Rasulullah SAW bersaksi dalam tubuh setiap orang terdapat
organ yang keberadaannya sangat berpengaruh terhadap organ lainnya, yaitu hati
(kalbu). Jika hatinya baik, baiklah seluruh organ tubuh lainnya. Jika hatinya
rusak, rusaklah seluruh organ tubuh lainnya.
Kata baik (shaluhat) dapat dipadankan dengan kata selamat. Jika hatinya selamat, selamatlah seluruh organ tubuh lainnya. Kata rusak (fasadat) dapat dipadankan dengan kata celaka. Jika hatinya celaka, celakalah seluruh organ tubuh lainnya.
Dengan begitu, menjaga hati kita agar tetap berada dalam kategori baik sangat penting karena akan menentukan keselamatan kita. Menjaga hati agar tetap berada dalam kategori baik tentu tidak akan semudah mengucapkannya. Oleh sebab itu, kita perlu menjaganya dengan kiat khusus.
Hasan al-Bisri RA, salah seorang tabi'in terkemuka, pernah berkata, “Hati itu rusak karena enam hal.” Maka, kita harus berhati-hati dengan enam hal yang berpotensi merusak hati.
Pertama, melakukan dosa dengan berangan-angan akan segera ditobati dan yakin Allah akan menerima tobatnya. Kedua, mengetahui ajaran Islam, tetapi tidak berusaha mengamalkannya. Ketiga, mengamalkan ajaran Islam, tetapi tidak ikhlas lilaahi ta'ala. Keempat, menikmati rezeki dari Allah, tetapi tidak berusaha mensyukurinya. Kelima, tidak ridha menerima ketentuan dari Allah. Keenam, menguburkan jenazah saudaranya, tetapi tidak mengambil pelajaran darinya.
Maka, agar hati tidak rusak sehingga merusak organ tubuh yang lainnya, kita harus bekerja ektrakeras guna menghindari enam hal yang dikemukakan oleh Hasan al-Bisri tersebut. Lalu, bagaimana kiatnya?
Pertama, kita jangan memandang remeh dosa tak terkecuali dosa kecil. Sebab dosa kecil (saja) apabila dilakukan berulang-ulang dapat berubah menjadi dosa besar. Dengan kata lain, kita harus bekerja ekstra keras untuk menghindari dosa. Lebih jauh, apabila kita menyadari telah melakukan dosa jangan berhenti meminta pengampunan pada Allah. Rasulullah SAW sendiri yang dijaga dari perbuatan dosa (ma'shum) senantiasa beristighfar seratus kali setiap harinya. Apalagi, kita?
Kedua, kita bertekad untuk mempelajari ajaran Islam dengan sebaik-baiknya sepanjang hayat di kandung badan. Di samping itu kita bertekad untuk mengamalkannya sedikit demi sedikit dalam kehidupan kita sehari-hari.
Ketiga, kita bertekad untuk mengamalkan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya karena kita yakin dengan firman Allah dalam QS An-Nisa [4] ayat 125 dan QS al-Mulk [67] ayat 2. Keempat, kita bertekad untuk mensyukuri rezeki yang diberikan Allah kepada kita karena kita yakin dengan firman-Nya dalam QS Ibrahim [14] ayat 7.
Kelima, kita bertekad untuk menerima dengan ridha ketentuan Allah yang baik dan yang buruk terhadap kita karena kita yakin itulah yang terbaik buat kita. Keenam, kita bertekad untuk mengambil pelajaran dari kematian saudara-saudara kita karena kita yakin suatu hari akan mengalaminya juga. Wallahu a'lam.
Kata baik (shaluhat) dapat dipadankan dengan kata selamat. Jika hatinya selamat, selamatlah seluruh organ tubuh lainnya. Kata rusak (fasadat) dapat dipadankan dengan kata celaka. Jika hatinya celaka, celakalah seluruh organ tubuh lainnya.
Dengan begitu, menjaga hati kita agar tetap berada dalam kategori baik sangat penting karena akan menentukan keselamatan kita. Menjaga hati agar tetap berada dalam kategori baik tentu tidak akan semudah mengucapkannya. Oleh sebab itu, kita perlu menjaganya dengan kiat khusus.
Hasan al-Bisri RA, salah seorang tabi'in terkemuka, pernah berkata, “Hati itu rusak karena enam hal.” Maka, kita harus berhati-hati dengan enam hal yang berpotensi merusak hati.
Pertama, melakukan dosa dengan berangan-angan akan segera ditobati dan yakin Allah akan menerima tobatnya. Kedua, mengetahui ajaran Islam, tetapi tidak berusaha mengamalkannya. Ketiga, mengamalkan ajaran Islam, tetapi tidak ikhlas lilaahi ta'ala. Keempat, menikmati rezeki dari Allah, tetapi tidak berusaha mensyukurinya. Kelima, tidak ridha menerima ketentuan dari Allah. Keenam, menguburkan jenazah saudaranya, tetapi tidak mengambil pelajaran darinya.
Maka, agar hati tidak rusak sehingga merusak organ tubuh yang lainnya, kita harus bekerja ektrakeras guna menghindari enam hal yang dikemukakan oleh Hasan al-Bisri tersebut. Lalu, bagaimana kiatnya?
Pertama, kita jangan memandang remeh dosa tak terkecuali dosa kecil. Sebab dosa kecil (saja) apabila dilakukan berulang-ulang dapat berubah menjadi dosa besar. Dengan kata lain, kita harus bekerja ekstra keras untuk menghindari dosa. Lebih jauh, apabila kita menyadari telah melakukan dosa jangan berhenti meminta pengampunan pada Allah. Rasulullah SAW sendiri yang dijaga dari perbuatan dosa (ma'shum) senantiasa beristighfar seratus kali setiap harinya. Apalagi, kita?
Kedua, kita bertekad untuk mempelajari ajaran Islam dengan sebaik-baiknya sepanjang hayat di kandung badan. Di samping itu kita bertekad untuk mengamalkannya sedikit demi sedikit dalam kehidupan kita sehari-hari.
Ketiga, kita bertekad untuk mengamalkan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya karena kita yakin dengan firman Allah dalam QS An-Nisa [4] ayat 125 dan QS al-Mulk [67] ayat 2. Keempat, kita bertekad untuk mensyukuri rezeki yang diberikan Allah kepada kita karena kita yakin dengan firman-Nya dalam QS Ibrahim [14] ayat 7.
Kelima, kita bertekad untuk menerima dengan ridha ketentuan Allah yang baik dan yang buruk terhadap kita karena kita yakin itulah yang terbaik buat kita. Keenam, kita bertekad untuk mengambil pelajaran dari kematian saudara-saudara kita karena kita yakin suatu hari akan mengalaminya juga. Wallahu a'lam.
Oleh: Mahmud Yunus
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/15/03/17/nlcmd8-enam-kiat-menjaga-hati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar