Aparat kepolisian berhasil membongkar praktik perbudakan di
sebuah industri pengolahan limbah menjadi perangkat aluminium yang berlokasi di
Kampung Bayur Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang, Banten.
Sebanyak 34 orang buruh berhasil dibebaskan, dan sampai saat ini polisi telah
mengamankan lima tersangka.
Dalam temuan kepolisian, pemilik pabrik tak membayar gaji
sebagian besar buruh, pemilik pabrik juga tak memberikan fasilitas hidup yang
layak, tak mengizinkan buruh untuk melakukan ibadah shalat, tidak
memperbolehkan para buruhnya istirahat, serta melakukan penganiayaan terhadap
buruh.
Sungguh tragis membaca berita tersebut. Tidak ada satupun
ajaran agama di dunia ini yang membenarkan praktik kejam seperti itu. Terlebih
agama yang agung, Islam. Sejak diturunkan, Muhamad saw selalu mengajarkan Islam
untuk menghormati pekerja, yang notabene telah membantu kita.
Ada baiknya kita membaca riwayat kisah Anas bin Malik ra.
Anas bin Malik adalah di antara daftar pernah menjadi pembantu Nabi saw. Selama
hampir 9 tahun lamanya, sejak di usia 10 tahun, beliau melayani Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam sebuah testimoni sahabat Anas dikisahkan, suatu
hari (sewaktu masih kanak-kanak), beliau menyuruhku untuk tugas tertentu.
Aku bergumam: Aku tidak mau berangkat. Sementara batinku
meneriakkan untuk berangkat menunaikan perintah Nabi Allah. Aku pun berangkat,
sehingga melewati gerombolan anak-anak yang sedang bermain di pasar. Aku pun
bermain bersama mereka.
Tiba-tiba Rasulullah saw memegang tengkukku dari belakang.
Aku lihat beliau, dan beliau tertawa. Beliau bersabda: “Hai Anas,
berangkatlah seperti yang aku perintahkan.” “Ya, saya pergi sekarang ya
Rasulullah.” Jawab Anas.
Beliau memberi kesan: “Demi Allah, aku telah melayani Nabi
saw sallam selama 7 atau 9 tahun. Saya belum pernah sekalipun beliau
berkomentar terhadap apa yang aku lakukan: “Mengapa kamu lakukan ini?”, tidak
juga beliau mengkritik: “Mengapa kamu tidak lakukan ini?” (HR. Muslim 2310 dan
Abu Daud 4773).
Dalam cuplikan sejarah beliau yang lain, Rasulullah saw
sangat perhatian terhadap kebutuhan pembantunya. Bahkan sampai pada
menyemangati untuk menikah.
Dari Rabi’ah bin Ka’b al-Aslami, diceritakan, “Saya pernah
menjadi pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Beliau menawarkan, “Wahai Rabi’ah, kamu tidak menikah?”
Aku jawab: “Tidak ya Rasulullah, saya belum ingin
menikah. Saya tidak punya dana yang cukup untuk menanggung seorang istri, dan
saya tidak ingin disibukkan dengan sesuatu yang menghalangiku untuk melayani
Anda.”
Rasulullah saw kemudian berpaling dariku. Setelah itu beliau
bertanya lagi: “Wahai Rabi’ah, kamu tidak menikah?”
Aku pun menjawab dengan jawaban yang sama: “Tidak ya
Rasulullah, saya belum ingin menikah. Saya tidak punya ….dst.”
Rasulullah saw kemudian berpaling dariku.
Kemudian aku ralat ucapanku, aku sampaikan: “Ya Rasulullah,
Anda lebih tahu tentang hal terbaik untukku di dunia dan akhirat.” Aku bergumam
dalam hatiku: “Jika beliau bertanya lagi, aku akan jawab: Ya.”
Ternyata Nabi saw tanya lagi untuk yang ketiga kalinya:
“Wahai Rabi’ah, kamu tidak menikah?”
Aku langsung menjawab: “Ya, perintahkan aku sesuai yang Anda
inginkan.”
Selanjutnya, Nabi saw memerintahkanku untuk mendatangi
keluarga fulan, salah seorang dari suku Anshar. (HR. Ahmad 16627, Hakim 2718
dan at-Thayalisi 1173).
Tidak hanya bersikap baik dalam urusan dunia, Nabi saw juga
memperhatikan urusan akhirat pembantunya. Beliau pernah memiliki seorang
pembantu yang masih remaja beragama Yahudi.
Suatu ketika si Yahudi ini sakit keras. Nabi pun
menjenguknya dan memperhatikannya. Ketika merasa telah mendekati kematian,
Nabi saw menjenguknya dan duduk di samping kepalanya.
Beliau ajak anak ini untuk masuk Islam. Si anak spontan
melihat bapaknya, seolah ingin meminta pendapatnya.
Si bapak mengatakan: ‘Taati Abul Qosim (nama Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam).’ Dia pun masuk Islam. Setelah itu ruhnya
keluar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan rumahnya dengan
mengucapkan, “Segala puji bagi Dzat Yang telah menyelamatkannya dari neraka.”
(HR. Bukhari 1290).
Demikianlah, betapa indahnya adab yang diajarkan dalam Islam
ketika bermuamalah dengan pekerjanya. Sayangnya, banyak diantara kita yang
kurang memahami ajaran ini, sehingga mereka justru menutupi keindahan ajaran
agamanya sendiri.
Oleh Dr HM Harry M Zein
Tidak ada komentar:
Posting Komentar