Gouma menilai hal itu sebagai penghinaan terhadap umat Muslim di seluruh dunia.

Kendati demikian, Mufti Mesir itu mengimbau umat Muslim agar tidak terpancing oleh tindakan tersebut.

Ia mendorong 400.000 Muslim di Swiss agar menggunakan dialog dan cara-cara hukum guna menghadapi larangan itu.

Mufti Gouma juga menyeru umat Muslim agar tak terpengaruh oleh aksi provokasi itu, dan menambahkan Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga.(ant/sys)

http://erabaru.net/internasional/35-internasional/7545-pelarangan-menara-masjid-di-swiss-cerminkan-islamfobia

Melodrama

Goenawan Mohamad

Politik terkadang butuh melodrama. Pada saat-saat tertentu ia sebuah melodrama tersendiri bahkan. Seperti dalam sinetron yang silih berganti kita saksikan di TV—lakon-lakon yang itu-itu juga, Kitsch yang tanpa malu memperdagangkan ajaran budi pekerti yang simplistis—politik sebagai melodrama bisa juga bicara tentang ”moral” dan pada saat yang sama, tak meyakinkan.

Melodrama dibangun oleh ”monopati”. Kata ini saya pungut dari Oliver Marchand yang menulis satu esai yang bagus tentang politik sebagai teater dan teater sebagai politik (Marchand meminjamnya dari Robert Heilman). Monopathy adalah ”kesatuan perasaan yang membuat seseorang merasakan diri utuh”. Tokoh-tokoh dalam sebuah melodrama ”tak punya konflik yang mendasar dalam dirinya”—berbeda dari tokoh-tokoh tragis, yang terobek-robek antara nasib dan kebebasan, antara kewajiban besar dan gelora hati. Melodrama adalah konflik manusia dengan manusia lain, sedang tragedi menghadirkan tokoh seperti Hamlet dan Oedipus, dan dengan demikian tragedi adalah konflik di dalam diri manusia. Maka melodrama bergantung pada permusuhan dengan sesuatu yang di luar sana—si jahat atau bakhil, ideologi yang memusuhi atau kekuasaan yang akan menindas, alam yang destruktif, dan lain-lain. Dalam melodrama, dunia hanya hitam atau putih.

Maka benar juga jika dikatakan, melodrama mirip politik, tragedi mirip agama—kecuali bila agama pun jadi proyek politik, bukan lagi merupakan ruang persentuhan aku dan Tuhan, melainkan ruang persaingan atau benturan antara ”kami” dan ”mereka”.

Revolusi adalah model yang bisa jadi acuan jika kita bicara tentang politik se­bagai melodrama. Dramawan Peter Brooks menunjukkan hal ini. Melodrama, katanya, adalah ”genre dan ucapan dari moralisme revolusi”. Dalam revolusi pesan moral diutarakan tanpa ambiguitas: di sini kaum revolusioner yang mulia, di sana kaum kontrarevolusioner yang keji.

Tiap revolusi menyangka, atau menyatakan diri, membawa sesuatu yang baru. Revolusi Prancis menyatakan tahun permulaan kekuasaan baru sebagai ”tahun nol”. Revolusi Rusia mengubah nama-nama kota terkenal (”St. Petersburg” jadi ”Leningrad”), juga Revolusi Indonesia menolak nama ”Batavia” dan menjadikannya ”Jakarta”. Bahkan Bung Karno mengubah nama orang yang me­ngandung nama ”Belanda”: Lientje Tambayong jadi ”Rima Melati”, Jack Lemmers jadi ”Jack Lesmana”.

Para sejarawan mungkin tak akan melihat apa yang ”baru” bisa sedemikian absolut. Tarikh baru bisa dimaklumkan, nama baru bisa diterima umum, tapi senantiasa akan ada endapan dari masa lampau dalam peristiwa revolusioner yang mana pun. Lagu Revolusi Oktober yang dinyanyikan dengan menggetarkan oleh paduan suara Tentara Merah menggunakan melodi yang sama dengan nyanyian Selamat Tinggal, Slavianka yang digubah pada 1912—yang juga dinyanyikan untuk membangkitkan semangat pasukan Tsar menjelang perang di Balkan.

Sudah tentu, bagi kaum militan yang muncul menegaskan diri dalam revolusi, apa yang ”baru” itulah yang menyebabkan mereka maju dan yakin. Badiou, yang menyebut Revolusi Prancis dan Rusia sebagai ”kejadian”, l’evĂ©nement, mengklaim bahwa kejadian itu adalah sebuah proses ”kebenaran”, dan ”kebenaran”, (berbeda dari ”pengetahuan”) bersifat ”baru”. Mungkin seperti puisi yang lahir dan—meskipun menggunakan bahasa yang ada—bisa dihayati sebagai baru sama sekali.

Persoalannya, sebuah revolusi (sebagai ”kejadian” yang dahsyat sekalipun) bukan hanya menerobos sebuah ”situasi”, bukan sesuatu yang datang dari luar sejarah, melainkan juga datang dari sebuah ”situasi”, dari sebuah keadaan yang terkadang disebut status quo. Saya kira Marx lebih benar ketimbang Badiou: revolusi bagi Marx tak akan terjadi bila tak ada keadaan obyektif, bila tak terjadi penguasaan total alat produksi di masyarakat oleh kaum borjuis dan makin meluasnya mereka yang tak punya apa pun, kecuali tenaga.

Dengan kata lain, politik dan revolusi sebagai melodrama bukanlah lakon seru yang tak dirundung ambiguitas dalam dirinya. Tiap perubahan besar sebuah masyarakat selamanya mengandung sifat yang tragis: kita bersengketa dengan diri kita sendiri, gerak terasa mundur dan jadi antiperubah­an, tak pastinya proses yang biasa diba­yangkan dalam pidato-pidato ”moralisme revolusioner”.

Politik yang tetap tak ingin melihat diri sebagai melodrama akan dengan cepat jadi komedi atau bahkan farce. Para pejuang yang bukan lagi pejuang tapi terus mengklaim kesucian motif dalam dirinya dan kemurnian semangat dalam kepejuangannya, akan tampak menggelikan, atau semakin tak meyakinkan para penonton. Terutama dalam keadaan ketika elan perubahan telah bercampur dengan rasa kecewa dan hilangnya keyakinan yang meluas.

Tapi melodrama selalu tersimpan dalam sebuah masyarakat. Hidup terkadang terlalu penuh warna abu-abu hingga orang menginginkan gambar yang tegas dan sederhana. Yang tragis menakutkan. Kita pun membuat kisah seperti Ramayana dengan akhir yang jelas dan bahagia: Sita kembali mendampingi suaminya setelah Dasamuka yang jahat itu mati. Tak ada dalam cerita kita bahwa Sita harus dibakar untuk membuktikan dirinya ”suci” setelah bertahun-tahun hidup di bawah kuasa lelaki lain.

Melodrama, dalam pentas dan dalam politik, memang mengasyikkan, dengan atau tanpa air mata. Tapi memandang politik dengan sikap pengarang sinetron akan cenderung menampik kesadaran akan yang tragis dalam sejarah—dan kita hanya akan jadi anak yang abai dan manja.

Hidup tak bergerak dengan monopati.


http://www.tempointeraktif.com/hg/caping//2009/11/30/mbm.20091130.CTP132073.id.html

Memahami Diri Sendiri


Memahami orang lain tidaklah mudah, tetapi ternyata memahami diri sendiri ternyata jauh lebih sulit lagi. Secara fisik saja, umpama tidak ada cermin atau semisal itu, maka manusia gagal memahami wajah dirinya sendiri. Untung Tuhan menciptakan cermin, sehingga manusia dengan sarana kaca itu, secara fisik bisa melihat dirinya sendiri. Apakah wajah dirinya tampan, cantik atau sebaliknya bisa dilihat melalui alat itu.

Untuk mengetahui aspek non fisik, misalnya tingkat kecerdasan seseorang, maka para ahli telah berusaha membuat alat ukurnya. Sekalipun tidak persis, alat ukur itu telah digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan untuk mengukur keluasan pengetahuan seseorang, telah dikembangkan berbagai macam test, berupa soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan yang kemudian harus dijawab oleh mereka yang sedang ditest. Atas dasar jawaban-jawaban itu, maka ditentukan tingkat keluasan pengetahuannya.

Selain itu juga telah dirumuskan alat untuk mengukur sikap, bakat, dan perilaku. Sekalipun tidak selalu didapat kesimpulan secara persis, namun hasilnya bisa digunakan untuk memahami, --------pada tingkat tertentu, diri atau pribadi seseorang. Bidang ini biasanya ditekuni oleh orang-orang psikologi. Berdasarkan pengetahuan yang dikuasai, mereka melakukan pekerjaan professional di bidang itu.

Apa yang dilakukan, baik oleh guru tatkala membuat soal ujian ataupun juga para ahli psikologi dalam membuat instrument-instrumen pengukuran, hanyalah digunakan untuk mengetahui kemampuan, jiwa atau perilaku orang lain. Istrumen yang dihasilkan itu bukan untuk mengetahui dirinya sendiri. Siapapun, tidak akan mampu memahami dirinya sendiri. Oleh karena itu jika ingin mengetahuinya, maka selalu memerlukan bantuan orang lain.

Manusia melalui kegiatan riset yang ditopang oleh alat-alat laboratorium yang modern telah berhasil mengungkap rahasia alam. Apa yang dahulu tidak pernah terbayangkan, ternyata dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka rahasia alam berhasil dapat diketahui oleh manusia. Namun demikian, ternyata pengetahuan tentang manusia, -----apalagi tentang dirinya sendiri, tidak secepat diperoleh sebagaimana ketika memahami alam.

Kegagalan manusia dalam memahami dirinya sendiri selalu menjadi sumber kegagalan dalam mengembangkan aspek kehidupan yang lebih luas. Seorang yang merasa hebat, cakap, dikenal luas, artinya tidak tahu akan posisi dirinya yang sebenarnya, akhirnya mengalami kesalahan dalam mengambil keputusan. Orang mengatakan di atas langit masih ada langit. Bahkan dalam kitab suci al Qur’an dikatakan bahwa langit itu berlapis tujuh. Artinya, harus selalu menyadari bahwa masih ada orang lain yang lebih hebat di atas dirinya.

Sebatas untuk mengetahui tentang diri sendiri, ternyata memang tidak mudah bagi siapapun. Untuk mengetahui diri seseorang selalu memerlukan bantuan orang lain. Namun orang lain pun tidak mudah memberitahukannya. Seringkali orang menjadi tersinggung, atau bahkan menjadi sakit hati, dan marah jika ditunjukkan atas kesalahan dan kekurangannya. Manusia pada umumnya, lebih suka ditunjukkan kebaikan dan kelebihan tentang dirinya, dan sebaliknya, tidak menyukai jika orang lain menyebut kekurangan dan kelemahannya.

Al Qur’an dan hadits nabi memberikan informasi banyak tentang siapa manusia ini. Jika kita membaca surat al Baqoroh misalnya, Allah swt., sejak di awal surat itu menjelaskan tentang watak, karakter dan perilaku manusia. Setidaknya ada tiga kategori manusia, keduanya berada pada posisi jelas, yaitu orang yang disebut sebagai orang-orang muttaqien dan orang-orang kafirien. Tetapi ternyata ada satu kelompok lagi lainnya yang tidak jelas, yaitu kaum munafiqien, yakni orang-orang yang selalu menampakkan diri pada posisi tidak jelas.

Setelah membaca surat al Baqoroh berulang-ulang, lalu merenung-renungkan kembali dan kemudian melihat berbagai kenyataan dalam kehidupan ini, ternyata memang tidak mudah manusia dipahami. Maka pantaslah jika di awal surat itu pula, dikisahkan bahwa Malaikat melakukan semacam protes, tatkala Allah swt., akan menciptakan makhluk yang diebut manusia ini.

Karena keterbatasannya itu, manusia selalu memiliki sifat salah dan lupa. Mereka mengejar-ngejar kemajuan, ternyata justru kemunduran yang didapat. Banyak orang mengejar kekayaan dan juga kekuasaan, namun harta dan kekayaannya yang didapat itu justru mencelakan dirinya. Seseorang dianggap teman, ternyata justru berperan sebagai musuh. Petugas memberantas korupsi, ternyata justru melakukan penyimpangan lebih besar lagi. Hal-hal semacam itu selalu terjadi dalam kehidupan, karena manusia seringkali tampak dalam wajah yang tidak sebenarnya.

Akibatnya banyak orang keliru, tatkala melihat kehidupan orang lain dan bahkan juga suatu bangsa. Kemajuan orang lain dan juga suatu bangsa hanya dilihat dan diukur melalui ukuran-ukuran yang sederhana, misalnya dari jumlah kekayaan yang didapat, kekuatan militer, dan teknologinya. Padahal belum tentu kekuatan itu memberikan manfataan, tidak terkecuali bagi dirinya sendiri.

Islam, agama yang dibawa oleh Muhammad saw., memiliki ukuran sendiri dalam menentukan keberhasilan hidup seseorang dan bahkan juga keberhasilan suatu bangsa. Ukuran itu ialah berupa keimanan, amal sholeh, akhlak dan atau ketaqwaannya. Tolok ukur ini jauh lebih mulia, tidak sebatas perolehan yang hanya berupa benda fisik, melainkan sesuatu yang benar-benar menyelamatkan dan membahagiakan manusia dan bahkan semua makhluk dan jagad raya ini.

Atas dasar ukuran-ukuran keberhasilan hidup yang saya tangkap dari petunjuk kitab suci itu, maka seringkali saya merenung, bahwa jangan-jangan justru bangsa kita ini sesungguhnya telah meraih tingkat kemajuan yang sebenarnya. Hanya saja, kemajuan itu tidak kita kenali sepenuhnya, atau dalam bahasa Islam kurang kita syukuri, karena memang bersyukur dan mengenal diri sendiri itu sulitnya bukan main. Wallahu a’lam.

http://www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1005:memahami-diri-sendiri&catid=25:artikel-rektor

Pelajaran Hidup Dari Socrates




Beberapa murid dari filosof barat kuno Socrates pernah meminta pendapat Socrates tentang hakekat kehidupan manusia.


Socrates membawa mereka ke pinggir sebuah hutan buah, berpesan kepada mereka, “Kalian masing-masing berjalanlah menelusuri barisan pohon-pohon buah ini, berjalan dari ujung yang satu ke ujung yang lainnya, setiap orang boleh memetik satu buah yang kalian anggap paling besar dan yang paling baik. Tidak boleh berjalan balik kembali, dan tidak boleh melakukan pilihan yang kedua kali.”

Para murid melakukan permintaan Socrates. Mereka berangkat ke hutan buah itu, mereka dengan sangat serius melakukan seleksi. Ketika mereka tiba di ujung hutan buah, sang guru sudah menantikan kedatangan mereka di sana.

Socrates bertanya kepada murid-muridnya, “ Apakah kalian sudah mendapatkan buah yang kalian anggap paling memuaskan ? ”

Ada salah satu muridnya menjawab, “ Guru, ijinkanlah saya memilih sekali lagi. Tadi sewaktu saya masuk ke dalam hutan segera melihat buah yang sangat besar dan bagus. Akan tetapi saya tidak memetik buah itu karena saya takut di depan sana masih ada buah yang lebih besar dan lebih bagus. Ketika saya berjalan hingga ke ujung hutan, saya baru menyadari bahwa buah yang pertama kali saya jumpai itu adalah yang paling besar dan bagus.”

Murid-murid yang lain juga mohon untuk diijinkan memilih satu kali lagi. Dengan menggeleng-gelengkan kepala Socrates berkata, “Anak-anak sekalian, memang demikianlah kehidupan ini, tidak ada kesempatan untuk memilih yang kedua kalinya.”

Di dalam perjalanan hidup ini, kesempatan yang diberikan kepada setiap orang boleh dikatakan adalah sama rata. Ada orang yang bisa langsung meraih dan memegang erat kesempatan yang ada, tetapi ada juga banyak orang yang menyesal telah kehilangan atau telah melepaskan kesempatan baik. Diantara mereka yang menyesal kehilangan kesempatan baik, ada sebagian orang yang bersikap bimbang dan tidak tegas, ada juga sebagian orang yang berambisi terlalu besar.

Dari sini dapat kita lihat, menjadi orang seharusnya dapat melepas dan memandang hambar keinginan diri, menyayangi setiap kesempatan dan nasib dalam kehidupan ini.

Tujuan yang sudah dipastikan seharusnya direalisasikan dengan sungguh-sungguh dan mantap, tidak gila pada kekayaan dan pangkat, hanya berusaha dalam kehidupan ini, tetapi tanpa adanya penyesalan dan sakit hati.

Dapat menyayangi kesempatan dan nasib berarti dapat bertanggung jawab kepada jiwa kita sendiri, karena banyak sekali kesempatan emas di dunia ini, yang tidak akan memberikan kepada kita kesempatan untuk memilih yang kedua kalinya. (Minghui/The Epoch Times/lin)

http://erabaru.net/kehidupan/41-cermin-kehidupan/1786-pelajaran-hidup-dari-socrates

Sifat Luhur Mampu Mengubah Hati Setiap Orang

Lu Gong hidup pada masa Dinasti Han Timur (25-220 SM). Ia belajar tentang Lima Klasik dan Puisi Lu ketika ia masih sangat muda. Berkaitan dengan apa yang telah dipelajarinya, ia menjadi terkenal akan kekayaan ilmu pengetahuan yang dimilikinya meskipun hidupnya sangat miskin.

Bahkan gubernur menaruh hormat yang tinggi pada Lu Gong dan mengiriminya padi setiap tahun. Tetapi Lu Gong tidak pernah menerimanya. Gubernur juga ingin memberinya suatu jabatan penting, karena ia masih terlalu muda, Lu Gong dengan sopan menolaknya juga.

Ketika Lu Gong dewasa, ia menjadi gubernur di wilayah Zhong Mou. Selama masa jabatannya, ia sangat dihormati dan dikagumi warganya karena perilaku moral dan kebajikannya yang besar. Sebagai ganti penerapan hukuman, penerapan sifat luhurnya telah mengubah hati orang-orang menjadi baik. Selama masa jabatannya, orang-orang hidup jujur dan penuh kedamaian.

Pada suatu ketika, seorang laki-laki mengeluh kepada Lu Gong mengenai seseorang yang bernama Ting Chang yang telah meminjam sapinya dan menolak untuk mengembalikannya. Sebagai akibatnya, Ting Chang dipanggil dan ditanya mengenai masalah tersebut.

"Anda telah meminjam sapi seseorang dan Anda seharusnya mengembalikan sapi itu setelah pekerjaan telah selesai. Sekarang pemilik sapi itu datang mengeluh pada saya. Setelah Anda mengembalikan sapi itu, Anda juga harus minta maaf."

Ting Chang menjawab, "Kapan saya meminjam sapinya? Itu adalah sapi saya!"

Orang itu berkata, "Ini tidak benar! Kamu meminjam sapi saya, tetapi kenapa kamu tidak mengakuinya?"

Ting Chang menjawab, "Ia sedang membual! Mengapa saya harus meminjam sapi dari dia?"

Lu Gong menarik napas panjang, "Tidak perlu membantah lagi. Tak peduli salah satu dari kalian mana yang benar. Saya akan bertanggung jawab. Ini adalah kegagalan saya yang belum mampu untuk mengubah kalian menjadi orang-orang dengan akhlak yang tinggi. Saya percaya ini adalah kesalahan diri saya."

Setelah itu, ia melepas jubah pejabatnya dan menyiapkan diri untuk berhenti dari jabatannya.

"Tolong jangan berhenti," para bawahannya memohon sambil menangis.

"Tolong jangan meninggalkan kami," tangis semua warganya.

"Tolong jangan pergi. Saya akan menyerahkan sapi saya," kata pemilik sapi itu.

Setelah melihat ini, Ting Chang merasa malu. Ia berkata,"Saya melakukan kesalahan. Setan membuat saya melakukan hal ini. Saya akan mengembalikan sapi kepadanya. Tolong hukum saya atas kejahatan yang telah saya perbuat."

Ting Chang akhirnya mengakui kesalahannya. Lu Gong berkata pada Ting Chang agar mengembalikan sapi itu dan tidak akan menghukum dia. Semua warga tersentuh oleh cara Lu Gong dalam menangani situasi ini.

Pada suatu kesempatan yang berbeda, belalang menyerbu semua wilayah terkecuali Zhong Mou. Menteri Yuan An dari Provinsi Henan mendengar kabar ini dan sungguh tidak dapat mempercayainya. Ia mengirim Fei Qin, seorang pejabat, untuk menyelidikinya. Saat kedatangan Fei Qin, Lu Gong menemani Fei QIn untuk memeriksa ladang (pertanian). Fei Qin duduk di bawah suatu pohon besar dan melihat seekor burung kuau/pegar turun dari langit dan ada seorang anak bermain di dekatnya.

"Kenapa kamu tidak menangkap burung itu?" Fei Qin bertanya pada anak itu.

"Burung kuau/pegar ini sedang menetaskan bayinya dan saya merasa kasihan padanya," anak itu menjawab.

Fei Qin bangun dengan seketika setelah mendengar hal ini dan kembali untuk melapor pada Yuan An.

"Ada tiga hal yang sangat tidak lazim di wilayah Zhong Mou. Pertama, belalang tidak akan menyerbu wilayah itu. Kedua, bahkan burung-burung dan binatang pun terbenam dalam rasa belas kasih. Ketiga, seorang anak yang masih kecil telah mempunyai kebaikan dalam hatinya. Jika saya tinggal lebih lama lagi di sana, saya hanya akan mengganggu kebaikan yang menyebar di seluruh wilayah itu."

Menteri Yuan An melaporkan kebajikan Lu Gong ke istana Kerajaan.

Setelah Lu Gong menunaikan masa jabatannya di wilayah Zhong Mou, ia ia telah dipindahkan ke istana kerajaan karena prestasi dan perbuatannya yang mengagumkan dan telah dipromosikan menjadi perdana menteri.

Lu Gong adalah seorang pejabat berbudi luhur yang menekankan pentingnya perilaku moral yang baik. Orang-orang mencintainya karena ia memimpin dengan kebenaran dan kebajikan.

Cerita tentang kebajikannya yang mampu mengubah hati setiap orang ini telah diceritakan dari generasi ke generasi. Bahkan hingga saat ini, cerita-cerita Lu Gong menunjukkan kepada kita tentang kebaikan yang ada dalam diri setiap orang dan pengaruh dari suatu perbuatan baik. (Zhi Zhen/The Epoch Times/hty)

http://erabaru.net/featured-news/48-hot-update/7457-sifat-luhur-mampu-mengubah-hati-setiap-orang

Tidak Iri Hati dan Mengejar Nama

Dalam kebudayaan tradisional Tiongkok, diyakini bahwa setiap orang memiliki nasibnya sendiri dan keberuntungan sesuai dengan apa yang telah dilakukan dalam kehidupan sebelumnya. Keyakinan seperti itu juga lazim di dunia kultivasi.

Hal ini diyakini bahwa seseorang yang merugikan orang lain karena iri hati atau merasa diperlakukan tidak adil tidak akan mengubah nasibnya. Sebaliknya, hal ini akan menciptakan karma dan mengurangi pahala pada kehidupan berikutnya. Dengan pemikiran ini, seseorang harus berusaha untuk menjadi lebih murah hati dan pemaaf, melepaskan kecemburuan, karena hanya akan merugikan orang lain dan dirinya sendiri.

Lu Yuqin adalah penasihat politik penting Kaisar Taizhu, pendiri Dinasti Song. Lu Yuqin dikenal sebagai dermawan berbudi yang tidak iri hati pada orang lain.

Sebelum Kaisar Zhao Kuangyin mendirikan Dinasti Song, Lu mengabdi pada Dinasti Zhou. Ketika Zhao Kuangyin mendengar kemampuan Lu Yuqin, ia mengambil Lu sebagai seorang penasihat.

Zhao Kuangyin kemudian mendirikan Dinasti Song dan menjadi Kaisar Zhu, bersama dengan Lu Yuqin, Zhao Pu dan Li Chuyun, bersama-sama mendirikan Dinasti Song. Kecuali Lu, semua anggota pendiri, seperti Zhao Pu dan Li Chuyun, diberi posisi tinggi oleh Kaisar Zhu, hanya Lu yang tidak. Rata-rata orang mungkin akan menaruh dendam terhadap Kaisar Zhu, tapi Lu tidak.

Tak lama kemudian, Li Chuyun diturunkan dari kedudukannya di negara bagian Zizhou, dan ketika Lu Yuqin kembali dari sebuah perjalanan, Kaisar Taizu memanggil Lu untuk bertanya kepadanya tentang Li Chuyun. Jika Lu Yuqin iri hati terhadap Li Chuyun, dia bisa saja mengambil kesempatan untuk berbicara buruk tentangnya. Sebaliknya, dia mengatakan kepada Kaisar Taizhu untuk mempertahankan posisi Li. Pada akhirnya, Kaisar Taizu setuju dengan pendapat Lu.

Kemudian Zhao Pu menyerang Kaisar Taizu dalam perdebatan. Rekan-rekannya di istana menjauhi Zhao Pu dan mencelanya, berharap menggunakan kesempatan ini mendapat kedudukan lebih tinggi. Lu satu-satunya yang memberi alasan kepada Kaisar Taizu atas nama Zhao Pu, sehingga Taizhu tenang.

Lu Yuqin menjadi terkenal karena kemurahan hati, kejujuran, dan tidak irihati. Dia sangat dipuji sebagai tetua yang saleh. (Erabaru.net/art)






http://erabaru.net/featured-news/48-hot-update/7429-tidak-iri-hati-dan-mengejar-nama-

Minggu, 29 November 2009

Pemanasan Global Lebih Buruk dari Perkiraan



Sejak persepakatan Kyoto tahun 1997 tentang pemanasan global, perubahan iklim justru menunjukkan gejala memburuk dan makin cepat - melebihi perkiraan terburuk ditahun 1997.



Ketika dunia selama belasan tahun bicara tentang pemanasan global, lautan Artik yang tadinya beku kini mencair menjadi jalur-jalur baru perkapalan. Di Greenland dan Antartika, lapisan es telah berkurang triliunan ton. Gletser di pegunungan Eropa, Amerika Selatan, Asia, dan Afrika menciut sangat cepat.

Bersama itu pula, menjelang konferensi tingkat tinggi iklim di Kopenhagen bulan depan, fakta-fakta perubahan iklim lainnya terus berlangsung, antara lain:

* Semua samudera di dunia telah meninggi 1.5 inchi

* Musim panas dan kebakaran hutan makin parah di seluruh dunia, dari Amerika bagian barat hingga Australia, bahkan sampai Gurun Sahel di Afrika utara.

* Banyak spesies kini terancam karena berubahnya iklim. Bukan saja beruang kutub yang kepayahan bermigrasi (yang telah menjadi ikon pemanasan global), tapi juga pada kupu-kupu yang sangat rapuh, berbagai spesies kodok, dan juga pada hutan-hutan pinus di Amerika utara.

* Temperatur selama 12 tahun terakhir lebih panas 0.4 derajat dibandingkan dengan 12 tahun sebelum 1997

Sebelumnya, di tahun 90'an, para peneliti tak ada yang memperkirakan perubahan iklim akan separah saat ini, dan tak ada yang mengira semuanya akan terjadi secepat ini. "Penelitian terakhir menyatakan bahwa keadaan kita lebih pelik dari yang tadinya disangka," kata Janos Pasztor, penasehat iklim bagi Sekjen PBB, Ban Ki-moon.

Sejak perjanjian untuk mengurangi polusi gas berefek rumah kaca ditandatangani di Kyoto, Jepang, Desember 1997, level karbondioksida di udara telah meningkat 6,5 persen. Petinggi dari seluruh dunia akan bertemu lagi di Kopenhagen bulan depan untuk membentuk suatu perjanjian lanjutan, yang menurut Presiden Barack Obama "akan berdampak langsung secara operasional .... dan merupakan kemajuan dalam usaha menyatukan dunia untuk mencari pemecahan."

Meski begitu, nyatanya usaha terakhir di Kyoto tak mendapatkan hasil yang diinginkan.

Dari 1997 hingga 2008, emisi karbondioksida di dunia akibat penggunaan bahan bakar fosil telah meningkat 31 persen; emisi gas berdampak rumah kaca di Amerika juga naik 3,7 persen. Emisi dari China, yang kini merupakan penyebab polusi terbesar untuk jenis ini, telah berlipat dua selama periode 12 tahun ini. Ketika senat AS keberatan atas persetujuan terdahulu dan Presiden George W Bush mengundurkan diri dari hal itu, artinya 3 penyebab polusi terbesar dunia - AS, China, dan India - tak berpartisipasi dalam perjanjian pengurangan emisi itu. Negara berkembang tak diikutsertakan dalam protokol Kyoto dan kini hal itu akan menjadi salah satu masalah utama di Kopenhagen.

Dan gas berefek rumah kaca ternyata lebih kuat dampaknya dan lebih cepat terbentuknya daripada perkiraan, kata para ilmuwan. "Di tahun 1997, dampak dari perubahan iklim dipandang rendah; kini rasio perubahan makin cepat," kata Virginia Burkett, peneliti perubahan iklim global dari Survei Geologis AS.

Pernyataan terakhir itu mengkhawatirkan mantan Wapres Al Gore, yang membantu menengahi perjanjian menjelang akhir pertemuan di Kyoto. "Perbedaan yang paling serius yang kita alami adalah percepatan krisis itu sendiri," kata Gore dalam wawancara bulan ini.

Tahun 1997, pemanasan global adalah bahan pembicaraan ilmuwan bidang iklim, pakar lingkungan, dan pelobi kebijakan. Sekarang para pakar biologi, pengacara, ekonom, insinyur, analis asuransi, manajer resiko, pakar bencana alam, pedagang komoditas, ahli nutrisi, pakar etika, dan bahka psikolog turut terlibat dalam topik pemanasan global.

"Kita telah berjalan dari 1997, dimana pemanasan global adalah masalah abstrak di kalangan cendikiawan, hingga sekarang dimana masalah ini dibicarakan semua orang," kata Andrew Weaver, ilmuwan bidang iklim dari Universitas Victoria.

Perubahan dalam 12 tahun terakhir yang paling mengkhawatirkan para ilmuwan adalah yang terjadi di Artik, dimana lautan es musim panasnya lumer, dan hilangnya massa es beralas daratan pada lokasi-lokasi kunci di seluruh dunia. Semuanya terjadi jauh lebih cepat dari perkiraan.

Dahulu di tahun 1997 tak ada orang yang menyangka bahwa lautan es di Artik bisa meleleh - ini dimulai kira-kira 5 tahun yang lalu, - kata Weaver. Dari 1993 hingga 1997, es di lautan biasanya mengecil kira-kira menjadi 2,7 juta mil persegi di musim panas. Dalam lima tahun terakhir rata-rata hanya menjadi 2 juta mil persegi. Selisih itu sebesar Alaska.

Antartika mengalami peningkatan es laut yang kecil, dikarenakan efek dingin dari lubang di ozon, menurut Survei Antartika Inggris. Dalam waktu bersamaan, bongkah-bongkahan besar dari lapisan es lepas dari semenanjung Antartika.

Walau es di Samudera Artik tak meningkatkan permukaan laut, tapi lumernya lapisan es raksasa dan gletser bisa menaikkan permukaan laut. Kedua hal tersebut terjadi dengan cepat di kedua kutub bumi.

Pengukuran menunjukkan bahwa sejak tahun 2000, Greenland telah kehilangan lebih dari 1,5 triliun ton es, sementara Antartika 1 triliun ton sejak 2002. Menurut beberapa laporan dari Dewan Antar-Pemerintahan untuk Perubahan Iklim, para ilmuwan tidak mengantisipasi hilangnya lapisan es di Antartika, kata Weaver. Dan rasio kecepatan melelehnya es makin tinggi, sehingga lapisan es di Greenland kini meleleh dua kali lebih cepat dibanding tujuh tahun lalu, sehingga meninggikan permukaan laut.

Gletser di seluruh dunia menciut tiga kali lebih cepat dibanding tahun 1970'an dan rata-rata tiap gletser telah kehilangan es setebal 25 kaki (7,62 m) sejak 1997, kata Michael Zemp, peneliti di Badan Pengawan Gletser Dunia di Universitas Zurich.

"Gletser adalah pengukur iklim yang handal, " kata Zemp. "Yang terjadi adalah hilangnya es yang makin cepat."

Dan permafrost - yaitu kawasan beku di utara juga meleleh dengan kecepatan yang mengkhawatirkan, kata Burkett.

Ada satu lagi dampak pemanasan global - baru diketahui setelah tahun 1997 - yang membuat ilmuwan gigit jari. Semua samudera makin asam karena banyaknya karbondioksida yang diserap oleh air. Ini menyebabkan pengasaman, suatu isu yang bahkan tak diberi nama hingga beberapa tahun terakhir.

Air yang lebih asam akan merusak karang, kerang, dan plankton, yang ujungnya mengancam rantai makanan di lautan, kata para bakar biologi.

Di tahun 1997, "tak disebut perihal tumbuhan dan satwa" dalam hal pemanasan global. Namun kini keduanya ikut terancam, kata pakar biologi Universitas Stanford, Terry Root. Kini para ilmuwan sedang memikirkan spesies mana saja yang bisa diselamatkan dari kepunahan dan mana yang sudah tak tertolong. Beruang kutub adalah spesies pertama di daftar federal untuk spesies terancam, dan hewan sejenis kelinci kecil dari Amerika, Pika, kemungkinan juga terancam.

Lebih dari 37 juta hektar hutan pinus di Kanada dan Amerika telah dirusak oleh kumbang yang tak mati (terkendali populasinya) karena musim salju tak sedingin dahulu lagi. Dan di Amerika bagian barat, jumlah daerah yang mengalami kebakaran berlipat.

Penampung Sungai Colorado, penyedia air besar untuk Amerika Barat, hampir penuh di tahun 1999, tapi di tahun 2007 setengah dari persediaan air telah hilang setelah daerah itu menderita kemarau berkepanjangan terparah dalam catatan seabad.

Kerugian asuransi dan pemadaman listrik menjulang dan para ahli mengatakan bahwa pemanasaan global turut ada andilnya juga di sini. Jumlah pemadaman listrik sehubungan cuaca di Amerika dari 2004-2008 tujuh kali lebih tinggi dibanding tahun 1993-1997, kata Evan Mills, kata staf peneliti dari Lab. Nasional Lawrence Berkeley.

"Pesan dari segi ilmu pengetahuan ialah bahwa kini kita tahu lebih banyak dibanding tahun 1997, dan semuanya kabar buruk," kata Eileen Claussen, ketua dari Pusat Perubahan Iklim Global di Pew. "Keadaannya lebih parah dari perkiraan manapun."

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/11/24/0826156/pemanasan.global.lebih.buruk.dari.perkiraan.

Indonesia Berhutan Luas, Berperan Dalam Konvensi Perubahan Iklim


Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki peranan penting dalam pertemuan Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) di Kopenhagen, Denmark, pada Desember 2009 karena punya hutan yang luas.

"Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam pertemuan Kopenhagen karena miliki hutan yang besar," kata Menteri Negara untuk Energi dan Perubahan Iklim Inggris, Joan Ruddock, di Pekanbaru, Senin.

Karena itu, ujar dia, pihaknya juga melakukan pertemuan untuk bernegosiasi ke sejumlah negara lain mengajak dan mengajak negara itu menghasilkan sesuatu keputusan yang efektif dan ambisius pada pertemuan Kopenhagen.

Ruddock berjanji, kesepakatan yang diambil Indonesia dalam pertemuan internasional itu akan didukung sepenuhnya dan membantu Indonesia seperti pendanaan dalam perubahan iklim.

Pihaknya juga telah menjadwalkan melakukan pertemuan dengan para menteri terkait selama berada di Indonesia terkait komitmen pengurangan emisi berkisar antara 26 persen hingga 40 persen pada tahun 2020.

Namun, jelas Ruddock, Inggris tidak akan membandingkan komitmen pengurangan emisi dengan negaranya yang menargetkan penurunan sebesar 34 persen pada tahun 2020 dan 80 persen tahun 2050.

"Sulit membandingkan target pengurangan emisi Indonesia dan Inggris karena kadar emisi Indonesia tinggi, sedangkan Inggris stabil," ujarnya.

Selama sehari berada di Riau, Ruddock, yang didampingi Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Martin Hatfull, juga meninjau langsung lahan gambut di Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau.

Pihaknya juga melakukan pertemuan dengan para penggiat lingkungan dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal dan internasional di Pekanbaru.

"Kami juga mendengarkan LSM kenapa terjadi penebangan hutan dan melibatkan komunitas lokal untuk mengetahui rencana apa saja yang dilakukan demi mengurangi kerusakan hutan," ujarnya. (*)

http://www.antaranews.com/berita/1258409376/indonesia-berhutan-luas-berperan-dalam-konvensi-perubahan-iklim

Ilmuwan Pun Masih Bingung...


AFP/AUSTRALIAN ANTARCTIC DIVISION/BRETT QUINTON
Foto di atas diambil pada 7 November lalu. Divisi Antartika Australia memublikasikannya pada Jumat (13/11). Foto ini menunjukkan potongan es yang meluncur di Teluk Bauer, pantai barat Australia di bagian sub-Antartika di Pulau Macquarie. Ahli es Divisi Antartika Australia, Neal Young, mengatakan, potongan es tersebut merupakan bagian besar yang terlepas dari Dasar Es Ross sekitar satu dekade lalu.



Negara-negara maju
(baca: negara-negara industri) saat ini kebingungan. Mereka khawatir ditagih janjinya oleh negara-negara berkembang atas ”utang karbon dioksida” sejak abad ke-18. Hal itu karena salah satu mekanisme untuk menahan laju pemanasan global adalah mengerem emisi karbon dioksida.

Karbon dioksida (CO) telah menjadi ”penjahat pemanasan global”. Pemanasan global adalah pemicu berbagai fenomena iklim ekstrem yang membuahkan berbagai bencana di berbagai belahan dunia.

Untuk mengerem emisi CO, negara-negara maju diwajibkan mengurangi emisi gas rumah kaca—diekuivalenkan dengan emisi CO atau emisi karbon—melalui kesepakatan Protokol Kyoto. Ternyata sulit. Mereka mengeluhkan turunnya laju pertumbuhan ekonomi akibat mengerem emisi karbon. Alhasil, janji itu tak terpenuhi.

Yang sekarang dihadapi dunia adalah pada Pertemuan Para Pihak Ke-15 (COP-15) dari Konferensi Perubahan Iklim PBB (UNCCC), 7-18 Desember 2009 di Kopenhagen, Denmark, (nyaris) bisa dipastikan tak akan ada kesepakatan baru. Padahal Protokol Kyoto akan berakhir masa berlakunya pada 2012.

Untuk memenuhi janji tersebut, mereka juga bisa ”membeli” pengurangan emisi karbon dari negara berkembang atau miskin. Dengan itu, dana akan mengalir ke negara berkembang.

Jelas bahwa negara-negara kaya tidak akan mau menyerahkan dana ratusan miliar dollar kepada negara miskin hanya atas dasar kepercayaan.

Di balik itu semua sebenarnya para ilmuwan pun masih kebingungan. Padahal, skema ”membayar utang karbon” tersebut membutuhkan bukti-bukti konkret pengurangan emisi.

Masalahnya, saat ini belum dimungkinkan memonitor emisi karbon dari pembakaran bahan bakar fosil atau deforestasi.

”Sistem kami saat ini tidak cukup bagus untuk bisa membandingkan (emisi karbon) satu negara dengan negara lain. Saya rasa densitas pengamatan itu membutuhkan dua tingkatan magnitude (ukuran),” ujar Pieter Tans dari badan kelautan dan atmosfer nasional Amerika Serikat (NOAA) di Boulder, Colorado, AS.

Butuh audit


Ketika kepercayaan belaka tak cukup untuk mengatasi persoalan pemanasan global dan emisi karbon dunia, yang dibutuhkan adalah sebuah proses audit, pelaporan, dan pengukuran emisi karbon di suatu negara.

Hal itulah yang kemudian menjadi fokus dari pembicaraan kesepakatan global yang dilakukan maraton dan tampaknya menemui jalan buntu.

Yang pasti, pihak PBB berharap konferensi di Kopenhagen bisa menghasilkan kesepakatan dengan kewajiban yang lebih berat bagi negara-negara maju.

Negara-negara berkembang sekarang menekan negara maju. Mereka menginginkan, dalam kesepakatan baru yang berlaku 2013 itu negara maju bersedia mengurangi emisi karbonnya pada tahun 2020 dengan 25-40 persen di bawah emisi karbon tahun 1990. Juga, negara maju dituntut mengucurkan dana miliaran dollar serta memberikan teknologi ramah lingkungan kepada negara-negara berkembang.

Negara-negara berkembang yang maju ekonominya dituntut menekan emisinya. Negara-negara itu adalah China, India, Indonesia, dan Brasil. Emisi karbon dari negara-negara tersebut masuk dalam 10 besar emiter terbesar dunia. ”Jika tak ada sistem obyektif untuk menakar kesuksesan (suatu negara), bisa-bisa orang menuntut hal-hal di luar kemampuan negara tersebut,” ujar Tans dari Laboratorium Riset Sistem Bumi, NOAA.

Sangat bervariasi

Kemampuan dari setiap negara untuk mengukur emisinya jelas berbeda-beda tergantung dari kemajuan iptek tiap negara.

Negara-negara kaya, seperti Australia dan Amerika Serikat, telah mengembangkan metode pelaporan yang bisa diandalkan. Laporan itu mengenai penggunaan energi dan emisi bahan bakar fosil.

Menurut Pep Canadell dari Global Carbon Project, ”Sangat bervariasi. Di negara berkembang laporannya tidak terlalu akurat.” Menurut dia, sampai sekarang emisi China dari batu bara, minyak, dan gas dilaporkan 20 persen lebih rendah.

Pihak NOAA membangun jaringan pengujian udara global untuk menunjukkan betapa konsentrasi gas rumah kaca terus berubah seiring waktu. Saat ini konsentrasi karbon mendekati 390 bagian per juta (ppm)—bandingkan dengan 280 ppm pada awal era revolusi industri pada abad ke-18. Jika konsentrasi mencapai 450 ppm, temperatur Bumi akan meningkat 2 derajat celsius.

Berbagai negara telah melaporkan emisi gas rumah kaca ke Pusat Data Global Badan Meteorologi Dunia. Tujuannya, untuk mendapatkan peta emisi karbon musiman dan tahunan.

Namun para ilmuwan mengakui, butuh sekurangnya satu dekade atau dua dekade untuk menemukan sistem pengawasan yang akurat agar mampu menghitung emisi dari bahan bakar fosil, deforestasi, dan perubahan tata guna lahan. Persoalan lain adalah bagaimana menghitung besar penyerapan karbon oleh pohon dan lautan—keduanya sekaligus berfungsi sebagai emiter karbon.

Kesulitan lain, gas karbon selalu bergerak ke mana-mana akibat embusan angin. Bagaimana prosesnya, para ilmuwan belum menemukan jawabannya. Yang sudah dilakukan adalah melakukan simulasi ”sederhana” dengan model komputer.

Akibat dari segala kebingungan ilmiah tersebut adalah, ”Bagi saya tak ada hubungan antara perdagangan emisi dan verifikasi yang dibutuhkan untuk itu, dengan apa yang sebenarnya kita ukur,” ujar Britton Stephens dari NCAR di Boulder.

Para ilmuwan saat ini memang masih kalah dalam bernegosiasi dengan para politikus dunia. Buktinya, perdagangan karbon terus saja mendapat dukungan. Padahal...??? (ISW)

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/11/17/08220259/ilmuwan.pun.masih.bingung...

Belajar dari Kegagalan



Sebagai contoh adalah Nelson Mandela yang pernah menjadi tahanan politik selama lebih dari 15 tahun mendekam di penjara, namun saat ini kita semua tahu ia telah menjabat kedudukan sebagai seorang presiden. Contoh lain adalah seorang fisikawan yang sangat genius dan ternama Stephen Hawkings dengan kondisi tubuhnya yang nyaris lumpuh total dan dapat berjalan hanya karena bantuan kursi roda namun ia tetap memberikan banyak kontribusi dalam bidang ilmu pengetahuan fisika yang sangat berguna dan banyak dikagumi oleh ilmuwan-ilmuwan kelas dunia sampai saat ini. Dan masih banyak lagi contoh orang yang telah mengalami banyak sekali penderitaan dan percobaan baik itu berupa cacat fisik, cacat mental, banyak mengalami kegagalan, kejadian-kejadian buruk yang menimpa dirinya, dan sebagainya. Namun mereka tetap survive alias bertahan hidup dan tidak menyerah begitu saja terhadap keadaan mereka.
Jika mereka semua dapat tetap survive, mengapa kita tidak? Bukankah kondisi kita saat ini mungkin masih lebih baik dari kondisi mereka sekarang? Bukankah kita saat ini masih memiliki suatu tujuan yang ingin kita raih ?

Kita harus percaya bahwa kita sebagai manusia masing-masing telah diberikan potensi untuk tetap survive dalam kondisi yang sesulit apa pun oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Sehingga jika kita mau menggunakan potensi tersebut kita pasti akan dapat melalui kesulitan demi kesulitan yang kita hadapi. Karena seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kita sebagai manusia tidak mungkin akan selalu mengalami hal-hal yang menyenangkan, suatu saat kita pasti akan mengalami hal-hal yang menyedihkan hati kita, begitu pula sebaliknya. Dan pada saat itulah kita harus mengaktifkan potensi survive yang kita miliki. Dengan penuh keya-kinan kita harus percaya bahwa kita akan dapat mencapai kondisi yang menyenangkan hati kita.

Perisitiwa yang menyenangkan dan menyedihkan hati kita akan terjadi secara bergantian terhadap diri kita seperti dunia kita yang selalu berputar mengelilingi matahari pada orbitnya sehingga kita mengalami siang dan malam. Siang dan malam sama-sama memiliki makna yang positif bagi kita di mana pada saat siang kita bisa bekerja dengan baik dan malam merupakan waktu yang tepat untuk istirahat. Demikian pula kesenangan yang kita rasakan merupakan suatu momen yang membuat kita merasakan cinta dan kedamaian sedangkan kesedihan yang kita rasakan menjadi saat yang tepat bagi kita untuk melakukan introspeksi dan perbaikan terhadap diri kita dan lebih menghayati apa arti hidup ini serta membuat kita ingat kepada pencipta kita.

Belajar dari Kegagalan Adalah Salah Satu Pangkal Keberhasilan
Seseorang yang pernah mengalami kegagalan diharapkan untuk belajar dari kesalahannya tersebut dan tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk yang kedua kalinya maupun untuk yang ke sekian kalinya. Dengan demikian setiap kali seseorang melakukan kesalahan yang berbeda, ia akan belajar dari setiap kesalahannya tersebut dan menjadi lebih baik lagi sampai suatu saat ia akan berhasil meraih keberhasilan dalam hidupnya.

Dunia saat ini sudah mulai membuka mata terhadap setiap kita yang pernah melakukan kesalahan yang tidak disengaja dan memberikan penghargaan terhadap kesalahan yang pernah kita lakukan karena pengalaman membuat kesalahan tersebut bermanfaat untuk memperbaiki diri kita (membuat diri kita menjadi lebih baik) maupun mencegah orang lain melakukan kesalahan yang sama yang pernah kita lakukan. Sebagai contoh nyata dapat dilihat pada beberapa perusahaan raksasa dan ternama di Amerika Serikat yang mulai mengangkat staf barunya khusus para karyawan yang dikeluarkan dari perusahaan lamanya karena mereka pernah melakukan kesalahan-kesalahan tertentu. Tujuan perusahaan melakukan hal demikian yaitu mereka ingin mendapatkan pengalaman dan pelajaran yang berharga dari kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan di perusahaan tempat para calon karyawan baru tersebut bekerja sebelumnya. Sehingga dengan demikian diharapkan kesalahan yang sama tidak akan terjadi pada perusahaan yang bersangkutan sekarang, dan karyawan baru tersebut dapat menghindari kesalahan yang mungkin bisa terjadi seperti di perusahaan terdahulu. Perusahaan-perusahaan seperti ini biasanya memegang teguh prinsip bahwa melakukan kesalahan yang bukan disengaja adalah sesuatu yang wajar yang dapat terjadi pada semua orang. Dan memang pada kenyataannya tidak ada satu orang pun di dunia ini yang tidak pernah berbuat kesalahan.

Hikmah Kegagalan

Kegagalan adalah merupakan suatu reaksi positif dari usaha kita mencoba sesuatu. Mengapa reaksi positif? Karena dari kegagalan, kita sudah memiliki modal berupa pengalaman melakukan hal yang salah sehingga kita tidak akan mengulanginya kembali di lain waktu.

Agar kita tidak berlarut-larut hanyut dalam kegagalan, kita harus selalu mengusahakan untuk mencari makna positif dari setiap kegagalan yang menimpa kita sehingga bisa menjadi pelajaran bagi kita yang mengalaminya. Kita harus percaya bahwa seburuk-buruknya kegagalan yang kita alami, tetap terdapat makna positif yang bisa kita petik dan kita jadikan pedoman bagi tindakan berikutnya.

Salah satu contoh kisah hidup seseorang yang pernah mengalami kegagalan secara cukup signifikan adalah Soichora Honda yang kurang berhasil dalam dunia pendidikan di sekolahnya karena terlalu banyak melamun dan mereka-reka aneka penemuan genius, fisiknya lemah dan tidak tampan, sering mengalami kerugian dalam menjalankan usahanya dan nyaris bangkrut berkali-kali, namun ia tetap survive dan bahkan ia dapat membuktikan dirinya sebagai seorang yang sukses dalam mewujudkan impian-impiannya dan dikenang sampai saat ini melalui brand sepeda motor Honda yang memegang peranan sebagai pemimpin pasar di kelasnya.

Seseorang yang telah mencapai hal-hal yang diinginkannya biasanya mengalami perubahan mental, pola pikir, gaya hidup, cara bertindak, dan sebagainya. Perubahan-perubahan ini biasanya dapat menjerumuskan mereka ke dalam kejatuhan dan kegagalan. Dengan kata lain seseorang yang telah berhasil biasanya cenderung untuk menjadi sombong, tidak mau belajar dari orang lain, merasa bahwa dirinya adalah yang paling benar dan pandai, meremehkan orang lain, dan serakah. Sikap-sikap seperti inilah yang kebanyakan membuat orang-orang berhasil dan sukses masuk ke dalam jurang pencobaan dan menemui kegagalan dan kehancuran. Oleh karena itu apabila kita suatu saat telah menjadi orang yang sukses, kita harus waspada dan sering-sering mengintrospeksi diri karena perubahan-perubahan sikap yang kita alami baik secara langsung maupun tidak langsung dapat membawa kita kepada kejatuhan dan kegagalan.
Sebaliknya kegagalan yang berkali-kali dialami seseorang dapat mendidik orang tersebut menjadi lebih tangguh dan lebih tangguh lagi karena ia banyak belajar dari kegagalan yang dialaminya. Dan apabila ia semakin bertekun bukan tidak mustahil ia akan berhasil meraih kesuksesan dan keberhasilan yang gemilang.

Bangkit dari Kegagalan

Sebagai manusia tentu kita memiliki perasaan dan emosi. Pada saat kita melakukan kesalahan ataupun kegagalan yang menurut kita sangat mengecewakan dan memalukan diri kita, tentu kita dapat merasa kesal, sedih, dan bingung. Tidak jarang pula kita mungkin marah terhadap diri kita sendiri. Jika kita memang merasakan hal yang demikian, kita berhak meluapkan kesedihan kita sejenak dengan menangis, menceritakan kekesalan maupun kesedihan kita kepada keluarga kita ataupun sahabat yang kita percayai, mungkin juga berteriak dengan keras di suatu lapangan rumput yang luas atau berbagai ekspresi kekesalan maupun kesedihan kita lainnya yang wajar dan tidak merugikan pihak lain.

Namun kita tidak boleh terus-menerus terlarut dalam situasi dan kondisi seperti itu. Kita tidak boleh terus-menerus menangisi keadaaan kita, kita juga tidak boleh terus-menerus marah terhadap diri kita dan mengatakan bahwa kita adalah orang yang paling bodoh dan paling gagal sedunia. Kita tidak berhak mengklaim diri kita seperti itu karena masih banyak orang yang lebih gagal dari kita yang tidak kita ketahui, selain itu juga perbuatan tersebut akan menghalangi kita meraih kesuksesan yang sedang menanti untuk kita raih. Kita harus sesegera mungkin membebaskan diri dari perasaan tersebut, bangkit kembali dan mencoba melakukan tindakan-tindakan perbaikan.

Kegagalan bukan merupakan suatu hal yang patut untuk ditangisi dan disesali terus- menerus, karena tangis tidak akan mengubah kegagalan yang telah menimpa kita, namun kita harus berbesar hati karena kita telah memiliki pengalaman yang mungkin tidak dimiliki oleh orang lain. Bangkit kembali dari kegagalan memang bukan hal yang mudah, namun juga bukan merupakan hal yang mustahil. Yakinilah dan niscaya kita akan berhasil!

Beberapa Sikap Positif dalam Menghadapi Kegagalan

Sikap#1:
Selalu Berpikir Positf untuk Meraih hal yang Positif dalam Hidup
Sebagai manusia kita harus selalu berpikir hal-hal yang positif agar tindakan dan perilaku kita juga mengarah kepada hal-hal yang positif. Dengan demikian diharapkan hasil dari tindakan dan perilaku kita yang positif tersebut dapat menghasilkan buah-buah yang positif juga.

Sebagai contoh apabila suatu saat kita sedang marah dan kesal terhadap salah satu rekan kerja kita di kantor, pada saat kita bertemu dengannya hati kita akan menjadi kacau dan mungkin dalam hati kita memiliki keinginan ingin memukulnya atau hal lain dengan maksud menyakitinya. Dan apabila hal ini terus-menerus kita pupuk dalam hati kita, maka bukan mustahil suatu saat apabila kita bertemu dengan rekan kita tersebut kita akan memukulnya. Dan akibat dari pemukulan yang kita lakukan tersebut adalah suatu perkelahian sehingga kita akan menuai hal-hal negatif dalam hidup kita.

Sikap#2:
Ratapi dan Renungkan kesalahan dan kegagalan kita sampai sebelum matahari terbit keesokan harinya.
Kita boleh menyesali, menangisi, meratapi, dan merenungi kesalahan maupun kegagalan yang telah kita lakukan, namun berikan batas waktu sampai dengan sebelum matahari terbit keesokan harinya kita harus sudah dapat mengambil hikmahnya dan berhenti meratapi kesalahan dan kegagalan yang telah kita lakukan. Mengapa demikian? Karena sedalam-dalamnya kita meratap, sekeras-kerasnya kita menangis, kesalahan dan kegagalan yang telah kita perbuat tidak akan bisa ditarik kembali. Kita harus melakukan tindakan untuk memperbaiki kesalahan yang telah kita lakukan.

Sikap#3:
Hapus Air Mata dan Bangkitkan Minat Mencoba
Setelah kita memahami apa makna dari kesalahan dan kegagalan yang kita lakukan, kita harus bangkit kembali dengan semangat dan energi yang baru untuk mencoba kembali meraih apa yang telah kita cita-citakan sebelumnya. Kita harus membangkitkan keyakinan dalam diri bahwa kita adalah orang yang berhasil, meskipun pada kenyataannya mungkin kita telah mengalami kegagalan berkali-kali. Setiap kali kita melakukan kesalahan dan gagal, kita harus percaya bahwa kita hanya perlu mencoba sekali lagi untuk meraih keberhasilan yang telah menanti kita.

Sukses Adalah Percobaan yang ke… dan Berhasil

Satu tip yang dapat saya bagikan untuk dapat meraih kesuksesan adalah kita harus berani mencoba, menganalisis hasil yang kita peroleh dari setiap percobaan yang telah kita lakukan dan kemudian mencoba lagi sampai kita berhasil memperoleh apa yang kita inginkan.

Mungkin kita mengalami kegagalan pada saat kita mencoba untuk yang pertama kalinya, kemudian kita mencoba untuk yang kedua kali, ketiga kali dan keempat kalinya namun masih gagal juga. Saran saya adalah kita jangan berhenti begitu saja, karena kita tidak akan pernah tahu kita akan berhasil pada percobaan yang ke berapa. Apakah kita baru akan berhasil setelah kita mencoba 5 kali, atau 10 kali atau mungkin kita baru berhasil setelah mencoba sebanyak 99 kali.

Mungkin kita bisa memperkirakan, mengharapkan bahwa kita akan berhasil pada percobaan yang kelima kali, namun kita tidak akan pernah tahu pasti sebelum kita mencoba melakukannya. Setiap orang memiliki jumlah percobaan yang berbeda yang harus ditempuh sebelum ia berhasil meraih kesuksesan.
Jika kita memang memiliki keyakinan yang kuat pada satu pekerjaan kita, teruslah mencoba sampai kita berhasil. Namun apabila kita merasa apa yang sedang kita kerjakan tidak sesuai dengan jalan hidup yang kita tempuh, kita berhak utnuk mencoba hal yang lain.

Satu hal penting yang harus diingat adalah setiap kali kita mengalami kegagalan dalam mencoba kita harus mengambil pelajaran dari kesalahan tersebut, menganalisis sebab dan akibat dari kesalahan yang kita lakukan sehingga kita tidak melakukan kesalahan yang sama pada percobaan kita yang berikutnya

Oleh DWI SANJAYA

http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2003/0121/man01.html

MEMAHAMI KEBUDAYAAN

Kebudayaan atau culture adalah keseluruhan pemikiran dan benda yang dibuat atau diciptakan oleh manusia dalam perkembangan sejarahnya. Ruth Benedict melihat kebudayaan sebagai pola pikir dan berbuat yang terlihat dalam kehidupan sekelompok manusia dan yang membedakannya dengan kelompok lain. Para ahli umumnya sepakat bahwa kebudayaan adalah perilaku dan penyesuaian diri manusia berdasarkan hal-hal yang dipelajari/learning behavior (Sajidiman, dalam “Pembebasan Budaya-Budaya Kita” ;1999).

Kebudayaan sifatnya bermacam-macam, akan tetapi oleh karena semuanya adalah buah adab (keluhuran budi), maka semua kebudayaan selalu bersifat tertib, indah berfaedah, luhur, memberi rasa damai, senang, bahagia, dan sebagainya. Sifat kebudayaan menjadi tanda dan ukuran tentang rendah-tingginya keadaban dari masing-masing bangsa (Dewantara; 1994).

Kebudayaan dapat dibagi menjadi 3 macam dilihat dari keadaan jenis-jenisnya: * Hidup-kebatinan manusia, yaitu yang menimbulkan tertib damainya hidup masyarakat dengan adapt-istiadatnya yang halus dan indah; tertib damainya pemerintahan negeri; tertib damainya agama atau ilmu kebatinan dan kesusilaan. * Angan-angan manusia, yaitu yang dapat menimbulkan keluhuran bahasa, kesusasteraan dan kesusilaan. * Kepandaian manusia, yaitu yang menimbulkan macam-macam kepandaian tentang perusahaan tanah, perniagaan, kerajinan, pelayaran, hubungan lalu-lintas, kesenian yang berjenis-jenis; semuanya bersifat indah (Dewantara; 1994). Ki Hajar Dewantara mendefinisikan kebudayaan sebagai kemenangan atau hasil perjuangan hidup, yakni perjuangannya terhadap 2 kekuatan yang kuat dan abadi, alam dan zaman.

Kebudayaan tidak pernah mempunyai bentuk yang abadi, tetapi terus menerus berganti-gantinya alam dan zaman. (Dewantara; 1994). KEBUDAYAAN NASIONAL Kebudayaan Nasional Indonesia adalah segala puncak-puncak dan sari-sari kebudayaan yang bernilai di seluruh kepulauan, baik yang lama maupun yang ciptaan baru, yang berjiwa nasional (Dewantara; 1994). Kebudayaan Nasional Indonesia secara hakiki terdiri dari semua budaya yang terdapat dalam wilayah Republik Indonesia. Tanpa budaya-budaya itu tak ada Kebudayaan Nasional. Itu tidak berarti Kebudayaan Nasional sekadar penjumlahan semua budaya lokal di seantero Nusantara. Kebudayan Nasional merupakan realitas, karena kesatuan nasional merupakan realitas.

Kebudayaan Nasional akan mantap apabila di satu pihak budaya-budaya Nusantara asli tetap mantap, dan di lain pihak kehidupan nasional dapat dihayati sebagai bermakna oleh seluruh warga masyarakat Indonesia (Suseno; 1992). Dalam pasal 32 UUD 1945 dinyatakan, “Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi-daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai Kebudayaan Bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia” (Atmadja, dalam “Pembebasan Budaya-Budaya Kita; 1999).

AKAR KEBUDAYAAN INDONESIA

Berikut ini akan penulis kutipkan mengenai sejarah nenek moyang bangsa Indonesia dari tulisan Mochtar Lubis pada tahun 1986 dalam pidato kebudayaannya yang berjudul “Situasi Akar Budaya Kita”. Nenek moyang kita adalah bahagian dari arus perpindahan manusia yang bergerak di zaman lampau yang telah hilang sebagai hilangnya bayangan wayang dari layar sejarah, bergerak dari bagian Timur Eropa Tengah dan bagian Utara wilayah Balkan sekitar laut Hitam ke arah timur, mencapai Asia, masuk ke Tiongkok. Dan di Tiongkok arus perpindahan ini bercabang-cabang ke utara, timur dan selatan. Arus selatan mencapai daerah Yunan, sedang bagian timur mencapai laut Indo Cina. Di sinilah tempat lahirnya budaya asal Indonesia.

Manusia-manusia yang berpindah dan bergerak ke Asia dari Eropa Tengah dan Wilayah Balkan itu adalah orang Tharacia, Iliria, Cimeria, Kakusia, dan mungkin termasuk orang Teuton, yang memulai perpindahan mereka di abad ke-9 hingga abad ke-8 sebelum nabi Isa. Mereka membawa keahlian membuat besi dan perunggu. Nenek moyang orang Indonesia yang telah berada terlebih dahulu dari mereka di daerah Dongson ini telah mengembangkan seni monumental tanpa banyak ornamentik yang dekoratif. Dari pendatang-pendatang baru ini mereka mengambil alih, menerima, dan mencernakan seni ornamentik pendatang-pendatang dari barat ini. Tidak saja dalam ornamentik, akan tetapi juga dalam hiasan tenunan (amat banyak persamaan antara hiasan tenun Indonesia dan Balkan umpamanya), dan juga dalam musik dan nyayian. Jaap Kunst, seorang ahli musik, juga ahli musik Indonesia mengindentifikasikan persamaan nyayian rakyat di pulau Flores dengan nyanyian rakyat di bagian timur Yugoslavia (Balkan). Kebudayaan Dongson menunjukkan lebih banyak persamaan dan kaitan dengan budaya Eropa dibanding budaya Cina. Nenek moyang Dongson inilah yang bergerak ke selatan, dan kemudian mencapai Nusantara.

Di Nusantara hampir tidak ada perpisahan antara zaman perunggu dan zaman besi. Hal ini sama juga terjadi di Indo Cina. Dalam penggalian situs-situs purbakala, perunggu dan besi selalu ditemukan bersama-sama. Hulu pisau dongson banyak berbentuk manusia, seperti keris Majapahit. Bentuk hulu pisau yang serupa juga ditemukan di Holstein (Jerman), Denmark, dan di Kauskasus. Tetapi, sebelum nenek moyang dari Dongson turun ke Nusantara, kelompok-kelompok manusia lain telah terlebih dahulu datang. Selama zaman es terakhir, kurang lebih 15.000 tahun sebelum Masehi, sejarah bumi Nusantara menunjukkan bahwa sebagian besar Nusantara bagian barat menyatu dengan daratan Asia Tenggara, Jawa, Sumatera, Kalimantan dan wilayah yang kini laut Jawa. Ketika es berakhir, permukaan laut naik kembali, dan terbentuklah gugusan pulau-pulau seperti yang kita kenal kini.

Sejarah bumi Nusantara telah berpengaruh besar pada perkembangan manusia Melayu-Polinesia. Mereka menjadi bangsa maritim, yang kurang lebih 1000 tahun sebelum nabi Isa megarungi Samudera Hindia. Manuskrip tua Hebrew dari masa akhir 2000 dan permulaan 1000 sebelum tahun Nabi Isa telah menyebut perdagangan kulit manis dari berbagai tempat sepanjang pantai timur Afrika. Sebuah naskah Arab dari abad ke 13 menceritakan masuknya orang Melayu-Polinesia ke belahan barat Samudera Hindia. Naskah itu mengatakan bahwa di masa mundurnya Kerajaan Fira’un di Mesir, tempat yang bernama Aden, yang menguasai jalan masuk ke laut Merah (yang masa itu merupakan tempat penduduk nelayan), telah direbut oleh orang Qumr (Melayu-Polinesia) yang datang dengan armada yang terdiri dari perahu-perahu yang memakai cadik. Mereka mengusir penduduk setempat, membangun berbagai monumen dan memilihara hubungan langsung dengan pulau Madagaskar dan Asia Tenggara. Para ahli sejarah menyebutkan hal itu mungkin terjadi di masa Nabi Isa masih hidup. Untuk masa yang cukup lama orang Melayu-Polinesia menguasai pelayaran dan perdagangan lewat Samudera Hindia dari Asia Tenggara ke pintu Laut Merah, sepanjang pantai timur Afrika dan Pulau Madagaskar. Dalam melakukan ini, mereka juga telah membawa berbagai kekayaan budaya ke Madagaskar dan Afrika. Di Madagaskar mereka telah menetap di belahan barat pulau itu. Hingga kini masih terlihat berbagai persamaan kata antara bahasa Madagaskar dan bahasa suku Manyaan di Kalimantan. Ke timur, nenek moyang Melayu-Polinesia ini berlayar jauh ke pedalaman pasifik, menetap di berbagai kepulauan, dan mereka paling ke timur mencapai Easter Island, pulau terjauh ke timur dari Nusantara. Jelaslah bahwa budaya bangsa kita berakar jauh ke zaman prasejarah, ke masa silam yang begitu jauhnya, hingga telah lenyap dari ingatan bangsa kita. Jelas pula bahwa kita telah mewarisi budaya dunia yang ada di masa itu, di samping nenek moyang kita telah memberi pula sumbangan pada budaya-budaya bangsa lain di seberang Samudera Hindia, serta menciptakan berbagai budaya di Madagaskar, dan di kepulauan-kepulauan Samudera Pasifik. Mengingat ini kembali, apakah kita kini, sebagai pewaris langsung dari mereka, harus merasa gentar menghadapi abad ke 21 dan seterusnya? Seharusnya tidak! Kita harus berani memeriksa diri secara cermat. Apa kekurangan-kekurangan kita kini, hingga kita tidak memiliki kemampuan, keberanian dan daya cipta untuk berbuat yang besar-besar bagi bangsa kita dan umat manusia hari ini? Proses melalui zaman Mesolitik mencapai zaman Neolitik mungkin terjadi kurang lebih 3500-2500 tahun sebelum Nabi Isa. Ketika itu mereka mulai tinggal bersama dalam komunitas-komunitas kecil dan mulai mengembangkan pertanian dan sistem pengairan. Di zaman ini berkembang akar budaya musyawarah Indonesia, karena di kala itu belum ada kepala dan raja, dan semuanya masih dimusyawarahkan oleh semua anggota komunitas, dipimpin oleh orang-orang yang lebih tua. Wanita ikut bermusyawarah, dan anak-anak boleh hadir dan ikut mendengar. Di suku Sakudei di pulau Mentawai, seorang peneliti Swiss melaporkan bahwa dia masih menemukan tradisi musyawarah yang lama itu. Akar budaya kita juga tumbuh dalam kepercayaan bahwa segala yang ada di bumi memiliki ”ruh-ruh” sendiri. Ruh manusia adalah saudaranya, yang dapat melepaskan diri dari dalam badan seseorang, dan ruh itu dapat mengalami bencana dalam petualangannya di luar tubuh kita, yang dapat mengakibatkan yang punya tubuh jatuh sakit atau mati. Manusia harus berbaik-baik dalam hubungannya dengan dunia roh ini. Selanjutnya nenek moyang kita di masa Megalitik itu memiliki konsep hubungan dan pertentangan antara dunia atas dan dunia bawah.

Dalam upacara-upacara khusus, mereka membangun megalith-megalith dengan tujuan melindungi ruh dari bahaya-bahaya yang datang dari dunia bawah, untuk menjadi penghubung antara yang hidup dan yang telah mati, dan untuk mengabadikan kekuatan-kekuatan magis mereka yang membangun megalith-megalith tersebut, atau untuk siapa batu-batu itu dibangun. Megalith-megalith dibangun untuk memperkuat kesuburan manusia, ternak dan apa yang mereka tanam, dan dengan demikian memperbesar kekayaan generasi-generasi yang akan datang. Kebudayaan Megalitik ini kemudian dimasuki oleh budaya Dongson yang membawa teknologi perunggu dan besi, dan memberikan nafas dan kekuatan serta daya cipta baru pada kelompok-kelompok budaya di Nusantara. Diperkirakan pula bahwa budaya Dongson membawa teknologi bertanam padi di sawah. Teknologi padi sawah mendorong komunitas-komunitas kecil untuk lebih berintegrasi mengembangkan dan memilihara sistem pengairan, koordinasi bertanam serempak pada waktu yang sama.

Dalam proses sejarah, teknologi padi sawah ini telah mendorong proses integrasi masyarakat-masyarakat desa Indonesia yang hingga kini tumpuan kehidupan terbesar bangsa kita. Ia juga erat hubungannya dengan irama iklim, datang musim kering dan musim hujan, yang mempengaruhi pola kehidupan di Indonesia. Musim panen merupakan musim perkawinan umpamanya. Pemujaan nenek moyang merupakan salah satu akar budaya bangsa Indonesia. Pandangan kosmik mengenai kontradiksi antara dunia bawah dan dunia atas tercermin dalam organisasi sosial berbagai suku bangsa kita; garis ibu dan garis ayah, hubungann dasar antara dua suku yang saling mengambil laki-laki dan perempuan dari dua suku untuk perkawinan, membuat tiada satu suku lebih tinggi kedudukannya dari yang lain. Setiap suku bergantian menduduki tempat yang superior dan tempat di bawah. Struktur tradisi kesukuan ini merupakan sebuah mekanisme ke arah demokrasi, yang seandainya kita pandai mengembangkannya dapat merupakan kekuatan untuk tradisi demokrasi bangsa kita. Datangnya agama Budha, Hindu dan Islam, bangkitnya feodalisme, lalu datang orang Eropa membawa penindasan penjajah, dan agama Nasrani, lalu lewat pendidikan Barat masuk pula ilmu pengetahuan modern dan tekonologi modern telah mendorong berbagai proses kemasyarakatan, politik, ekonomi, dan budaya, yang akhirnya membawa manusia Indonesia pada keadaan hari ini. Akar budaya lama jadi layu dan terlupakan, meskipun ada diantaranya tanpa kita sadari masih berada terlena di bawah sadar kita.

Bangkitnya feodalisme di Indonesia dengan lahirnya berbagai kerajaan besar dan kecil telah mengubah hubungan antara kekuasaan dan manusia atau anggota masyarakat. Penjajahan Belanda menggunakan sistem menguasai dan memerintah melalui kelas bangsawan atau feodal lama Indonesia telah meneruskan tradisi feodal berlangsung terus dalam masyarakat kita. Malahan setelah Indonesia merdeka, hubungan-hubungan diwarnai nilai-nilai feodalisme masih berlangsung terus, hingga sering kita mengatakan bahwa kita kini menghadapi neo-feodalisme dalam bentuk-bentuk baru. Semua pendidikan modern, falsafah Barat dan Timur, ideologi-ideologi yang datang dari Barat mengenai manusia dan masyarakat. Agama Islam dan Nasrani yang jadi lapis terakhir di atas kepercayaan-kepercayaan lama dan nilai-nilai akar budaya kita, oleh daya sinkritisme manusia Indonesia, semuanya diterima dalam dirinya tanpa banyak konflik dalam jiwa dan diri kita.

Sesuatu terjadi dalam diri kita, hingga secara budaya tidak mampu memisahkan yang satu dari yang lain: mana yang takhyul, mana yang ilmiah, mana yang bayangan, mana yang kenyataan, mana yang mimpi dan mana dunia nyata. Malahan banyak orang kini membuat ilmu dan teknologi jadi takhyul dalam arti, orang percaya bahwa ilmu dan teknologi dapat menyelesaikan semua masalah manusia di dunia. Dan ada yang berbuat sebaliknya. Kita jadi tidak tajam lagi membedakan mana yang batil dan mana yang halal. Karena itu beramai-ramai dan penuh kebahagiaan kita melakukan korupsi besar-besaran, dan tidak merasa bersalah sama sekali (Lubis, dalam ”Pembebasan Budaya-Budaya Kita; 1999). KEBUDAYAN BARAT DI INDONESIA Proses akulturasi di Indonesia tampaknya beralir secara simpang siur, dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus: ”the things of humanity all humanity enjoys”. Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan internasional yang jelas menguntungkan secara positif. Akan tetapi pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya kerap kali timbul reaksi, karena kategori berpikir belum mendamaikan diri dengan suasana baru atau penataran asing.

Taraf-taraf akulturasi dengan kebudayaan Barat pada permulaan masih dapat diperbedakan, kemudian menjadi overlapping satu kepada yang lain sampai pluralitas, taraf, tingkat dan aliran timbul yang serentak. Kebudayaan Barat mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis demi lapis, makin lama makin luas lagi dalam (Bakker; 1984). Apakah kebudayaan Barat modern semua buruk dan akan mengerogoti Kebudayaan Nasional yang kita gagas? Oleh karena itu, kita perlu merumuskan definisi yang jelas tentang Kebudayaan Barat Modern. Frans Magnis Suseno dalam bukunya ”Filsafat Kebudayan Politik”, membedakan tiga macam Kebudayaan Barat Modern: a. Kebudayaan Teknologi Modern Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat Modern dan Kebudayaan Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis Modern merupakan anak Kebudayaan Barat. Akan tetapi, meskipun Kebudayaan Teknologis Modern jelas sekali ikut menentukan wujud Kebudayaan Barat, anak itu sudah menjadi dewasa dan sekarang memperoleh semakin banyak masukan non-Barat, misalnya dari Jepang.

Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks. Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam putih hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan hidup sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern dalam pembuatannya. Kebudayaan Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai, netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi ideologis atau keagamaan. Seorang Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan mereka masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok bersifat instumental. b. Kebudayaan Modern Tiruan Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan sesuatu yang mau saya sebut sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan lapangan terbang internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried Chicken (KFC).

Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh hasil teknologi tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty free shop dengan tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng dan modern, meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real kabin pesawat terbang; semuanya artifisial, semuanya di seluruh dunia sama, tak ada hubungan batin. Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong karena kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran. Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang dibeli, melainkan demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini, bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan sungguh-sungguh.

Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu, akan tetapi kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC bukan karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah modern. c. Kebudayaan-Kebudayaan Barat Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan Kebudayaan Barat Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan Barat, tetapi bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia mengancam identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis, spayol, Jerman, bahkan barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas mereka masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan itu belum menjadi Kebudayaan Coca Cola. Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat palsu itu, dengan demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga belum akan mengerti bagaimana orang Barat menilai, apa cita-citanya tentang pergaulan, apa selera estetik dan cita rasanya, apakah keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya, apakah paham tanggung jawabnya (Suseno; 1992).

SITUASI BUDAYA INDONESIA

Dalam pemaparan tentang akar budaya di atas tadi telah kita ketahui bahwa nenek moyang kita adalah nenek moyang yang tangguh dan bangsa ini telah mampu melakukan akulturasi secara positif sehingga kita bisa mengintegrasikan kebudayaan luar untuk meningkatkan budaya sendiri. Namun kita harus melihat secara riil bagaimanakah keadaan budaya kita hari ini. Sajiman Surjohadiprojo dalam pidato kebudayaannya di tahun 1986 menyampaikan tentang persoalah kita hari ini, yaitu kurang kuatnya kemampuan mengeluarkan energi pada manusia Indonesia.

Hal ini mengakibatkan kurang adanya daya tindak atau kemampuan berbuat. Rencana konsep yang baik, hasil dari otak cerdas, tinggal dan rencana dan konsep belaka karena kurang mampu untuk merealisasikannya. Akibat lainnya adalah pada disiplin dan pengendalikan diri. Lemahnya disiplin bukan karena kurang kesadaran terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku, melainkan karena kurang mampu untuk membawakan diri masing-masing menetapi peraturan dan ketentuan yang berlaku. Kurangnya kemampuan mnegeluarkan energi juga berakibat pada besarnya ketergantungan pada orang lain. Kemandirian sukar ditemukan dan mempunyai dampak dalam segala aspek kehidupan termasuk kepemimpinan dan tanggung jawab. Menurut beliau kelemahan ini merupakan Kelemahan Kebudayaan. Artinya, perbaikan dari keadaan lemah itu hanya dapat dicapai melalui pendekatan budaya. Pemecahannya harus melalui pendidikan dalam arti luas dan Nation and Character Building (Surjohadiprodjo, dalam ”Pembebasan Budaya-Budaya Kita; 1999).

Mochtar Lubis juga dalam kesempatan yang sama saat Temu Budaya tahun 1986, menyampaikan bahwa kondisi budaya kita hari ini ditandai secara dominan oleh ciri: 1. Kontradiksi gawat antara asumsi dan pretensi moral budaya Pancasila dengan kenyataan. 2. Kemunafikan. 3. Lemahnya kreativitas. 4. Etos kerja brengsek. 5. Neo-Feodalisme. 6. Budaya malu telah sirna ( Lubis, 1999).

TANTANGAN KEBUDAYAAN INDONESIA

1. Kebudayaan Modern Tiruan Tantangan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah Kebudayaan Modern Tiruan. Dia mengancam justru karena tidak sejati, tidak substansial. Yang ditawarkan adalah semu. Kebudayaan itu membuat kita menjadi manusia plastik, manusia tanpa kepribadian, manusia terasing, manusia kosong, manusia latah. Kebudayaan Blasteran Modern bagaikan drakula: ia mentereng, mempunyai daya tarik luar biasa, ia lama kelamaan meyedot pandangan asli kita tentang nilai, tentang dasar harga diri, tentang status.

Ia menawarkan kemewahan-kemewahan yang dulu bahkan tidak dapat kita impikan. Ia menjanjikan kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal kita mau berhenti berpikir sendiri, berhenti membuat kita kehilangan penilaian kita sendiri. Akhirnya kita kehabisan darah , kehabisan identitas. Kebudayaan modern tiruan membuat kita lepas dari kebudayaan tradisional kita sendiri, sekaligus juga tidak menyentuh kebudayaan teknologis modern sungguhan (Suseno;1992)

2. Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa, budaya adalah perjuangan manusia dalam mengatasi masalah alam dan zaman. Permasalahan yang paling mendasar bagi manusia adalah masalah makan, pakaian dan perumahan. Ketika orang kekurangan gizi bagaimana ia akan mendapat orang yang cerdas. Ketika kebutuhan pokok saja tidak terpenuhi bagaimana orang akan berpikir maju dan menciptakan teknologi yang hebat. Jangankan untuk itu, permasalahan pemenuhan kebutuhan kita sangat mempengaruhi pola hubungan di antara manusia. Orang rela mencuri bahkan membunuh agar ia bisa makan sesuap nasi. Sehingga, kelalaian dalam hal ini bukan hanya berdampak pada kemiskinan, kelaparan, kematian, akan tetapi akan berpengaruh dalam tatanan budaya-sosial masyarakat.

3. Masalah Pendidikan yang Tepat Pendidikan masih menjadi permasalahan yang menjadi perhatian serius jika bangsa ini ingin dipandang dalam percaturan dunia. Ada fenomena yang menarik terkait dengan hal ini, yaitu mengenai kolaborasi kebudayaan dengan pendidikan, dalam artian bagaimana sistem pendidikan yang ada mengintrinsikkan kebudayaan di dalamnya. Dimana ada suatu kebudayaan yang menjadi spirit dari sistem pendidikan yang kita terapkan.

4. Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Problem ini beranjak ketika kita sampai saat ini masih menjadi konsumen atas produk-produk teknologi dari negara luar. Situasi keilmiahan kita belum berkembang dengan baik dan belum didukung oleh iklim yang kondusif bagi para ilmuan untuk melakukan penelitian dan penciptaan produk-produk, teknologi baru. Jika kita tetap mengandalkan impor produk dari luar negeri, maka kita akan terus terbelakang. Oleh karena itu, hal ini tantangan bagi kita untuk mengejar ketertinggalan iptek dari negara-negara maju.

5. Kondisi Alam Global Beberapa waktu yang lalu di halaman depan harian Kompas tanggal 12 April 2007, ada berita menarik mengenai keadaan bumi hari ini, ’Pemanasan Global, Jutaan Orang akan Teracam”. Pemanasan global akan memberi dampak negatif yang nyata bagi kehidupan ratusan juta warga di dunia. Demikianlah antara lain isi laporan kedua PBB yang sudah dipublikasikan tahun 2007. Laporan pertama berisikan bukti ilmiah perubahan iklim, sedangkan laporan ketiga akan membeberkan tindakan untuk menanganinya. Laporan para pakar yang tergabung dalam Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) dibeberkan dalam jumpa pers secara serentak di berbagai belahan dunia, Selasa (10/04/2007). Laporan setebal 1.572 halaman itu ditulis dan dikaji 441 anggota IPCC. Salah satu dampak pemanasan global adalah meningkatnya suhu permukaan bumi sepanjang lima tahun mendatang. Hal itu akan mengakibatkan gunung es di Amerika Latin mencair. Dampak lanjutannya adalah kegagalan panen, yang hingga tahun 2050 mengakibatkan 130 juta penduduk dunia, terutama di Asia, kelaparan. Pertanian gandum di Afrika juga akan mengalami hal yang sama. Laporan itu menggarisbawahi dampak pemanasan global berupa meningkatnya permukaan laut, lenyapnya beberapa spesies dan bencana nasional yang makin meningkat. Disebutkan, 30% garis pantai di dunia akan lenyap pada 2080. Lapisan es di kutub mencair hingga terjadi aliran air di kutub utara. Hal itu akan mengakibatkan terusan Panama terbenam. Naiknya suhu memicu topan yang lebih dasyat hingga mempengaruhi wilayah pantai yang selama ini aman dari gangguan badai. Banyak tempat yang kini kering makin kering, sebaliknya berbagai tempat basah akan semakin basah. Kesenjangan distribusi air secara alami ini akan berpotensi meningkatkan ketegangan dalam pemanfaaatan air untuk kepentingan industri, pertanian dan penduduk. Asia menjadi bagian dari bumi yang akan paling parah. Perubahan iklim yang tak terdeteksi akan menjadi bencana lingkungan dan ekonomi, dan buntutnya adalah tragedi kemanusiaan. Laporan itu mengingatkan, setiap kenaikan suhu udara 2 derajat celsius, antara lain akan menurunkan produksi pertanian di Cina dan Bangladesh hingga 30 persen hingga 2050. Kelangkaan air meningkat di India seiring dengan menurunya lapisan es di Pegunungan Himalaya. Sekitar 100 juta warga pesisir di Asia pemukimannya tergenang karena peningkatan permukaan laut setinggi antara 1 milimeter hingga 3 milimeter setiap tahun. Saat ini, pemanasan global sudah terasa dengan terjadinya kematian dan punahnya spesies di Afrika dan Asia (Kompas, Kamis 12 April 2007). MENUJU PERADABAN INDONESIA Untuk membuat formulasi kebudayaan yang khas dan bisa menjawab tantangan zaman ke depan bukanlah pekerjaan yang mudah. Perlu adanya suatu kebersamaan dan peran serta setiap warga negara ini. Para pemikir dan ilmuan harus bekerja secara keras untuk membuat suatu konsep yang jelas dalam pencapaian ini.

Tujuan nasional perjuangan bangsa Indonesia adalah menciptakan masayarakat yang adil dan makmur. Perjuangan menuju peradaban Indonesia yang ideal membutuhkan waktu dan perjuangan. Pengakuan sebagai salah satu peradaban dunia harus memiliki beberapa syarat. Syarat-syarat itu dapat kita lihat dari perwujudan peradaban di dunia sejak permulaan sejarah manusia. Nampaknya, kehidupan satu masyarakat diakui sebagai satu peradaban kalau menunjukkan kehidupan lahiriah yang maju, dan kemajuan itu cukup menonjol dari kehidupan lahiriah masyarakat lain (Sajidiman, dalam “Pembebasan Budaya-Budaya Kita” ;1999). Kehidupan lahiriah yang maju itu merupakan hasil dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlaku di zamannya. Bahkan dalam masyarakat itu terjadi perkembangan berupa penemuan dan inovasi dalam iptek. Sebagai hasil penguasaan iptek dapat dimajukan produksi pertanian dan kesejahteraan petani. Hal yang sama berlaku bagi produksi di lautan dan kesejahteraan para nelayan dan pelaut. Industrialisasi mengalami perkembangan yang tinggi dengan menghasilkan berbagi macam barang yang disukai di dalam dan luar negeri.

Berbagai prasaran, yaitu penghasil energi listrik, aneka ragam komunikasi, keadaan jalan darat, perhubungan darat, laut dan udara, semuanya dalam kondisi yang sesuai dengan perkembangan iptek internasional mutakhir. Kesejahtreaan merata di antara seluruh anggota masyarakat. Dan kalau ada rakyat yang miskin, maka itu merupakan minoritas kecil. Ini memungkinkan rakyat menyekolahkan anak-anaknya dengan baik, dan prasarana pendidikan tersedia dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. Standar hidup yang tinggi dalam masyarakat memungkinkan bagian besar produksi pertanian dan isdustri dipasarkan dalam masyarakat sendiri, sehingga ketergantungan pada masyarakat luar tidak terlampau besar (Sajidiman, dalam “Pembebasan Budaya-Budaya Kita” ; 1999). Kondisi itu mendukung berkembangnya seni dan sastra yang kreatif. Berbagai kesenian mengalami kemajuan dan dilakukan penduduk dalam jumlah besar. Kesusasteraan menghasilkan buku dan hasil tulisan lain, yang banyak jumlahnya dan variasinya, serta terbeli oleh mayoritas masyarakat.

Arsitektur menghasilkan rumah-rumah tempat tinggal, gedung-gedung pemerintahan, tempat-tempat ibadah yang indah, tapi juga kokoh dan tahan lama (Sajidiman, dalam “Pembebasan Budaya-Budaya Kita” ; 1999). Kondisi sosial cukup mantap dengan menunjukkan kehidupan keluarga yang sehat dan kokoh, kurang adanya pengangguran dan tidak ada kelaparan. Mungkin krimanalitas tidak dapat ditiadakan seratus persen, tetapi jumlah amat sedikit dan terkontrol. Akan tetapi peradaban tidak hanya memerlukan kehidupan lahiriah yang maju dan menonjol, juga perlu ada kehidupan rohaniah yang mantap dan merata (Sajidiman, dalam “Pembebasan Budaya-Budaya Kita” ; 1999). Kehidupan beragama dilakukan oleh penduduk dengan penuh keimanan dan ketaqwaan. Dan kerukunan antar berbagai agama berjalan baik. Orang tidak menjalankan ketentuan agama hanya sebagai ritual belaka, tetapi mempunyai dampak nyata dalam kehidupan yang bermoral dan disiplin tinggi.

Maka ada kemampuan kendali diri yang cukup kuat. Itulah yang turut menyemarakkan kehidupan demokrasi yang mewujudkan kedaulatan rakyat. Dalam berbagai profesi, etik dijunjung tinggi tanpa mengurangi dinamika yang diperlukan masyarakat pada zaman itu (Sajidiman, dalam “Pembebasan Budaya-Budaya Kita” ; 1999). Persatuan bangsa terpelihara dengan baik, tanpa mengurangi hak dan kemampuan setiap unsur bangsa mengembangkan dirinya secara lahiriah dan batiniah. Adanya prasarana yang baik dalam berbagai bidang turut mendukung persatuan bangsa. Akan tetapi yang lebih penting adalah kesadaran tentang hubungan harmonis antara bagian dan keseluruhan (Sajidiman, dalam “Pembebasan Budaya-Budaya Kita” ; 1999).

Hubungan luar negeri dengan bangsa-bangsa lain diselenggarakan dengan baik untuk membina perdamain dunia dan kesejahteraan umat manusia. Khususnya dengan lingkungan Asia Tenggara ada hubungan erat dan harmonis. Terhadap bangsa-bangsa yang tergolong miskin dan terbelakang dapat diadakan bantuan lahiriah dan batiniah yang mengusahakan kemajuan mereka (Sajidiman, dalam “Pembebasan Budaya-Budaya Kita” ; 1999).

EPILOG

Dipahami bahwa kebudayaan merupakan respon positif manusia terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di sekitarnya. Selain itu, budaya merupakan manifestasi dari aspek manusia yang multi-dimensional. Segala teori kebudayaan terlalu lamban untuk memahami keseharian manusia yang bergerak cepat. Manusia tidak sekedar merajut makna lewat kerja,melainkan komunikasi inter-subjektif dengan simbol-simbol.

Manusia sehari-hari adalah manusia yang bercakap, merenung dan mamaknai. Kebudayaan adalah festival kemajemukkan dimensi manusia dan menolak segala bentuk reduksionisme. Manusia bukan semata-mata makhluk ekonomi yang melulu berfokus pada bagaimana bertahan hidup. Ruang refleksi yang tertutup oleh determinasi kerja dibukakan secara kultural. Kebudayaan adalah lokus dimana manusia bukan sekedar pedagang dan pembeli, melainkan makhluk multi-dimensi. Setiap dimensi dalam dirinya memiliki hak yang sama untuk diutarakan ( Adian, dalam Kompas 14 April 2007;14)

Terkait dengan formulasi kebudayaan Indonesia, merupakan suatu keharusan kita untuk lebih menyelami karakteristik manusia-manusia Indonesia yang telah terbentuk sekian lama semenjak periode sebelum masehi. Dan juga harus mempertimbangkan faktor alam yang melingkarinya. Sehingga, kita tidak terpaku dan larut dalam arus kebudayaan global hari ini, yang belum tentu sesuai dengan kepribadian bangsa kita. Mudah-mudahan cita-cita menuju peradaban Indonesia yang maju bukanlah sekedar mimpi belaka!.

DAFTAR PUSTAKA

* BUKU Bakker, JWM. 1999. ”Filsafat Kebudayaan, Sebuah Pengantar”. Penerbit Kanisius; Yogyakarta. Dewantara, Ki Hajar. 1994. ”Kebudayaan”. Penerbit Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa; Yogyakarta. Sarjono. Agus R (Editor). 1999. ”Pembebasan Budaya-Budaya Kita”. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama; Jakarta. Suseno, Franz Magnis. 1992. ”Filsafat Kebudayaan Politik”. Penerbit Gramedia Pustaka Utama; Jakarta.

* KORAN Adian, Donny Gahral. ”Manusia Multi-Dimensi di Keseharian”. Dalam Kompas Edisi Sabtu 14 April 2007. PT Kompas Media Nusantara; Jakarta. Editor. ”Pemanasan Global, Jutaan Orang Akan Terancam”. Dalam Kompas Edisi 12 April 2007. PT Kompas Media Nusantara; Jakarta.


sumber: http://grelovejogja.wordpress.com/2007/04/17/fenomena-konsep-kebudayaan-indonesia/

Napoleon Bonaparte Seorang Muslim


Siapa yang tidak mengenal Napoleon Bonaparte, seorang Jendral dan Kaisar Prancis yang tenar kelahiran Ajaccio, Corsica 1769. Namanya terdapat dalam urutan ke-34 dari Seratus tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah yang ditulis oleh Michael H. Hart.

Karier militer Napoleon menyuguhkan paradoks yang menarik. Kegeniusan gerakan taktiknya amat memukau, dan bila diukur dari segi itu semata, bisa jadi dia bisa dianggap seorang jendral terbesar sepanjang jaman. Sebagai seorang yang berkuasa dan berdaulat penuh terhadap negara Prancis sejak Agustus 1793, seharusnya ia merasa puas dengan segala apa yang telah diperolehnya itu. Tapi rupanya kemegahan dunia belum bisa memuaskan batinnya, agama yang dianutnya waktu itu ternyata tidak bisa membuat Napoleon Bonaparte merasa tenang dan damai.

Akhirnya pada tanggal 02 Juli 1798, 23 tahun sebelum kematiannya ditahun 1821, Napoleon Bonaparte menyatakan ke-Islamannya di hadapan dunia Internasional. Namanya berubah menjadi ‘Aly (Ali) Napoleon Bonaparte’.

Apa yang membuat Napoleon ini lebih memilih Islam daripada agama lamanya, Kristen ?

Berikut penuturannya sendiri yang pernah dimuat di majalah Genuine Islam, edisi Oktober 1936 terbitan Singapura.

"I read the Bible; Moses was an able man, the Jews are villains, cowardly and cruel. Is there anything more horrible than the story of Lot and his daughters?"

"The science which proves to us that the earth is not the centre of the celestial movements has struck a great blow at religion. Joshua stops the sun! One shall see the stars falling into the sea... I say that of all the suns and planets,..."

" Saya membaca Bible; Musa adalah orang yang cakap, sedang orang Yahudi adalah bangsat, pengecut dan jahat. Adakah sesuatu yang lebih dahsyat daripada kisah Luth beserta kedua puterinya ? " (Lihat Kejadian 19:30-38)

"Sains telah menunjukkan bukti kepada kita, bahwa bumi bukanlah pusat tata surya, dan ini merupakan pukulan hebat terhadap agama Kristen. Yosua menghentikan matahari (Yosua 10: 12-13). Orang akan melihat bintang-bintang berjatuhan kedalam laut.... saya katakan, semua matahari dan planet-planet ...."

Selanjutnya Napoleon Bonaparte berkata :

"Religions are always based on miracles, on such things than nobody listens to like Trinity. Yesus called himself the son of God and he was a descendant of David. I prefer the religion of Muhammad. It has less ridiculous things than ours; the turks also call us idolaters."


"Agama-agama itu selalu didasarkan pada hal-hal yang ajaib, seperti halnya Trinitas yang sulit dipahami. Yesus memanggil dirinya sebagai anak Tuhan, padahal ia keturunan Daud. Saya lebih meyakini agama yang dibawa oleh Muhammad. Islam terhindar jauh dari kelucuan-kelucuan ritual seperti yang terdapat di dalam agama kita (Kristen); Bangsa Turki juga menyebut kita sebagai orang-orang penyembah berhala dan dewa."

Selanjutnya :
"Surely, I have told you on different occations and I have intimated to you
by various discourses that I am a Unitarian Musselman and I glorify the prophet Muhammad and that I love the Musselmans."


"Dengan penuh kepastian saya telah mengatakan kepada anda semua pada kesempatan yang berbeda, dan saya harus memperjelas lagi kepada anda di setiap ceramah, bahwa saya adalah seorang Muslim, dan saya memuliakan nabi Muhammad serta mencintai orang-orang Islam."

Akhirnya ia berkata :
"In the name of God the Merciful, the Compassionate. There is no god but God, He has no son and He reigns without a partner."

"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tiada Tuhan selain Allah. Ia tidak beranak dan Ia mengatur segala makhlukNya tanpa pendamping."

Napoleon Bonaparte mengagumi Al-Quran setelah membandingkan dengan kitab sucinya terdahulu, Alkitab. Akhirnya ia menemukan keunggulan-keunggulan Al-Quran, juga semua cerita yang melatar belakanginya.

Dalam buku yang berjudul ‘Bonaparte et I'Islarn oleh Cherlifs, Paris, halaman 105’, Napoleon Bonaparte berkata sebagai berikut: "I hope the time is not far off when I shall be able to unite all the wise and educated men of all the countries and establish a uniform regime based on the prinsiples of the Qur'an wich alone can lead men to happiness.”

“Saya meramalkan bahwa tidak lama lagi akan dapat dipersatukan semua manusia yang berakal dan berpendidikan tinggi untuk memajukan satu kesatuan kekuasaan yang berdasarkan prinsip--prinsip ajaran Islam, karena hanyalah Qur'an itu satu-satunya kebenaran yang mampu memimpin manusia kepada kebahagiaan.”

Beberapa sumber lain yang menyatakan ke-Islaman beliau:

* Buku ‘Satanic Voices - Ancient and Modern’ dengan penulis David M. Pidcock (1992 ISBN: 1-81012-03-1), pada hal. 61
* Surat kabar Perancis ‘Le Moniteur’, yang menulis bahwa beliau masuk Islam pada tahun 1798.
* Buku ‘Napoleon And Islam’ dengan penulis C. Cherfils (ISBN: 967-61-0898-7).

Islam hadir tidak hanya mayoritas di suatu negara tapi juga sebagai minoritas khususnya di benua Eropa dan Amerika. Napoleon Bonaparte adalah salah satu contoh dari pribadi muslim yang sukses sebagai minoritas di Perancis.
Meskipun pada akhirnya Napoleon dimakamkan secara Kristen di Perancis pada tgl 15 Desember 1840 di gereja Paris, namun sepertinya hal tersebut sebagai sesuatu untuk mengaburkan fakta bahwa beliau adalah seorang Muslim. Sama halnya di Indonesia, Pattimura yang seorang muslim bahkan cicitnya menyatakan mereka adalah muslim, lalu tiba-tiba menjadi Thomas Mattulesi Pattimura.

Terlepas dari semua hal tersebut, kiranya kita mesti merenungkan ucapan beliau tidak lama setelah mempelajari isi Al-Quran dan sebelum masuk Islam; yang pertama menguntungkan kaum muslimin dan yang kedua membahayakan mereka. Ucapan yang keluar dari mulut politikus besar ini dan menguntungkan kaum muslimin adalah, "Aku telah belajar dari buku ini, dan aku merasa bahwa apabila kaum muslimin mengamalkan aturan-aturan komprehensif buku ini, maka niscaya mereka tidak akan pernah terhinakan."

Adapun kata-kata yang membahayakan kaum muslimin adalah, "Selama Al-Quran ini berkuasa di tengah-tengah kaum muslimin, dan mereka hidup di bawah naungan ajaran-ajarannya yang sangat istimewa, maka kaum muslimin tidak akan tunduk kepada kita, kecuali bila kita pisahkan antara mereka dengan Al-Quran."
( http://www.semuabisnis.com/articles/10353/1/Napoleon-Bonaparte-adalah-Seorang-Muslim/Page1.html )


Kita sudah banyak mendengar atau membaca tentang nama-nama besar yang menjadi Muslim; mulai dari Laksamana Cheng Ho dari China hingga penyanyi Cat Stevens dari Inggris, yang menjadi Yusuf Islam. Baru-baru ini kita juga mendengar Michael Jackson menjadi Muslim. Di dunia olah raga, diawali petinju Mohammad Ali, disusul Mike Tyson; dan kini para atlet sepak bola Eropah serta atlet basket AS, berduyun-duyun memeluk Islam. Biasanya mereka menjadi Islam setelah melihat contoh perilaku dan gaya hidup rekan mereka yang Muslim.

Bagi Napoleon Bonaparte, jenderal yang strategi perangnya menjadi pegangan para komandan hingga saat ini, Islam memberinya jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya di masa itu. Dalam buku Satanic Verses – Ancient and Modern, karya David M. Pidcock (1992), dikisahkan proses Napoleon menjadi Islam. Buku ini mengutip suratkabar resmi Perancis pada masa itu, Le Moniteur, yang memberitakan masuknya Napoleon ke dalam Islam (1798). Dalam berita itu disebutkan pula nama Islam Napoleon, yaitu Aly (Ali) Napoleon Bonaparte. Ini dilakukan ketika Napoleon menginvasi Mesir dan tinggal di negeri itu selama beberapa waktu.
Tak berhenti di situ, Napoleon juga meng-Islam-kan salah seorang jendralnya, Jacques Menou, yang kemudian berganti nama menjadi Jendral Abdullah-Jacques Menou. Jendral Menou menikahi Sitti Zoubeida, putri Mesir yang memiliki darah keturunan Nabi Muhammad SAW.

Napoleon adalah manusia cerdas, genius, sehingga tidak mengherankan bila dia melihat keutamaan Hukum Syariah. Banyak di antaranya diterapkannya di Perancis dan Eropah pada masa itu, namun belakangan digantikan dengan hukum yang lebih sekuler. Namun ketika terjadi insiden yang mengakibatkan tewasnya Putri Diana (1997), sisa-sisa hukum Napoleon diterapkan. Menurut hukum yang berlaku umum, para paparazzi bisa luput dari hukuman atas insiden itu; namun berdasarkan hukum yang dirujuk dari Hukum Syariah, para paparazzi itu dijerat hukuman karena “tidak menolong orang yang sedang ditimpa kemalangan/kecelakaan”. Aturan ini diilhami dari Hukum Syariah Imam Malik (David M. Pidcock, 1998). Kisah lebih lanjut tentang Napoleon dapat dibaca di buku Napoleon dan Islam, karya C. Cherfils.

Di tahun-tahun belakangan ini, jumlah pemeluk agama Islam di negara-negara Eropah, bahkan Amerika Serikat, semakin meningkat. Justru peristiwa 9/11 di tahun 2001, dimana umat Islam menjadi kambing hitam, membuat banyak orang ingin tahu ajaran Islam. Dan ketika mereka telah mempelajarinya, mereka menemukan kebenaran. Yvone Ridley, wartawati Inggris yang disandera oleh kaum Taliban di pegunungan Afghanistan, juga melalui proses yang sama.

“Saya terkesan pada para penangkap saya yang berperilaku amat sopan, menjaga kehormatan saya sebagai perempuan. Ketika Taliban dibombardir oleh AS, mereka malah mengkuatirkan dimana dan bagaimana saya dapat menjemur celana dalam dengan aman,” tulis Ridley dalam bukunya. Saya sendiri beruntung sempat berkenalan dengan Yvone Ridley ketika tinggal di Inggris tahun 2002 itu. Setelah dilepaskan oleh Taliban dengan selamat, Ridley kemudian belajar AlQuran, dan menemukan banyak hal yang mencerahkan baginya. Misalnya tentang kedudukan perempuan dalam Islam. Saat ini Yvone Ridley adalah salah seorang pendakwah yang disegani di daratan Eropah. Dia tak henti-hentinya membalikkan opini dunia tentang ajaran Islam dan kaum Muslim, yang kerap dikelirukan potretnya di media internasional.

Kita kaum Muslim di Indonesia, yang mayoritas menjadi Muslim karena keturunan, tradisi, lingkungan, mesti malu dengan saudara-saudara kita nun jauh di sana. Mereka belajar Islam sendiri, seringkali tanpa dukungan keluarga dan lingkungannya, dan mereka menjadi Muslim yang baik. Lebih malu lagi kita mestinya, karena banyak pedagang mengurangi timbangan, dan sebagian besar pejabat dan wakil rakyat yang ditangkap KPK adalah Muslim.

Di tengah-tengah sholat lima waktunya dan kebiasaan berhaji setiap tahun, rupanya dosa-dosa tetap saja dikerjakan: korupsi uang rakyat, berselingkuh, mengkhianati keluarga, melupakan hak anak yatim dan kaum dhuafa. Orang-orang ini jelas bukan penganut ajaran Islam yang baik, persis seperti kata sastrawan besar George Bernard Shaw: “Islam is the best religion, but Moslems are the worst followers.” Artinya, Islam adalah ajaran yang paling baik bagi umat manusia di dunia, namun sayang, kaum Muslim adalah penganut agama yang terburuk. Banyak orang mengaku Muslim tetapi kelakuannnya sehari-hari tidak mencerminkan ajaran Islam.

Sirikit Syah, 19 Maret 2009
Sumber: sirikitsyah.wordpress.com
http://islamkitasemua.wordpress.com/2009/03/23/napoleon-bonaparte-seorang-muslim/