Setiap insan
manusia yang menghendakki mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, itu membutuhkan
jiwa yang bersih yaiitu dengan menyingkirkan (menghilangkan) sifat-sifat yang
tercela yang mendekam di hati seseorang. Misalnya : menyombongkan diri,
dengki, rakus, serta membanggakan amal baiknya dan sebagainya. Apabila shifat
yang jelek itu mampu untuk ditiadakan (disingkirkan) lalu diisi dengan
amalan-amalan yang baik atau dengan menjalankan sifat-sifat yang terpuji
lainnya. Seperti ramah-tamah sesama manusia, ringan tangan dalam
tolong-menolong, ikhlash dalam semua ibadaht.
Sebagaimana
Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an :
“Wamaa umiruw illa
liya’budullaha mukhlishiyna lahud-diyna hhunafaa-a wayuqiymush-shalaahta
wayuktuz-zakaahta wa dzaalika diynul-qiyyamahti.”
“Padahal mereka tidak disuruh
melainkan supaya mereka menyembah Allah dengan memurnikan ketha’atan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalaht dan
menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” {QS. Al
Bayyinah. 5}.
Dari itu
ketahuilah behwasanya shifat manusia yang ada hubungannya dengan agama itu ada
(2) macam yaitu yang berkaitan dengan keadaan lahir dan berkaitan dengan
bathin. Yang berkaitan dengan lahir, yaitu semua gerakan anggota
badan lahir disebut Amal inipun terbagi (2) dua yaitu :
Pertama : Amal yang sesuai
dengan perintah (disebut tha’at).
Kedua : Amal
yang menyimpang dari perintah disebut ma’siat.
Yang
berkaitan dengan keadaan bathin yaitu dari gerakan hati (janji). Dan janji
inipun dibagi menjadi dua yaitu :
Pertama : Janji yang
sesuai dengan Haqiqat disebut ilmu dan iman.
Kedua : Janji
yang menyimpang dari haqiqat disebut munafik dan kebodohan.
Keta’atan
dalam menjalani syari’aht agama itu karena adanya ilmu dan iman yang masuk
dalam hati. Sedangkan kemaksi’atan itu dikarenakan adanya shifat nifaq dan
bodoh yang masuk didalam hati.
Sebagaimana
firman Allah Ta’ala di dalam Al Qur’an :
“Dan bersegeralah kamu kepada
ampunan Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.” {yaitu} orang-orang yang
menafkahkan {hartanya}, baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan mema’afkan {kesalahan} orang, Allah menyukai orang-orang
yang berbuat kebajikan.” Dan {juga} orang-orang yang apabila
mengerjakan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah lalu
memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni
dosa selain dari pada Allah ? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya
itu. sedang mereka mengetahui.” Mereka itu balasanya ialah ampunan dari Tuhan
mereka dan surga yang didalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal
didalamnya, dan itulah sebaik-baik fahala orang-orang yang beramal.” {QS.
Ali ‘Imran. 33-36}
Maka jika
jiwa manusia telah diperbudak akan hawa nafsunya dan terjadilah anggapan semua
yang dikerjakannya selalu dalam keadaan benar sehingga dia merasa tenang-tenang
tanpa memikirkan resiko dirinya tentang apa yang diperbuat itu. Jika sudah
demikian, berarti kelalaian kepada Allah Ta’ala telah mengusai dirrinya. Dan
apabila ia lalai kepada Allah Ta’ala maka terjadilah perbuatan maksi’at.
Ketahuilah didalam jiwa manusia
itu terdapat (2) dua nafsu yang berada atas perbedaan yang dapat manusia bereda
dalam kebaikkan atau sebaliknya.
Pertama : “Nafsu Ammarah”.
Yaitu nafsu yang selalu condong kepada kejahatan yang berkaitan dengan badan
(lahiriah), karena badaniah itu selalu condong kepada kelezatan dan kepuasan
syahwat yaitu senang makan minum yang enak-enak, tamak akan kebendaan dunia,
dan senang kepada perbuatan maksi’at.
“Wamaa ubarri-u nafsiy
innan-nafsa la-amarratun bissuw-i illa-maara-hhima rabbiy inna rabbiy
ghafurunr-rahhiimun.”
“Dan aku tidak membebaskan
diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan. Kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” {QS. Yusuf. 53}
Kedua : “Nafsu
Mutmainnah”. Yaitu nafsu yang tenang yang tidak condong kepada perbuatan maksi’at
dan sifat-sifat tercela lainnya. Nafsu ini yang diberi rahmat oleh Allah
Ta’ala yang dari dalam hatinya terpancar sinar kejernihan yang menunjukkan
bahwa ia bersih dari perbuatan yang tercela, dan kelak di akhirat ia mendapat
panggilan dari Tuhannya :
“Ya-ayyuhan-nafsul-muthmainnatu”
Irji’iy ilaa rabbika radhiyatanm-mardhiyyatan” Fadkhuli fiy ‘ibaadiy” Wad khuli
jannatiy.”
“Hai jiwa yang tenang. Kembali
kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai. Maka masuklah ke dalam
jama’ah hamba-hambaku.” Dan masuklah kedalam surga-Ku.”
{QS. Al Fajr. 27-30}.
Adapun “nafsu ammarah” jika
diperinci menjadi (6) enam macam antara lain :
1. Pertama : Syahwat.
2. Kedua : Marah.
3. Ketiga : Thama’.
4. Keempat : Sombong.
5. Kelima : Riya’.
6. Keenam : Dengki.
Keenam macam nafsu tersebut
harus diperangi, dibersihkan dari hati dengan mencukupi amalan-amalan yang
bersifat pendekatan kepada Allah Ta’ala. Nafsu ammarah yang bersifat syahwat
dan marah harus diperangi dengan sifat “Sabar”. Nafsu thama’ diperangi dengan
sifat “Qana’ah”, yaitu menerima apa adanya dari pemberian Allah Ta’ala. Nafsu
sombong harus diperangi dengan sifat “Tawwadhu’ “, yaitu merendahkan diri.
Nafsu riya’ dan dengki harus diperangi dengan sifat “Ikhlash”.
Adapun Nafsu Muthmainnah itu
mempunyai (5) lima macam sifat, antara lain :
1. Pertama : Amalan-amalan yang
shifatnya pendekatan kepada
Allah
Ta’ala.
2. Kedua : Sabar,
ya’ni tabah hati didalam menghadapi segala
ketentuan Allah
Ta’ala.
3. Ketiga : Qana’ah
yaitu menerima apa adanya dari pemberian
Allah Ta’ala.
4. Keempat : Tawwadhu’ ya’ni merendahkan
diri sehingga tidak
berbuat
sewenang-wenang.
5. Kelima : Ikhlash
yaitu memelihara diri dari pada ingin
diperhatikan
makhluq.
Maka dalam hal ini untuk
mencapai amal kebaikkan dunia dan akhirat, harus selalu takut kepada Allah
Ta’ala baik diwaktu sepi atau ramai, ikhlash menerima ketentuan Allah Ta’ala,
bersikap baik dan ramah tamah kepada sesamanya dalam dalam semua keadaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar