“Dan sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya,
dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (yaitu) ketika dua orang
malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain
duduk di sebelah kiri.Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di
dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”(Qs Qaaf: 16-18)
Sebagai sumber pedoman hidup manusia, Al-Quran tidak hanya
mengajarkan ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah untuk bekal manusia kelak di
yaumil Qiyamah. Lebih dari itu, Al-Quran ‘ juga berperan sebagai basyiiran wa
nadziiran—pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Sebagai pembawa kabar
gembira, Allah akan membalas semua perbuatan manusia dengan sebaik-baiknya balasan.
Dan bagi yang gemar melakukan dosa, Allah pun akan memberikan balasan yang
setimpal dengan perbuatannya.
Surah di atas cukuplah menjadikan ‘warning’ atau nadziiran
untuk kita semua dalam berperilaku. Allah melekatkan Zat dan para malaikatNya
lebih dekat dari urat leher kita. Artinya bahwa Dia mengetahui yang nampak dan
tersembunyi baik ucapan, tindakan, ataupun yang hanya kita niatkan dalam hati.
Bukan tanpa alasan Allah mengutus dua malaikat di sisi kanan
dan kiri kita melainkan sebagai ‘pelapor’ terpercaya di depan pengadilan Allah
Swt kelak, agar tidak ada yang ‘berdebat’ di hadapanNya. Perdebatan yang
dimaksud ialah antara setan dan manusia, saat Allah sudah memberikan keputusan
untuk melempar semua manusia pendosa ke dalam neraka, “Lemparkanlah olehmu
berdua ke dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras
kepala. Yang sangat menghalangi kebajikan, melanggar batas lagi
ragu-ragu. Yang menyembah sembahan yang lain beserta Allah maka lemparkanlah
dia ke dalam siksaan yang sanga,t” (Qs Qaaf: 24-26)
Keputusan Allah tersebut tidak menjadikan iblis penggoda
manusia selama di dunia diam. Ia pun kelak berkata pada Allah, “Yang
menyertai dia (setan) berkata, ‘Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya tetapi
dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh’. Allah berfirman, ‘Janganlah kamu
bertengkar di hadapan-Ku, padahal sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan
ancaman kepadamu,”. (Qaaf: 27-28)
Pada akhirnya, surga memang hanya diperuntukkan orang-orang
yang awwab dan hafidz. Awwab berarti pandai bertobat dan hafidz secara
etimologi berarti menjaga. “Dan didekatkanlah syurga itu kepada orang-orang
yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan
kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi
memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya).
Terminology Allah Swt perihal Awwab dan Hafidz ini dijawab
pada ayat selanjutnya, (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang
bertaubat,” (Qs Qaaf: 33)
Begitu sistematisnya Allah memaparkan ayat ini, untuk
menyentuh hati-hati yang haus akan tuntunanNya.
Awwab dan Hafidz menjadi sebuah ‘peringatan’, bahwa Allah
hanya menganugerahkan surga bagi hambaNya yang takut, bahkan saat tidak dilihat
satu manusiapun. Setidaknya, ada sebuah pelajaran bahwa saat kita hanya takut
pada Allah dalam kondisi apapun, maka ketakutan itulah yang menyetir segala
perbuatan kita. Maka, akan seperti apa perbuatan kita kalau ketakutan pada
Allah telah hilang?
Oleh Ina Salma Febriana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar