Kedisiplinan Islam
Disiplin adalah kepatuhan
untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk
tunduk kepada keputusan, perintah dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain,
disiplin adalah sikap menaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan
tanpa pamrih.
Dalam ajaran Islam,
banyak ayat al-Qur`an dan hadist, yang memerintahkan disiplin dalam arti
ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan. Antara lain disebutkan dalam
surah an-Nisâ` ayat 59,
“Wahai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul(Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur`an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs.
an-Nisâ` [4]: 59)
Dari ayat di atas
terungkap pesan untuk patuh dan taat kepada para pemimpin, dan jika terjadi
perselisihan di antara mereka, maka urusannya harus dikembalikan kepada aturan
Allah SWT dan Rasul-Nya.
Namun, tingkat kepatuhan
manusia kepada pemimpinnya tidak bersifat mutlak. Jika perintah yang diberikan
pemimpin bertentangan dengan aturan atau perintah Allah dan Rasul-Nya, maka
perintah tersebut harus tegas ditolak dan diselesaikan dengan musyawarah. Namun
jika aturan dan perintah pemimpin tidak bertentangan dengan Syariat Allah dan
Rasul-Nya, maka Allah menyatakan ketidak-sukaannya terhadap orang-orang yang
melewati batas.
Di samping mengandung
arti taat dan patuh pada peraturan, disiplin juga mengandung arti kepatuhan
kepada perintah pemimpin, perhatian dan kontrol yang kuat terhadap penggunaan
waktu, tanggungjawab atas tugas yang diamanahkan, serta kesungguhan terhadap
bidang keahlian yang ditekuni.
Islam mengajarkan kita
agar benar-benar memperhatikan dan mengaplikasikan nilai-nilai kedisplinan
dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun kualitas kehidupan masyarakat yang
lebih baik.
Seperti perintah untuk
memperhatikan dan menggunakan waktu sebaik-baiknya. Dalam al-Qur`an misalnya
disebutkan:
Wal-fajri (demi
waktu Subuh), wadh-dhuhâ (demi waktu pagi), wan-nahar (demi
waktu siang), wal-‘ashr (demi waktu sore), atau wal-lail (demi
waktu malam).
Ketika al-Qur`an
mengingatkan demi waktu sore, kata yang dipakai adalah “al-‘ashr”yang
memiliki kesamaan dengan kata “al-‘ashîr” yang artinya
“perasan sari buah”. Seolah-olah Allah mengingatkan segala potensi yang kita
miliki sudahkah diperas untuk kebaikan? Ataukah potensi itu kita sia-siakan
dari pagi hingga sore? Jika demikian, pasti kita akan merugi. “Demi
masa, sesungghnya manusia itu benar benar dalam kerugian.“ (Qs. al-‘Ashr
[103]: 2)
Maka, kita harus
pandai-pandai menggunakan waktu sebaik-baiknya. Tapi, jangan pula kita gunakan
waktu untuk kepentingan akhirat namun mengorbankan kepentingan duniawi, atau
sebaliknya. Menggunakan waktu dalam usaha mencari karunia dan ridha Allah,
hendaknya seimbang dan proporsional.
Ada juga perintah untuk
menekuni bidang tertentu hingga menghasilkan karya atau keahlian tertentu
sesuai potensi yang dimiliki. Masing-masing orang dengan keahliannya, diharap
dapat saling bekerjasama dan bahu-membahu menghasilkan buah karya yang
bermanfaat bagi banyak orang.
“Tiap-tiap
orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui
siapa yang lebih benar jalannya.” (Qs.
al-Isrâ` [17]: 84)
Pesan-pesan moral yang
terkandung dalam ajaran Islam, memberi interpretasi yang lebih luas dan jelas
kepada umatnya untuk berlaku dan bertindak disiplin. Bahkan dari beberapa
rangkaian ibadah, seperti shalat, puasa, zakat maupun haji, terkandung perintah
untuk berlaku disiplin.
Dengan demikian,
nilai-nilai moral ajaran Islam diharapkan mampu menjadi energi pendorong
pelaksanaan kedisplinan. Dalam skala lebih luas, untuk meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat.
Semoga bangsa Indonesia
termasuk dalam golongan bangsa yang pandai mengamalkan makna disiplin. Bukan
bangsa yang malah pandai menyelewengkan makna disiplin. Semoga pula rakyat
Indonesia dan para pemimpinnya dapat berperilaku disiplin agar bangsa ini dapat
segera bangkit dari keterpurukan, dan menjelma menjadi negara yang makmur,
rakyatnya teratur dan diridhai Allah(baldatun thayibatun warrabbun ghafûr). Amin
Wallâhu
a’lam bish-shawâb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar