Disebabkan Ayahnya Kena Diabetes, Mahasiswi Ini Raih Omzet Lebih dari Rp 1 Miliar
***************
Kreativitas
seseorang terkadang muncul di saat yang genting atau menyulitkan. Situasi ini
serupa dengan apa yang dialami oleh Gita Adina Nasution (20), ketika ayahnya
terkena penyakit diabetes.
Mahasiswi
semester 6, jurusan farmasi Universitas Sumatera Utara (USU) ini berhasil
menyembuhkan ayahnya dengan obat racikan yang mengandung gula. Padahal gula
sering disebut-sebut menjadi biang dari penyakit diabetes.
"Penyakit
polio diobati dengan vaksin polio juga. Di dalam penyakit berarti ada obatnya
juga. Saya cari apa yang paling dihindari penderita diabetes, yaitu gula dalam
tumbuhan tebu," jelas mahasiswi semester 6 ini dalam acara Wirausaha Muda
Mandiri Expo oleh PT. Bank Mandiri, di Jakarta, Jumat (13/3/2015).
Menurut
Gita, penyakit diabetes bukanlah disebabkan oleh konsumsi gula yang berlebihan.
Melainkan, kata dia, organ tubuh yang cacat akibat pola hidup yang tidak sehat,
sehingga menyebabkan tubuh tidak bisa mencerna gula, lalu datanglah diabetes.
"Gula
darah naik itu bukan karena gula, tapi organ tubuh yang tidak bisa mencerna
gula tersebut. Apalagi manusia itu butuh glukosa. Jadi itu karena organ tubuh
sudah cacat akibat makan makanan cepat saji, soda, dan minum alkohol. Sedangkan
potensi dari genetika cuma 20 persen, jadi yang paling berpengaruh adalah pola
hidup tidak sehat," jelas Gita.
Di
luar dugaan, setelah berhasil menyembuhkan ayahnya dari diabetes, obat racikan
Gita bernama Kopi Gula Gita (Kolagit) tersebut langsung tenar di kalangan
terdekat hingga luar negeri. Gita mengatakan pemesanan sudah mencapai Arab
Saudi.
"Mulai
dari Korea Selatan, Perancis, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Arab
Saudi, California, Canada, dan AS. Teman-teman ayah di Koramil yang biasa
berobat ke Penang dan Singapura, setelah minum obat ini tidak ke sana lagi,
sembuh dengan Kolagit," kata Gita.
Obat
racikan tersebut mengandung bahan tumbuhan tebu dan herbal-herbal lainnya.
Meski ada kata kopi dalam nama Kolagit, Gita mengatakan itu didasari kemiripan
warna obat tersebut dengan kopi.
Untuk
harga, Gita menjual Kolagit sebanyak 800 gram dengan harga Rp 150.000. Namun,
Gita mengatakan keuntungan bukanlah tujuan utama dari penjualan Kolagit.
Menurut dia, sebagai orang medis, masih ada beban moral untuk menyembuhkan
orang meski tidak mampu untuk membeli Kolagit.
"Sebetulnya,
niat untuk komersil tidak ada, karena punya tanggung jawab sosial sebagai latar
belakang medis. Sistem jual beli saya lakukan karena butuh modal. Jadi yang
tidak mampu saya berikan harga seikhlasnya atau bahkan gratis," kata Gita.
Permintaan
yang meningkat lantas membuat Gita mendapatkan untung yang tidak sedikit. Gita
bahkan terkejut ketika di akhir tahun 2014, ia mendapatkan omzet lebih dari Rp
1 miliar.
"Saya
kaget, karena tidak memikirkan untung karena saya cuma pikir bagaimana untuk
orang bisa sehat. Tapi ternyata alhamdullilah akhir tahun lalu, saya dan
teman-teman menghitung omzet, mencapai lebih dari Rp 1 miliar," kata Gita
sembari berbisik.
Tawaran
dari investor
Prospek
Kolagit yang cerah ternyata membuat sejumlah perusahaan farmasi berniat untuk
menggaet Gita. Ia mengatakan, perusahaan-perusahaan tersebut datang dari lokal
maupun luar negeri.
"Dari
2013 setelah booming, banyak perusahaan farmasi lokal sampai nasional, datang
ke rumah di Medan, sampai pengusaha properti. Terakhir dari perusahan farmasi
dari Turki dan Singapura. Tawarannya miliaran rupiah," kata Gita.
Namun,
Gita menyatakan belum tertarik dengan opsi kerjasama tersebut. Alasannya, kata
dia, meski diberikan laboratorium dan menjadi pengawas produksi obat tersebut,
Gita khawatir obat tersebut menjadi mahal dan tidak bisa menyentuh masyarakat
bawah.
"Saya
belum tertarik, karena memikirkan bagaimana caranya menyeimbangkan antara
kalangan atas dengan bawah, Kebanyakan kalau sudah terkenal tidak mungkin bisa,
apa bisa di supermarket tawar-menawar?" kata Gita.
Minggu,
15 Maret 2015 .
JAKARTA,
KOMPAS.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar